"Apa alasanmu memakai narkoba? Apa karena Jingga?" Gwiyomi tidak menyerah untuk bertanya pada Rain, pria ini benar-benar menarik perhatiannya.
"Kenapa aku harus bercerita padamu?" sahut Rain mengangkat alisnya.
"Ehm, anggap saja aku temanmu. Kau sedang berbagi cerita dengan teman, mungkin aku tidak bisa membantu masalah mu, tapi dengan bercerita mungkin bisa membuat hatimu lebih lega," ucap Gwiyomi mengulas senyum manisnya.
Rain semakin mengangkat alisnya tinggi-tinggi, ia kemudian tersenyum sinis begitu Gwiyomi menyebutnya seorang teman.
"Aku tidak pernah ingin punya teman, teman adalah golongan orang yang ada ketika mereka butuh, tapi saat kita butuh mereka malah pura-pura tidak tahu siapa kita," ujar Rain terdengar penuh emosi saat mengatakannya.
"Itu artinya kau salah memilih teman, seorang yang benar-benar teman akan selalu mendukungmu disaat terbaik maupun tersusah mu," sahut Gwiyomi.
"Sama saja, mau sebanyak apapun teman kita di dunia ini, ujung-ujungnya mati juga akan sendiri, kau tidak mungkin membawa seluruh temanmu untuk mati bersamamu," kata Rain ketus dan dingin, ia mengambil rokok yang sejak tadi disimpannya di saku lalu menyalakannya.
Gwiyomi kembali menekuk wajahnya, ucapan Rain memang sepenuhnya benar, tapi pria ini salah mengartikan apa arti teman. Melihat dari wajahnya, Rain sepertinya bukan frustasi karena ditolak Jingga saja, tapi ada hal lain yang menjadi alasan utama.
"Baiklah kalau kau tidak mau bercerita tentang hidupmu, lebih baik aku bercerita tentang hidupku," kata Gwiyomi.
Rain hanya diam tanpa melirik, ia sibuk menikmati rokok hingga mengepulkan asap yang cukup tebal.
"Ehm, jika kau pikir masalah hidupmu itu sangat berat, aku rasa kau terlalu cepat menyimpulkan Rain. Ada masalah yang lebih berat dari apa yang kau alami saat ini, yaitu aku." Gwiyomi mulai bercerita seraya sesekali melirik Rain.
"Kau punya masalah apa memangnya? Bukannya kau baru saja menikah?" sahut Rain, tak ingin perduli sebenarnya, tapi ia tergelitik karena hanya Gwiyomi satu-satunya orang yang berani mendekatinya.
"Kau tahu darimana aku menikah?" Gwiyomi menatap Rain terkejut.
Rain menunjuk jari Gwiyomi dimana ada cincin pernikahan yang melingkar. Melihat hal itu Gwiyomi segera menarik tangannya agar tersembunyi.
"Kau benar, aku baru saja menikah," kata Gwiyomi.
"Lalu? Artinya kau sudah bahagia kan? Sudah menikah tinggal hidup bersama dan akan segera memiliki anak, apalagi yang kau butuhkan?" kata Rain acuh tak acuh.
"Apa kau tidak ingin tahu apa alasanku menikah?" ucap Gwiyomi lirih.
"Tidak." Rain langsung menyahut tanpa berpikir lama.
"Aku hamil." Gwiyomi tetap berbicara meski Rain tidak ingin tahu masalah hidupnya. "Aku hamil anak seorang pria yang telah memperkosaku dan meninggalkanku begitu saja." Gwiyomi kembali melanjutkan ucapannya, kali ini suaranya terdengar penuh emosi namun tidak berdaya.
Rain membesarkan matanya, ia segera membuang putung rokoknya dan menatap Gwiyomi sangat tajam. "Jangan membual, mana mungkin kau bisa hamil?" sentak Rain.
"Aku tidak memaksamu untuk percaya padaku, tapi itulah yang terjadi pada hidupku saat ini. Aku di lecehkan sampai hamil dan malah ditinggal begitu saja, dan sekarang kau tahu? Ada sosok pria yang begitu baik mau menerimaku yang sudah menjijikan ini. Sekarang lebih menyedihkan mana hidupmu dengan hidupku? " ucap Gwiyomi balas menatap mata Rain, entahlah kenapa ia bisa terbuka dengan pria ini, seharusnya ia menutupi aibnya sendiri, tapi entah kenapa ia melah membicarakannya dengan Rain, pria yang jelas-jelas sangat asing untuknya.
"Dia menerimamu atau anakmu?"
"Tentu saja kami berdua, dia pria yang baik-"
"Yasudah, untuk apalagi kau sedih. Kau sudah bahagia, memiliki suami yang sempurna dan mau menerima masalah hidupmu." Rain langsung menyela tanpa mendengarkan ucapan Gwiyomi. Ia membuang putung rokoknya lalu beranjak bangkit dari duduknya.
"Tapi kenapa aku tidak bahagia?" ucap Gwiyomi menatap punggung Rain yang berjalan menjauh.
Rain terdiam, ia melirik Gwiyomi sekilas. Tanpa menjawab pertanyaan Gwiyomi, Rain segera beranjak pergi dari sana meninggalkan Gwiyomi sendirian.
Dia kenapa sih? Kenapa membuatku seperti ini? Dia terlihat cuek, tapi aku selalu penasaran? Sebenarnya ada apa dengannya? Atau ada apa denganku? Kenapa aku begitu tertarik dengan pria itu?
Gwiyomi menggerutu dalam hatinya, ia pikir menceritakan kisah hidupnya mau membuat Rain terbuka padanya, tapi ternyata pria itu malah bungkam seribu bahasa.
"Mungkin aku akan mencobanya besok lagi," gumam Gwiyomi tidak ingin menyerah sebelum bisa mendapatkan kasus Rain.
Jika aku ingin mendekatinya, aku harus memberinya pancingan. Pria itu harus dekat denganku dulu, agar mau bercerita.
"Nah iya, aku harus mencaritahu apa yang Rain sukai," gumam Gwiyomi tersenyum senang saat mendapatkan ide di kepalanya.
******
Gwiyomi baru pulang ke Apartemen saat hari sudah cukup sore, tadi Hazel tidak menjemputnya karena ada urusan. Sekarang saat ia sampai di rumah, ternyata Hazel sudah berada di rumah.
"Udah pulang?" tanya Gwiyomi melirik Hazel yang asyik berbaring di sofa ruang tamu.
"Iya, baru aja," sahut Hazel tetap fokus pada ponselnya, ia sedang bermain game dan tidak bisa diganggu.
"Hari ini aku capek banget, pengen makan yang pedes, lu nggak pengen ngajakin gue keluar gitu," ujar Gwiyomi menjatuhkan tubuhnya disamping Hazel, ia meluruskan punggungnya yang terasa begitu pegal.
"Jangan makan pedes terlalu sering, kamu sedang hamil," ucap Hazel lagi-lagi tidak menoleh kearah Gwiyomi.
Gwiyomi berdecih kesal, ia merasa diacuhkan karena Hazel sibuk bermain ponsel. Dengan kasar ia mengambil ponsel Hazel membuat pria itu kaget bukan kepalang.
"Astaga Gwi, kembalikan ponselku, sebentar lagi aku menang." Hazel terlihat begitu panik melihat ponselnya ada ditangan Gwiyomi, ia hampir saja mengalahkan musuhnya tapi tertunda gara-gara Gwiyomi.
"Mau ini? Ambil aja kalau bisa?" Gwiyomi tersenyum jahil, ia menjauhkan ponsel itu dari Hazel agar pria itu tidak bisa mengambilnya.
"Gwi please ... ." Hazel memasang wajah memelasnya.
"Ambil aja nih kalau mau," ucap Gwiyomi semakin senang melihat wajah Hazel, ia bangkit dari duduknya seraya berdiri diatas sofa.
"Gwi, kau benar-benar keterlaluan, ayo kembalikan ponselku." Hazel semakin kesal rasanya, ia mencoba menggapai tangan Gwiyomi untuk mendapatkan ponselnya.
"Nggak bisa ya? Nggak bisa main kalau gitu." Gwiyomi terus mengulas senyum mengejeknya dan terus menjauhkan ponsel Hazel. "Dasar cowok, kalau udah main game aja lupa segalanya, rasain nih nggak bisa nge game," seloroh Gwiyomi melirik Hazel sinis.
Hazel mendengus kecil, ia lalu melirik kaki Gwiyomi, ia balas tersenyum jahil. Tanpa di duga, ia tiba menarik salah satu kaki Gwiyomi hingga wanita itu kehilangan keseimbangan.
"Akhhhhhhh, Hazel!" Gwiyomi berteriak kecil, tubuhnya oleng hingga terjatuh.
Namun, Hazel dengan sigap menangkapnya hingga keduanya jatuh bersamaan dilantai berlapis karpet tebal itu. Keduanya saling pandang dengan tatapan yang tidak biasa, dan entah bagaimana tiba-tiba Hazel malah mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Gwiyomi.
Happy Reading.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Ita rahmawati
pengenny ttep sm hazel apapung yg terjdi 🤗🤗
2023-05-11
1
Bucinnya Rajendra 💞
Gwi mending fokus sama Hazel aja, mau dia pelakunya atau nggak, tapi sekarang dia suami kamu
2023-03-05
2
Nona Muda❤️
Makin kesini kenapa Rain masuk daftar orang yang aku curigai 🤔
2023-03-05
1