Hazel langsung menepikan mobilnya begitu mendengar ucapan Gwiyomi. Ia menatap Gwiyomi yang kini sedang dikuasai emosi itu.
"Gwi, sadarlah, dia itu anakmu juga. Jangan membencinya seperti ini Gwi. Sekarang aku Ayahnya, aku yang akan bertanggung jawab atas dirinya. Aku mohon, jangan menjadikan dirimu Ibu yang buruk Gwi, kita hadapi ini bersama," kata Hazel mengusap air mata Gwiyomi yang terus saja keluar.
"Kenapa kau begitu baik padaku?" Gwiyomi bertanya seraya menatap Hazel dengan tatapan sendunya.
"Ini memang sudah tugasku Gwi," sahut Hazel membuat Gwiyomi mengerutkan dahinya.
"Tugas?" Gwiyomi menatap Hazel tidak mengerti.
"Ehm, maksudku kau sekarang adalah istriku, jadi sudah menjadi tugasku untuk selalu melindungi mu," kata Hazel memperjelas maksud ucapannya tadi.
Gwiyomi masih menatapnya lalu ia membuang pandangannya kearah lain. "Aku harap kau tidak akan menyesal nanti Hazel," ucap Gwiyomi lirih.
"Tidak ada yang perlu disesalkan, semuanya sudah terjadi, sekarang saatnya kita melupakan semua yang sudah terjadi, anggap saja sekarang kita pasangan pengantin yang baru menikah. Sekarang ayo, aku akan menunjukkan padamu tempat tinggal kita," ucap Hazel mengusap rambut Gwiyomi perlahan lalu kembali melajukan mobilnya.
Gwiyomi terdiam, ia memegang rambutnya yang baru saja dipegang oleh Hazel. Ia tidak tahu bagaimana perasaanya saat ini, hanya seperti biasa saja, apakah mungkin karena ia sudah terbiasa bersama Hazel sejak kecil?
Malam itu Hazel membawa Gwiyomi ke Apartemen yang selama ini ia tempati, letaknya tidak jauh dari jantung Ibu kota membuat mereka mudah kemana-mana. Apartemen itu juga tidak terlalu luas, hanya sebuah apartemen satu studio yang memiliki satu kamar.
"Ini sudah malam, kau istirahat saja dikamar, aku akan menata barang-barang ini nanti," ucap Hazel mengajak Gwiyomi ke kamarnya.
Gwiyomi lagi-lagi tidak menyahut, ia mengikuti saja kemana Hazel membawanya pergi. Begitu masuk ke kamar Hazel, nuansa gelap langsung menyambutnya. Barang-barangnya monoton khas kamar pria.
"Kau akan tidur dimana?" Tanya Gwiyomi mengernyit.
"Gampang, sofa ruang tamu juga nganggur, jangan pikirkan aku, yang penting kau nyaman disini," ujar Hazel mengulas senyumnya, tapi karena lukanya yang masih basah, ia sedikit meringis karena begitu perih.
"Lukamu harus diobati Hazel," tutur Gwiyomi mencoba memegang luka Hazel yang terlihat masih memerah itu.
"Tidak apa-apa, besok juga sembuh," kata Hazel masih bisa menahan rasa sakit itu.
"Nggak, ini bisa infeksi kalau dibiarin. Maafin aku ya, gara-gara aku, kamu jadi begini. Sekarang kamu duduk dulu biar aku obati," kata Gwiyomi tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya luka itu.
Hazel diam mematung, ia malah salah tingkah sendiri di tatap begitu dalam oleh Gwiyomi. Ia bahkan hanya bisa diam saat Gwiyomi menarik tangannya untuk duduk di ranjang.
"Kayaknya aku punya obat merah di tas, sebentar." Gwiyomi beranjak membuka koper yang ia bawa, ia selalu membawa kotak P3K karena barang itu yang paling penting.
"Nah kan, akhirnya ketemu juga," gumam Gwiyomi tersenyum senang setelah mendapatkan apa yang dicarinya.
Gwiyomi lalu membawa kotak itu kepada Hazel, ia mengambil kapas dan obat merah untuk mengobati luka Hazel.
"Pasti sakit banget ya?" tanya Gwiyomi disela-sela mengobati luka Hazel, melihatnya saja cukup ngeri, apalagi merasakannya.
"Enggak," sahut Hazel sedikit meringis saat Gwiyomi tidak sengaja menekan lukanya terlalu keras.
"Cih, ini yang lu bilang nggak sakit. Lagian kamu tuh kenapa sih keras kepala banget. Untung nggak masuk rumah sakit, nekat banget nganterin nyawa ke keluarga aku," omel Gwiyomi masih kesal rasanya jika mengingat sikap keras kepala Hazel.
"Nggak apa-apa, terlalu mudah pun tidak akan menyenangkan Gwi, anggap aja ini latihan fisik biar aku kuat menghadapi kenyataan," seloroh Hazel mencoba mencairkan suasana.
"Kenyataan yang menyakitkan," tukas Gwiyomi mendengus kecil.
Gwiyomi menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, ia tidak tahu jika sejak tadi Hazel menatapnya lekat-lekat. Ia sengaja berpura-pura sibuk mengobati luka Hazel agar tidak terlalu terbawa perasaan.
"Udah nih, semoga cepat sembuh ya," ucap Gwiyomi tersenyum kecil melihat plester kecil yang berada di dahinya.
"Terima kasih bumil," kata Hazel balas tersenyum.
"Eh, bumil?" Gwiyomi menekuk wajahnya mendengar sebutan itu.
"Iya bumil, Ibu hamil, kamu kan sedang hamil sekarang," kata Hazel.
"Ck, jangan mengingatkanku hal mengesalkan itu Hazel." Gwiyomi berdecih kesal, ia masih tidak terima jika ada anak ba ji ngan yang menyatu dengan dirinya.
"Gwi, dengarkan aku baik-baik. Kau boleh membenci pria yang telah membuatmu seperti ini. Tapi jangan pernah membenci bayi ini, dia juga berhak mendapatkan kesempatan untuk hidup di dunia ini. Sudah aku bilang 'kan, sekarang aku Ayahnya," tutur Hazel memberanikan diri untuk mengelus perut Gwiyomi yang masih rata.
Gwiyomi tertegun sejenak, kenapa Hazel bisa semudah itu menerima anak yang bukan darah dagingnya. Gwiyomi pikir tidak akan ada pria seperti Hazel di dunia ini, bahkan menerima wanita yang tidak suci saja rasanya sangat mustahil.
"Bolehkah aku bertanya alasanmu menikahi ku?" tanya Gwiyomi menatap tepat pada mata Hazel.
Hazel mengatupkan mulutnya, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain karena tidak berani menatap mata Gwiyomi. Ia sendiri bingung kenapa ia bisa dengan mudah memutuskan hal seperti ini.
"Anggap saja aku memang ingin menikahi mu, sudah itu saja. Terimakasih atas obatnya, aku akan ganti baju dulu, nanti aku akan tidur diluar," kata Hazel setelah berpikir cukup lama, ia segera beranjak dari sisi Gwiyomi untuk mengambil baju gantinya.
Gwiyomi mengerutkan dahinya, merasa jawab Hazel terlalu aneh. Untuk apa Hazel ingin menikah dengannya?
"Apa kau mencintaiku Hazel?" Pertanyaan Gwiyomi itu sontak membuat Hazel mengehentikan langkahnya.
Hazel melirik Gwiyomi sekilas lalu menghela nafas panjang. "Aku tidak tahu ini cinta atau bukan, aku hanya merasa tidak bisa melihatmu bersedih atau ada hal yang bisa melukaimu," jawab Hazel kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi untuk mengganti bajunya.
Gwiyomi sama sekali tidak puas dengan jawaban Hazel itu. Sepanjang malam ia malah tidak bisa tidur memikirkan banyak hal. Ia lalu memutuskan untuk turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar.
Apartemen itu sangat kecil, jadi begitu keluar kamar, Gwiyomi langsung menuju ruang tamu dan dapur. Gwiyomi melihat Hazel yang tertidur pulas di sofa panjang ruang tamu. Entah kenapa perasaannya terusik melihat hal itu. Ia berjalan mendekat, untuk membenarkan selimut Hazel yang berantakan.
"Kebiasaan cowok kalau tidur pasti gini," gerutu Gwiyomi teringat akan Kakak-kakaknya dulu.
Gwiyomi membenarkan selimut Hazel hingga matanya melihat sesuatu yang aneh dileher bagian belakang Hazel.
"Apa ini?" Gwiyomi mencoba melihat lebih jelas tapi tiba-tiba tangannya ditarik oleh Hazel hingga ia jatuh kedalam pelukan pria itu.
"Hazel?"
Happy Reading.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Dini Lestari
jangan² hazel ayahnya ,jadi penasaran deh kak
2023-10-15
2
Ita rahmawati
kn bner deh kykny...agk lupa sih 😁 tp kykny pas gwi ngenalin suara pelakuny it ad tnda atau tato ap gtu dilher blakg ap tgn ya 🤦♀️ lupa,,kbnyakan judul novel on going yg kubc nyambi bc yg end juga... jd amnesia deh 🤣🤣🤣
2023-05-11
2
Nona Muda❤️
Apa emang Hazel pelakunya?
2023-03-05
1