Gwiyomi menghadiri sebuah rumah sakit kecil yang terletak di daerah pinggiran kota Jakarta. Rumah sakit itu sendiri hanya menangani beberapa orang yang mengalami gangguan depresi ringan. Biasanya seseorang yang memiliki keluarga yang tidak harmonis dan bisa menjadikan obat-obatan terlarang sebagai pelariannya.
Gwiyomi datang dengan ditemani temannya Rachel, ia akan melakukan beberapa sesi wawancara kepada kepada orang-orang yang dirawat disana.
"Selamat siang Ibu Handa, sebelumnya maaf jika kedatangan kami kesini tidak berkabar sebelumnya. Kamu dari Universitas X, ingin melakukan beberapa sesi wawancara kepada pasien disini, apakah bisa?" ucap Gwiyomi menemui kepala rumah sakit terlebih dulu begitu mereka datang.
"Boleh saya, tapi kami perlu surat resmi dari Universitas untuk laporan nantinya, Nona." Ibu Handa selaku ketua rumah sakit itu sama sekali tidak keberatan, karena memang setiap tahunnya ada mahasiswa magang yang datang kesana.
"Iya kami membawanya Ibu." Gwiyomi mengangguk seraya mengulas senyum tipisnya, ia lalu meminta Rachel untuk menyerahkan surat resmi dari Universitas mereka sebagai tanda jika mereka sedang magang.
"Baiklah Nona, saya akan mengizinkan kalian untuk magang sementara disini. Sebelumnya kalau boleh tahu, dengan Nona siapa saya berbicara?" ucap Ibu Handa menatap Gwiyomi dan Rachel bergantian.
"Saya Gwiyomi Ibu, ini teman saya Rachel. Terima kasih atas bantuannya Ibu, semoga kedepannya kita bisa bekerja dengan baik disini," ucap Gwiyomi mengulurkan tangannya sebagai tanda berkenalan lalu bergantian dengan Rachel.
Setelah itu mereka berdua diajak oleh Ibu Handa untuk masuk kedalam rumah sakit itu. Dimana terlihat beberapa pasien yang berkeliaran diluar, ada juga yang melamun dengan tatapan kosong. Atau mungkin berteriak histeris karena mengingat rasa trauma yang pernah dialami.
"Biasanya pasien disini rata-rata kenapa Ibu?" tanya Gwiyomi ingin tahu.
"Bermacam-macam Nona Gwiyomi, tapi kebanyakan disini adalah pengguna narkoba sebagai pelarian masalah yang mereka alami. Nona Gwiyomi pasti tahu jika rumah sakit ini juga digunakan sebagai tempat rehabilitasi oleh Kapolres pusat untuk para pecandu narkoba yang sudah tertangkap," jelas Ibu Handa.
Gwiyomi mengangguk-angguk mengerti, ia memang pernah mendengar jika rumah sakit itu memang sering dibuat sebagai tempat rehabilitasi untuk para pecandu narkoba yang cukup parah.
Saat Gwiyomi melihat-lihat sekelilingnya, matanya tidak sengaja menatap sosok pria yang duduk melamun dengan pandangan kosongnya. Meskipun dari samping, Gwiyomi sangat tahu jika itu adalah sosok pria yang pernah ditemuinya.
"Ehm, bukankah dia artis itu? Siapa namanya?" Gwiyomi kembali bertanya, ia sendiri lupa dengan nama pria itu.
"Rain Anggara, ya dia benar memang artis yang terjerat kasus Narkoba. Dia sudah lama berada disini, tapi belum ada kemajuan apapun," kata Ibu Handa menghela nafasnya.
"Artinya dia sudah pecandu narkoba berat begitu?" Gwiyomi mengernyit heran, ia sering melihat wajah Rain dulu muncul di televisi. Dari tampangnya yang begitu kalem, apakah mungkin Rain seorang pecandu narkoba?
"Sebenarnya hasil pemeriksaan menyatakan jika Rain menggunakan obat-obatan itu belum terlalu lama, hanya saja ia langsung menggunakan banyak jenis narkoba termasuk inex, hal itu yang membuat ia susah diobati," ujar Ibu Handa lagi.
Gwiyomi mengangguk pelan, entah kenapa ia merasa miris mendengar cerita tentang Rain. Ia jadi berpikir apakah Rain menjadi seperti itu gara-gara tidak bisa mendapatkan sahabatnya Jingga?
"Baiklah Nona Gwiyomi, Nona Rachel, saya masih ada urusan yang harus diurus. Silahkan jika Nona ingin melanjutkan berkeliling," ujar Ibu Handa.
"Oh iya, baik Ibu, terimakasih atas waktunya," ucap Gwiyomi dan Rachel hampir bersamaan.
Ibu Handa hanya mengangguk seraya mengulas senyum tipis. Begitu wanita itu pergi, Gwiyomi langsung saling pandang dengan Rachel.
"Apa yang lu pikirin?" tanya Gwiyomi.
"Sayang banget aja, dia ganteng banget loh Gwi, gue aja ngefans berat dulu. Tapi, kenapa dia malah kayak gini?" ucap Rachel menatap Rain dengan pandangan kasihan.
"Ish, gue penasaran apa yang buat dia kayak gini, kira-kira dia mau nggak gue wawancara?" ujar Gwiyomi mendengus kecil saat mendengar ucapan absurd temannya itu.
"Maybe, coba aja, kasusnya cukup berat, mungkin aja lu bisa nanganin, kalau gue sih mau nyari yang mudah aja. Hidup gue udah banyak masalah, nggak mau tambah beban dengan mikirin masalah orang lain," kata Rachel mengangkat bahunya, wajahnya sama sekali tidak berminat untuk mewawancarai Rain.
Sedangkan Gwiyomi malah tertantang setelah mendengar penjelasan Ibu Handa tadi. Seorang pria tidak akan benar-benar frustasi jika tidak terlalu sakit hati. Jika tebakannya tentang Rain benar, entah kenapa ia merasa kasihan, pria ini bisa begini juga karena Kakaknya.
"Yaudah, gue ambil kasusnya Rain," ucap Gwiyomi dengan begitu mantap.
"Oke, gue lanjut keliling kalau gitu, siapa tahu ketemu dokter ganteng disini," celetuk Rachel mengerlingkan sebelah matanya.
"Otak lu emang cowok terus pikirannya," tukas Gwiyomi melirik temannya dengan kesal.
"Maklumi aja Gwi, gue kan nggak punya pacar, beda sama lu yang udah punya suami, mana berondong ganteng lagi," ujar Rachel meledek.
"Mulut lu emang harus gue perban biar berhenti ngomong," sembur Gwiyomi semakin kesal saja rasanya jika mendengar ejekan itu.
"Hahaha, nggak apa-apa kali, berondong lu emang ganteng kok, ganteng banget malah," ucap Rachel semakin meledek saja.
"Ambil aja sana kalau mau," sergah Gwiyomi.
"Nggak ah, gue sukanya yang hot, kayak itu tuh, tapi sayang dia sakit," kata Rachel menunjuk Rain dengan dagunya.
Gwiyomi tidak lagi meladeni ucapan sahabatnya, ia mengalihkan pandangannya kepada Rain. Setelah berpikir sejenak, ia akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Rain.
"Ehm, boleh aku duduk disini?" ucap Gwiyomi mengendapkan kesopanannya terlebih dulu.
Rain sedikit terkejut saat mendengar orang lain, ia mengangkat wajahnya dan semakin kaget melihat Gwiyomi. Ia kemudian menunduk kembali tanpa menjawab ucapan Gwiyomi.
"Diam berarti boleh, aku duduk disini ya, Rain kan namamu?" kata Gwiyomi mencoba akrab dengan pria yang akan menjadi narasumbernya ini.
"Aku tidak berminat," ucap Rain setelah cukup lama diam akhirnya berbicara juga.
Gwiyomi tertegun sejenak, apakah ia salah dengar? Kenapa ia merasa sangat familiar dengan suara Rain?
"Kenapa kau ada disini? Merusak diri untuk alasan cinta? Aku rasa hal itu adalah tindakan yang bodoh," ucap Gwiyomi mengabaikan prasangka buruknya tentang suara itu, mungkin ia terlalu paranoid.
"Sudah tahu aku orang bodoh, kenapa kau harus kesini?" kata Rain menatap Gwiyomi sangat tajam.
Gwiyomi lagi-lagi terdiam, hanya tidak bertemu dengan pria ini beberapa bulan, kenapa Rain sudah begitu berubah. Penampilannya pun sangat berubah, tubuhnya kurus dan terlihat tidak begitu terawat. Sepertinya efek putus obat membuat Rain menjadi seperti ini.
Happy Reading.
TBC.
Visual Rain_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Ita rahmawati
hadeuh knp dg suarany gwi..kmujgn bikin ak bingung lgdeh gwi,,td udh yakin hazel skrg jd ragu lg nih bc bab in 🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤣🤣
2023-05-11
2
Wicih Rasmita
nanti Rain malah naksir Gwi😍😍😊
2023-03-04
2
madam_sosin
ngenes banget rain otor kenapa bisa begitu
2023-03-04
3