Andra merasa begitu lega. Akhirnya rencana untuk menjebak Miranda berhasil juga. Dengan begini perusahaan Hendro akan membayar penalti besar atas putusnya kontrak kerja sama tersebut.
Karena poin didalam kontrak itu menyebutkan bahwa pihak pertama berhak menuntut jika pihak kedua melakukan kebohongan.
Bahkan setelah ditelusuri lagi banyak dokumen-dokumen yang ternyata bodong atau tidak sesuai dengan apa yang ada.
Hal itu semakin membuat Andra senang. Bukti kuat yang dia miliki sekarang dengan mudah bisa menggulingkan Hendro.
Bahkan delapan puluh persen saham yang dia kuasai kini mau tidak mau harus dia lepaskan sebagai alat ganti rugi. Tentu Hendro mau melakukan ini karena dia tidak mau jika harus mendekam di jeruji besi.
"Sebentar lagi milikmu akan kembali padamu Alana" gumam Andra dengan penuh kelegaan.
...****************...
"Ampun Mas... Ampun.. Sakit.." dengan terisak Miranda merintih kesakitan karena Hendro terus menghajarnya dengan gespernya.
Tak peduli lagi bagaimana rupa wanita itu yang kini benar-benar mengenaskan.
"Dasar wanita murahan tak tahu diuntung. Gara-gara ulahmu aku jadi bangkrut seperti ini. Mestinya kamu nggak usah hidup lagi di dunia ini. Sialan.." Dengan penuh emosi Hendro terus menghajar Miranda.
Suara jeritan dan isakan tangis bahkan tak lagi berguna. Hendro sudah dikuasai amarah begini yang dia inginkan hanya terus melampiaskannya.
Kini Miranda pun pasrah. Entah bagaimana akhirnya apakah dia akan tetap hidup atau mati ditangan Hendro.
Sementara Hendro yang selama ini tak begitu mau mengurus tentang perusahaan mulai penasaran. Siapa sosok Andra yang bisa membongkar segala kecurangannya. Padahal selama ini antek-anteknya selalu sukses mengelabuhi para investor.
Dia mulai mencari nama Andra di internet. Namun informasi pribadi tentang pria itu hanya sedikit dia dapatkan.
Sementara ponselnya sejak tadi mulai berdering. Para pemegang saham mulai menghubunginya mempertanyakan nasib perusahaan.
"Aarrgghh.. Siaaall.." Hendro membanting ponselnya. Tatapannya kembali nyalang saat melihat Miranda yang sudah tergeletak lemas tak berdaya.
"Kau lihat. Aku kembali repot karenamu. Sekarang kau harus bantu aku mencari cara mendapatkan kembali hartaku." ujar Hendro sembari mencengkeram dagu Miranda.
Miranda di sisa-sisa tenaganya kini menatap Hendro dengan tajam. Bibirnya menyeringai dan kemudian tertawa dengan terbahak-bahak.
"Dasar tua bangka, hartamu itu memang bukan milikmu. Itu semua adalah milik keponakanmu jadi jangan sok berkuasa. Kau juga seorang penipu jadi jangan kaget kalau orang lain juga akan menipumu" Miranda mengeluarkan semua unek-uneknya.
"Hhaaaaahhhh...." Hendro berteriak penuh kemarahan.
...****************...
"Mas, aku buatkan nasi goreng saja ya, soalnya ini yang paling cepet" Alana masih sibuk memasak.
Sementara Arman duduk di kursi ruang makan memperhatikan Alana. Dia menatap istrinya itu sibuk memasak.
Berkali-kali dia mencoba untuk mengusap rambutnya yang tergerai.
Kemudian Arman beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya. Alana hanya menatapnya sekilas. Dia berpikir bahwa Arman mungkin akan menunggunya di kamar sehingga dia tak terlalu menghiraukannya. Yang penting urusannya selesai.
Namun tak disangka Arman kembali menghampiri Alana. Dia mendekati Alana dan meraih rambutnya. Mengumpulkan jadi satu lalu menguncirnya dengan tali rambut Alana yang diambil dari kamarnya.
Alana sempat terkejut dengan apa yang Arman lakukan. Bayang-bayang perlakuan kasar yang pria itu torehkan saat awal pernikahan masih membekas di hatinya.
"Sebaiknya kamu menguncir rambutmu dahulu saat memasak. Supaya tidak mengganggu pekerjaanmu" ucap Arman selesai menguncir rambut Alana.
Alana hanya terdiam. Dia menyunggingkan senyuman kecil saat memandang Arman. Ya, entah kenapa saat ini dia mulai berani menatap Arman. Selama ini dia begitu takut bahkan memandang tubuhnya saja butuh keberanian ekstra.
Setelah beberapa saat akhirnya nasi goreng buatan Alana siap disajikan. Alana hanya membuat satu porsi dan ternyata lumayan banyak.
Arman langsung mencicipi masakan istrinya tersebut. Alana sempat merasa khawatir akan masakannya yang tidak disukai Arman. Namun Arman justru memuji masakan buatannya.
"B-bagaimana Mas? Nggak enak ya?" Alana khawatir saat melihat ekspresi datar Arman yang sama sekali tak bisa ditebak.
"Enak kok, saya suka. Bumbunya begitu pas di lidah saya. Terimakasih Alana" Entah kenapa hati Alana serasa membuncah. Dia begitu lega saat Arman mengucapkan terimakasih.
Alana tak berhenti mengulum senyum. Namun tiba-tiba Arman menyodorkan sesendok nasi kepada Alana.
"Ini terlalu banyak untuk saya, sayang jika tersisa. Jadi kamu bantu menghabiskan ya" ujar Arman.
Meski ragu, Alana pun akhirnya membuka mulutnya dan menerima suapan dari Arman.
Namun lama-lama Alana menjadi semakin canggung. Akhirnya dia mengambil sendok sendiri dan makan satu piring bersama Arman.
"Kalau terus menyuapiku kapan Mas Arman akan makan?" gumam Alana malu-malu.
Arman merasa sangat senang dengan hal ini. Meski sederhana namun dia merasakan kebahagiaan yang lama tak ditemukannya.
Perlahan dia mengingat mantan istrinya, jika dulu Arman melampiaskan dengan emosi maka kini dia mencoba untuk mengikhlaskannya dan melampiaskan dengan cinta untuk Alana.
Meski dia tahu Alana tak mungkin membalas perasaannya karena dalam hati Alana masih ada Andra. Arman akan tetap sabar menahan dirinya.
Disaat yang sama Andra baru saja pulang dari urusannya. Dia sangat senang malam ini karena rencananya sudah berhasil. Tak sabar untuk memberitahu Alana suatu saat nanti jika dia sudah berhasil merebut kembali perusahaan yang menjadi hak Alana.
Saat hendak pergi ke kamarnya dia mendengar suara dari dapur. Andra yang penasaran akhirnya berjalan menuju dapur.
Dia terpaku saat melihat pemandangan di depannya. Tampak Alana sedang asyik makan bersama Arman.
Mereka sambil bercengkrama dan menikmati makanan dalam satu piring yang sama.
Sebagai seorang yang begitu mencintai Alana pastilah sangat cemburu melihat hal itu. Namun Andra tahu diri. Dia harus menahannya karena bagaimanapun saat ini Alana adalah istri dari ayah tirinya.
Dan hal yang membuat Andra semakin cemburu adalah saat melihat Alana begitu menikmati waktunya dengan Arman.
Tampak senyuman yang diberikan gadis itu begitu manis untuk Arman. Dia takut jika perlahan Alana mulai jatuh hati kepada Arman.
"Andra, kamu sudah pulang?" ucap Arman saat melihat Andra yang berdiri.
"Em.. Iya Pa." jawab Andra sedikit terkejut karena Arman menyadari kedatangannya.
Sementara Alana tampak senang melihat Andra yang sudah pulang. Setidaknya pria itu benar-benar menepati janjinya. Dia menyunggingkan senyum tipis kepada Andra.
Namun Andra sendiri tampak diam dan memandang keduanya dengan tatapan tajam.
"Kamu sudah makan Ndra? Ini mamamu membuat nasi goreng tapi sayangnya hanya satu porsi." ucap Arman sambil menunjukkan sepiring nasi goreng yang tinggal sisa sedikit.
Arman sengaja memanggil Alana dengan sebutan mama agar membuat Andra sadar diri. Bahwa sekali lagi, Alana adalah ibu tirinya.
"Aku sudah kenyang pa, tadi aku makan malam dengan seseorang" ucap Andra dengan melirik Alana.
"Oh, dengan kekasihmu? Siapa Andra?" tanya Arman.
"Begitulah, nanti jika sudah saatnya Papa pasti akan mengetahuinya." jawab Andra.
Entah merasa senang atau tidak namun kata-kata yang dilontarkan Andra seolah menorehkan sayatan kecil dalam hati Alana.
...****************...
"Aku harus menggunakan kembali Alana. Hanya dengan itu aku bisa mendapatkan uang. Hanya dia sumber uangku saat ini" geram Hendro.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments