Miranda sudah bersiap. Dia sangat senang karena pesta yang dijanjikan Andra akhirnya benar-benar terjadi.
Apalagi saat Andra memberikan alamat di sebuah hotel. Ya, bayangan Miranda tentu mengarah 'kesitu'.
Maka dengan penuh percaya diri Miranda memakai pakaian super seksi berharap Andra akan langsung tergoda dengan dirinya.
Bahkan selama di perjalanan Miranda sudah berkhayal betapa kekarnya tubuh Andra saat berada di atasnya. Dia seperti orang tidak waras yang tersenyum bahkan terkikik sendiri kala berada di dalam mobil.
Sopir Hendro yang saat itu mengantarnya pun dibuat heran.
Akhirnya sampai juga dia di tempat tujuan. Miranda bergegas turun dari mobil. Namun sang sopir justru tetap diam.
"Kenapa diam? Cepat pergi sana" ujar Miranda.
"Tapi bos bilang saya harus menunggu mbak Miranda sampai pulang." ucap sopir tersebut.
"Udah pokoknya pergi sekarang. Aku bisa pulang sendiri" ucap Miranda dengan kesal.
Dia tahu sopir itu pasti suruhan Hendro untuk mengawasi Miranda. Akhirnya Miranda mengeluarkan empat lembar uang ratusan ribu dan diberikan kepada sopir tersebut. Barulah dia mau pergi.
"Giliran ada uang aja baru mau nurut." gumam Miranda kesal.
.
Alana diam-diam pergi ke kamar Andra setelah memastikan Arman sudah tidur. Dia terkejut saat mendapati Andra berpakaian rapi hendak pergi.
"Mau kemana?" tanya Alana.
"Aku ada urusan dulu sayang, urusan bisnis." Andra meraih pinggang Alana lalu merapatkan pelukannya.
"Hmm.. Bisnis apa kencan?" gumam Alana kesal.
Andra pun tersenyum geli melihat ekspresi Alana yang cemberut. Entah kenapa dia tampak semakin imut.
"Bisnis sayang, beneran. Nggak lama kok." ujar Andra mencoba untuk menenangkan Alana.
"Awas jangan macam-macam ya"
"Tidak sayang, hanya satu macam saja" goda Andra. Alana sontak langsung memukul dadanya.
"Awhh.. Sakit sayang. Beneran nggak macam-macam. Aku cintanya cuma sama kamu Alana." Andra membelai lembut pipi Alana kemudian mengecup bibirnya singkat.
Akhirnya setelah berhasil membujuk Alana kini Andra bergegas untuk menemui Miranda.
Tanpa mereka sadari sebenarnya Arman sejak tadi tidak tidur. Dia juga mengetahui bahwa Alana sering menemui Andra didalam kamarnya.
Entah apa yang terjadi kenapa Arman membiarkan Alana melakukan ini semua.
Padahal selama ini Arman terkenal bengis dan kejam terhadap seseorang yang berani melawan bahkan mengkhianatinya.
Namun kenapa sekarang seolah dia membiarkan semuanya. Apakah mungkin ada rencana besar yang sedang dia usahakan. Entah apapun itu hanya Arman yang tahu.
Alana kini kembali ke kamar. Dia melihat Arman yang masih tertidur. Pria itu tampak tertidur dengan begitu damai. Sejenak Alana tertegun melihatnya.
Arman yang selama ini dia takuti karena sikapnya yang begitu kejam entah kenapa akhir-akhir ini berubah menjadi lembut.
Alana merasa curiga apakah Arman sedang merencanakan sesuatu atau memang pria itu mulai luluh.
Namun untuk hatinya sampai saat ini Alana sama sekali tak memiliki perasaan apapun terhadap Arman. Luka yang pernah ditorehkan pria itu cukup membuatnya trauma.
Ingin sekali jika bisa memutar waktu dirinya ingin sekali menghindari pamannya Hendro saat itu karena dialah kunci segala kesengsaraan nya selama ini.
Ah, mengingat Hendro seolah mengorek luka lama yang tertanam didalam pikirannya.
Cepat-cepat Alana menepuk kepalanya agar ingatan itu segera menghilang.
"Alana.." tiba-tiba suara panggilan dari Arman membuyarkan lamunannya.
"I-iya mas.." Alana selalu tergagap saat Arman memanggilnya. Dia selalu takut jika sewaktu-waktu Arman memperlakukannya dengan kejam.
"Buatkan saya makanan. Saya lapar" ucap Arman dengan nada datar.
"Iya Mas.. Mau makan apa?" Alana langsung bersiap.
"Terserah. Sebisa kamu aja asalkan cepet." ujar Arman.
Alana langsung bergegas keluar kamar dan menuju dapur. Tanpa disangka Arman juga mengikutinya. Dia menunggu Alana yang hendak memasak.
...****************...
Andra sampai juga ditempat janjian dengan Miranda. Gara-gara harus membujuk Alana membuat dirinya sedikit telat.
Beruntung suasana hati Miranda sangat baik saat ini jadi dia tak mempedulikan kedatangan Andra yang telat.
"I'm sorry Miranda. Aku sedikit telat, masih ada kendala sebentar tadi." ucap Andra sembari memberikan sebuah buket bunga mawar kepada Miranda.
Miranda yang sudah terpesona dengan Andra hanya bisa mengangguk pelan. Baginya melihat Andra datang saat ini saja sudah membuatnya senang bukan kepalang. Apalagi dia membawa bunga, sudah dipastikan Andra mulai tertarik padanya.
Andra secara khusus sudah menyiapkan dinner spesial ini seolah Miranda adalah wanita spesial.
"Kau terlihat begitu cantik Miranda. Ups, maaf aku tidak berniat merayumu. Tapi sungguh ini keluar begitu saja dari mulutku." ucap Andra.
Miranda semakin dibuat salah tingkah dengan itu. Dia sudah tidak sabar malam ini akan dia habiskan bersama Andra.
Namun angan-angan itu sirna sudah saat seseorang memanggil Andra. Pria itu tiba-tiba datang menghampiri Andra dan Miranda.
"Hai Andra, itukah kau?" ucap Pria itu.
"Hai Dion, iya ini aku. Bagaimana kabarmu. Lama sekali tidak bertemu." ucap Pria itu yang bernama Dion.
Saat Dion menoleh ke samping dia sangat terkejut melihat sosok wanita yang bersama Andra.
"Miranda?"
Miranda yang terkejut hanya bisa diam mematung.
"Kau kenal Miranda juga Dion?" tanya Andra seolah baru tahu.
"Dia ini.. Wanita ini yang sudah membuatku bangkrut. Wanita ini adalah ular. Dia yang menipuku hingga bangkrut Andra" dengan lantang Dion menunjuk miranda hingga semua orang yang berada di restoran itu ikut terkejut.
"Maksudmu? Wanita yang pernah kau ceritakan waktu itu? Yang membawa kabur uangmu saat menjelang hari pernikahanmu?" ucap Andra dengan terkejut.
"Benar sekali. Dialah orangnya Andra." Dion langsung mencengkeram tangan Miranda.
"Le-lepas.. Lepaskan aku." Miranda yang sudah sangat malu tak bisa berbuat banyak.
Andra pun kini menatapnya dengan tajam. Tak ada lagi sorot kelembutan. Dua orang pria di hadapannya seolah sudah bersiap untuk menerkamnya.
"Jadi kau wanita yang sudah menipu sahabatku? Atau kau juga ingin menipuku juga?" Andra berucap dengan tatapan nyalang.
"Ti-tidak Andra, aku sama sekali tidak bermaksud.. Ti-tidak aku tidak akan melakukannya padamu, karena aku menyukaimu." ucap Miranda dengan terbata.
"Ck, kau tahu bahwa aku sangat benci dengan seorang pembohong?" gumam Andra.
Miranda kini hanya bisa tertunduk lemas, bahunya terasa kuyu. Seolah dia maling yang telah tertangkap basah.
Ya, Miranda adalah maling. Dia menyasar pria-pria kaya tak peduli akan status dan usia mereka. Yang terpenting bisa mencukupi kebutuhan dan keinginannya.
"Baiklah, mulai sekarang kita batalkan kontrak kita. Aku paling benci dengan kebohongan. Dan kau tahu sendiri kan berapa penalti yang harus dibayar ketika kontrak ini batal?" hardik Andra.
Miranda kini wajahnya sudah pucat pasi. Dia masih mengingat beberapa pasal yang menerangkan tentang perjanjian kontrak kerja tersebut.
"Sial.. kalau begini aku bisa dihabisi Hendro." gumam Miranda dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments