Benar saja, rupanya Kanya benar-benar memasak makanan kesukaan Gail yaitu sup daging dengan rempah yang membuatnya sangat wangi dan membuat siapapun pasti akan jadi berselera makan saat mengendus aromanya. Gail benar-benar memakan nasi cukup banyak padahal ini adalah malam hari, biasanya Gail tidak akan mau memakan banyak karena dia menganggap makan banyak di malam hari akan membuat tubuhnya tidak sehat.
" Kanya, makanan yang kau masak ternyata benar-benar enak ya? Aku suka sekali! " Ujar Jenette sengaja mengatakan semua itu itu menyindir Rien yang sedari tadi mencolek sedikit pun makanan buatan Kanya. Dia hanya makan salad sayur dan juga sedikit potongan buah untuk mengisi perutnya.
" Sayang, kau tidak coba? Enak sekali loh, aku ambilkan ya? " Ucap Gail.
" Tidak, makan makanan berlemak saat malam hari aku tidak terbiasa. Aku senang tubuhku tidak gemuk, jadi aku tidak perlu memakan makanan lemak yang akan membuat tubuhku jadi seperti babi kan? "
" Hanya sesekali saja tidak akan membuatmu gemuk kan? " Bujuk Gail.
" Tidak, aku tidak mau. "
Ibu mertua menghela nafasnya, melirik sinis kepada Rien yang begitu menantang dengan siapapun.
" Kakak ipar, cobalah sedikit saja, aku yakin Kakak ipar akan suka kok. "
Rien meletakkan garpu yang dia gunakan untuk menyuapkan salad buah ke mulutnya.
" Terimakasih banyak untuk kebaikan mu, Kanya. Terima kasih banyak karena berkat masakanmu aku bisa melihat suamiku makan dengan sangat lahap tidak seperti biasanya. Tapi, aku tidak suka makan makanan yang berat saat malam atau pagi hari, jadi simpan saja makanan itu untuk yang menyukainya oke? "
Rien bangkit dari duduknya, muak sekali rasanya berada di sekeliling orang-orang yang begitu bermuka dua, menyerang menggunakan orang lain dan menggunakan keadaan yang mendukung. Tadinya Rien ingin menemui Ayah mertua lagi, tapi semenjak kemarin Rien ketahuan oleh Ibu mertuanya, dia benar-benar jadi sulit karena Ibu mertuanya seperti terus mengawasi pergerakan Rien jangan sampai masuk ke dalam sana.
" Sayang, kau sedang marah? " Tanya Gail begitu dia masuk ke dalam kamar.
Rien membuang nafasnya, lalu menutup hidungnya karena dia masih bisa mengendus bau daging sapi dari Gail.
" Mandilah sana, kau bau daging sapi! "
Gail tidak mengatakan apapun, tapi dia segera mandi seperti yang di inginkan istrinya.
Melihat air di teko miliknya kosong, Rien tentu saja tidak ingin diam begitu saja, toh kalau malam dia benar-benar sangat membutuhkan air minum. Dengan segera dia berjalan menuju dapur, dan menyebalkan sekali karena harus melihat Kanya di sana tengah memotong buah entah untuk siapa. Tak ingin menghiraukan Kanya, juga tidak menyapanya, Rien mengambil air untuk mengisi teko nya.
" Kakak ipar? Mau buah tidak? " Tanya Kanya entah seperti apa ekspresi itu Rien sama sekali tak melihatnya.
" Tidak, aku kenyang. "
" Ya ampun, padahal Kakak ipar hanya makan sayur dan sedikit buah saja sudah kenyang ya? " Ujar Kanya tapi masih membuat Rien malas untuk menatapnya.
" Aku masuk ke kamar dulu. " Ucap Rien karena apa yang ingin dia lakukan sudah selesai.
" Tunggu, kakak ipar! Aku boleh menitipkan ini untuk Kak Gail tidak? "
Rien terdiam dengan dahi mengeryit, lalu berbalik menatap Kanya yang menyodorkan potongan buah kepadanya. Rien tersenyum tak berdaya, bagaimana bisa dia melakukan itu? Jika saja dia memang orang yang polos, tentu dia tidak akan melakukan hal sejauh ini bukan? Rien menatap Kenya dengan tatapan tak bermakna, menerima piring itu, laku tersenyum.
" Aku mewakili suamiku untuk mengucapkan terimakasih. Karena buah ini sudah di berikan kepada suamiku, maka buah ini juga adalah milikku, maka aku bisa melakukan apa yang ingin aku lakukan kepada buah ini kan? "
Kanya tentu saja bingung apa maksud dari ucapan Rien barusan. Dia masih terdiam di sana, menatap Rien yang juga menatapnya hingga Rien tersenyum tipis, dan memasukkan potongan buah itu ke tepat sampah yang tepat berada di sebelah kaki Rien. Kanya membulatkan matanya dengan begitu terkejut, padahal dia sudah menyiapkan buah itu dengan sepenuh hati, tapi kenapa dengan begitu angkuh dan sombongnya Rien membuang buah itu?
" Jangan melotot seperti itu, Kanya. Milik suamiku artinya adalah milikku. Lain kali jangan melakukan hal yang tidak perlu, jangan melakukan apapun untuk suamiku karena aku tidak menyukainya. Ah, satu lagi. Jangan bersikap seperti istrinya, aku kasihan sekali melihatmu yang seperti ingin menempatkan dirimu sebagai diriku. Kau, apakah kau sama sekali tidak mengasihani dirimu yang terlihat menyedihkan karena apa yang kau lakukan itu? Cobalah untuk melakukan hal lain, jangan merendahkan dirimu sendiri. Ah, tapi kalau kau memang berbakat untuk merendahkan diri, maka aku bisa apa? " Rien tersenyum, menyerahkan piring itu kepada Kanya, lalu berbalik badan dan berjalan menuju ke kamarnya.
Kanya memegang erat piring bekas potongan buah itu hingga bentar, matanya yang tajam menatap Rien benar-benar menunjukan betapa marahnya dia dnegan semua yang sudah Rien lakukan.
Begitu kembali ke kamar, Gail rupanya sudah selesai, bahkan dia juga sudah mulai berbaring di atas tempat tidur. Setelah meletakkan teko kecil miliknya, Rien menyusul untuk tidur tanpa mengatakan apapun.
Besok paginya.
Kanya benar-benar terlihat sangat murung tidak seperti sebelumnya, dia juga tidak terlihat manja lagi dengan Gail membuat semua orang bertanya di dalam hati. Pagi ini dia duduk di sebelah Theo yang dari kemarin tak banyak bicara.
" Kanya, ada apa denganmu? Kau sedang sakit? " Tanya Jenette.
Kanya menggelengkan kepala, dia sebentar melirik menatap Rien membuat semua orang jadi membatin kompak dan menebak pasi Rien mengatakan sesuatu yang membuat Kanya jadi seperti sekarang ini.
" Kau mengatakan apa kepada Kanya, Rien? " Tanya Ibu mertua, yah seperti biasanya, dia akan menatap Rien tidak suka dan kesal setiap waktu.
Rien menghela nafasnya.
" Mengatakan apa? Kenapa tidak tanya Kanya saja? " Rien menatap Kanya dengan tatapan malas, bukankah Kanya sengaja memberikan kode agar semua orang menyalahkannya?
Kanya menangis pelan membuat Rien benar-benar terkejut, tak habis pikir dengan Kanya.
" Maaf, maafkan aku Kakak ipar. Semalam memang aku yang salah karena terlalu memperdulikan Kak Gail, padahal aku juga sudah bilang kalau aku dan kak Gail sudah seperti adik kakak kan? Aku lupa kalau kakak ipar bukanlah orang yang berada di dekat kami lama, kakak ipar tidak mengenalku sebelumnya sehingga kakak ipar jadi salah paham. "
Rien menggigit bibir bawahnya menahan kesal, apalagi saat Ibu mertua, Jenette, bahkan Gail juga melihat ke arahnya seolah bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
" Kalau begitu menjauhlah, Kanya. Kalau saja yang kau perhatikan dengan berlebihan adalah aku, aku yakin sekali Jenette pasti sudah mencekik mu sampai mati. " Ucap Theo.
Ibu mertua tadinya ingin memarahi Rien, sedangkan Jenette ingin juga menyalahkan Rien, tapi ucapan Theo benar-benar membuat kedua orang itu tak bisa berkata-kata.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
suka 😍
2023-03-15
0
Naviah
Semangat thor
lanjut duh yang jadi suaminya Rien aturan Theo aja, dari pada Gail bikin kesel dan emosi, baik sih tapi tidak bisa menghargai, memahami dan mengerti istrinya, istrinya ditindas diperlukan tidak baik malah diem aja🙄😌
2023-03-08
0
Naviah
ibu mertuanya Rien mulai lagi cari gara gara huh pengen tak lakban tuh ibu mertua nya Rien
2023-03-08
0