Dua hari sudah Rien dan Cherel tidak berada di rumah, dan dua hari pula Gail seperti manusia tidak memiliki nyawa begitu berada di rumah. Tentu Gail merindukan anak dan istrinya, dia terlalu terbiasa tidur memeluk istrinya, dia terbiasa mendengar suara tangis, celoteh, juga tawa putrinya. Dia terbiasa sarapan dan makan malam masakan istrinya, dia terbiasa mendengarkan omelan istrinya saat Gail lupa menaruh kaos kaki, jam tangan, dasi, atau apapun. Ternyata tidak ada istri dan anak di rumah benar-benar membuat Gail tidak bisa tidur nyenyak, tidak bisa berhenti berpikir dan khawatir apalagi selama dua hari Rien sama sekali tidak menerima panggilan telepon darinya, atau membalas pesan yang Gail kirimkan. Takut, tentu saja dia takut kalau Rien tidak akan kembali padanya, tapi dia juga takut kalau dia datang ke pada Rien akan membuat Rien marah lagi dan membuat dia jadi ingin lebih lama berada di rumah orang tuanya.
" Harus bagaimana? " Gail menghela nafas, mengusap wajahnya dengan pilu. Perasaan rindu ternyata benar-benar sangat menyiksa sekali.
Sebentar Gail terdiam, bukankah dari pada terus tersiksa rindu, di tambah dia juga tidak mungkin sanggup kalau sampai putrinya lupa dengannya, Gail memutuskan untuk menjemput Rien dan Cherel besok pagi.
Disisi lain.
Rien kini tengah bersama kakak perempuannya yang juga tengah menginap di rumah orang tuanya. Kakak perempuan Rien sudah menikah lebih dari enam tahun sehingga Rien memutuskan untuk sedikit tahu bagiamana pernikahan empat tahun kakaknya berjalan dengan baik.
" Kak, bagaimana Ibu mertua kakak? Apa dia sebaik Ibu kita? " Tanya Rien mencoba untuk menatap kalimat yang keluar dari mulutnya karena dia juga tidak ingin kalau sampai orang lain tahu bagiamana Ibu mertuanya memperlakukan dirinya.
Kakaknya Rien yang bernama Renata menghela nafas dan tersenyum seolah di malas membahas itu.
" Sepertinya dia juga tidak sebaik Ibu kita ya? " Rien tersenyum membuat Renata memukul pelan lengan Rien. Renata sengaja datang ke rumah orang tuanya begitu Rien datang ke sana untuk menginap karena rindu orang tua, juga masakan Ibunya.
" Memang siapa yang bisa menyaingi kebaikan Ibu kita? Ibu mertua, walaupun dia pernah mengatakan jika akan memperlakukan menantunya seperti anak kandung sendiri, mana mungkin akan seperti itu? Mertuaku juga bukan orang yang perhatian, di tambah kakak ipar ku juga suka sekali ikut campur saat dia tahu aku dan suami sedang cekcok. Aku sama sekali tidak memiliki pendukung di rumah itu. "
Rien mengeryit dengan tatapan sedih. Ternyata nasib kakaknya juga gak jauh darinya, hanya saja Rien merasa Ibu mertuanya pastilah jauh lebih tidak berhati di banding Ibu mertua kakaknya.
" Kak, kenapa kakak masih bertahan di sana kalau memang kakak menderita? "
Renata menatap Rien dan tersenyum padanya.
" Aku tidak melulu menderita, Rien. Aku bahagia karena Willy, putraku itu memberikan kekuatan padaku melalui senyumnya. Suamiku juga seperti itu, meskipun aku tahu dia sering tidak berdaya, tapi dia mencintaiku, dia menyayangi ku, dia ingin mempertahankan pernikahan ini sama seperti yang aku inginkan. Awalnya terasa begitu sulit, aku menangis setiap hari bahkan hanya dengan melihat tatapan tak suka iparku saat suamiku memerlukan perhiasan baru. Tapi seiring berjalannya waktu, aku jadi berpikir seperti ini, mertuaku, iparku, mereka siapa memangnya? Aku hanya perlu berani mengahadapi mereka. Kau tidak pernah membantah apapun yang di katakan Ibu mertuaku, aku memilih diam, bukan karena aku tidak merasakan sakitnya atau aku takut. Tapi, itu adalah caraku bertarung di sana, aku harus menang, aku menunjukan kepada mereka bahwa mustahil membuatku merasa sedih lagi. "
Rien terdiam sebentar. Sekarang dia benar-benar berpikir keras apakah iya dia harus menceritakan sedetail mungkin bagaimana situasi dirinya seperti kakaknya barusan.
" Kau juga seperti itu, Rien? "
" Ha? "
" Aku tahu kau tidak datang kenari hanya karena rindu kan? Kau memiliki masalah? "
Rien mengangguk.
Renata menghela nafas, menepuk pelan punggung adiknya.
" Aku tahu menjadi seorang istri, seorang Ibu, seorang menantu bukalah hal yang mudah, Rien. Tapi percayalah padaku sekali ini, Rien. Bertarunglah, tunjukan kepada mereka bahwa kau tida mudah di tindas, bertarung lah sampai kau merasa puas. "
Rien tersenyum, lalu mengangguk.
Ibu mertua, bukankah selama ini dia suka sekali mengadukan Rien kepada Gail setiap kali mereka cekcok? Bukankah tujuan Ibu mertuanya adalah membuat Rien dan juga Gail terus bertengkar?
Besok paginya.
Rien terdiam tak bicara melihat Gail yang datang ke rumah orang tuanya. Seperti biasa, Gail akan menyapa orang tua Rien dan mengobrol dengan ramah, ini adalah salah satu yang membuat orang tua Rien setuju tentang pernikahan mereka. Kedua orang tua Rien menilai Gail adalah pria yang bertanggung jawab, hangat, dan juga lemah lembut, yah semua itu di nilai dari cara bicara, dan bersikap oleh kedua orang tua Rien.
Gail memang begitu, tapi Ibunya? Dia benar-benar mirip seperti penyihir jahat yang terus memikirkan bagaimana menjahati orang lain, dan tidak ada hentinya bersiasat memikirkan cara-cara licik.
" Hampir saja kami berpikir kalau kalian sedang bertengkar, ini sudah tiga hari juga kan? Maaf ya kami terlalu menduga-duga seperti ini. " Ujar Ibunya Rien mewakili benar apa yang dia takutkan.
Gail memaksakan senyumnya melihat Rien sebentar, tapi sayangnya Rien sama sekali tak pernah melihat ke arahnya sedari tadi dia datang. Bahkan saat Gail datang dan langsung mencium keningnya, juga mengambil Cherel dari gendongan Rien, Rien masih tak melihatnya sama sekali.
" Maaf membuat Ayah dan Ibu khawatir. " Ujar Gail, jelas dia tidak bisa juga menceritakan yang sebenarnya. Tapi dari sinilah dia tahu benar bahwa Rien sama sekali tak menceritakan tentang Ibunya kepada orang tua Rien.
" Ya sudah, kami tinggal dulu tidak apa-apa kan? Kami harus menjenguk teman kami yang masuk rumah sakit semalam. "
" Tidak apa-apa, Bu. Aku juga harus segera ke kantor jadi tidak bisa lama-lama disini. "
Setelah kepergian orang tua Rien.
Gail terdiam sebentar menatap Rien yang kini terus menatap ke arah putrinya yang sedang menyusu padanya. Gail bangkit dan berjalan mendekati Rien, duduk di sebelah Rien dan memeluknya.
" Sudah ya, kita pulang sekarang ya? "
Rien tak menjawab.
" Sayang, aku tidak bisa kalau tidak ada kalian di rumah. "
" Tidak, kau bisa. Kau hanya tidak bisa kalau tidak ada Ibumu. " Jawab Rien dengan dingin.
Gail mengangguk. Iya, bisa apa dia selain mengangguk? Menjawab salah, bahkan diam pun juga salah.
" Kita pulang ya? "
" Aku masih belum siap mendengar mulut Ibumu yang begitu hebat menyakiti hatiku. "
Gail mengeratkan pelukannya.
" Mari kita bicarakan ini di rumah nanti ya? Pulang bekerja aku akan langsung cepat pulang untuk membicarakan ini. Tapi aku ingin memberitahu padamu bahwa aku sudah dapat pembantu rumah tangga untuk kita. "
" Sepertinya dia juga tidak akan bertahan lama, kau tahu bagaimana menyakitkannya ucapan Ibumu kan? " Tanya Rien membuat Gail langsung terdiam.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
🥀
bener bener mulut nya itu jelmaan iblis ya, astaghfirullah jadi dosa mak.. pengen bgt rasanya buat sambel mau nyambeli bibir pedas itu. biar semakin pedas nyelekit 🏃♀️🏃♀️
2023-04-12
0
Windi
jangan playing victim rein merasa terszolimi padahal itu pilihan mu sendiri , dasar aja kamu gatel g di belai dua hari sama suami mudah luluh
2023-03-09
0
Naviah
duh mulut ibu mertuanya Rien bener bener sampai pembantu aja enggak tahan dan betah kerja
2023-03-06
0