Setelah hari itu Rien benar-benar semakin penasaran benar kenapa Ayah mertuanya terus saja di kurung di dalam kamar, pernah sih dulu dia menanyakan masalah ini kepada Gail, dan Gail mengatakan jika dulu Ayahnya sempat depresi patah, di tambah dia terkena stroke jadi kalau di bawa keluar takut akan jatuh saat dia terus memberontak. Ibunya meminta Gail membuatkan Ayahnya berada di dalam kamar selama ini untuk menjaga kesehatan Ayahnya, bahkan untuk makanan, obat juga Ibunya yang menyiapkan.
Mungkin memang pada akhirnya dia akan semakin bersitegang dengan Ibu mertuanya, tapi Rien benar-benar tidak tahan dengan semua rasa penasaran yang mengganjal di hatinya.
" Sayang? " Gail meraih dagu Rien membuat mereka saling menatap dan Gail mengecup bibir Rien sebentar.
" Bangun tidur begini sudah melamun, apa yang kau pikirkan? "
Rien memaksakan bibirnya untuk tersenyum, lalu memeluk Gail. Ternyata mengikuti ucapan kakaknya benar-benar membuat hati Rien lebih ringan dan peka untuk merasakan kebahagiaan. Selama Gail masih memiliki perasaan yang sama dengannya, bukankah dia bisa bahagia dengan itu?
" Tidak ada, aku sedang berpikir akan masak apa pagi ini? "
Gail mencium kening Rien, mengeratkan pelukan mereka untuk menghangatkan tubuh mereka berdua.
" Kan sudah ada pembantu, biarkan saja dia yang masak. "
" Kau sudah biasa sarapan dengan masakan ku kan? Aku takut nanti tidak sesuai seleranya jadi aku akan masak dan memberitahu dia bagaimana selera suami tercintaku ini. "
Gail tersenyum bahagia, Rien, dia kembali seperti dulu, Rien kembali seperti sebelumnya tentu saja dia menyukai Rien yang seperti ini.
" Aku ke dapur dulu ya? " Rien mulai mengendurkan pelukannya, tapi Gail justru membuatnya terkunci dengan tubuhnya.
" Ini baru jam lima, kenapa buru-buru? "
" Ka kalau cepat selesai kan juga lebih bagus? "
Gail tersenyum, lalu tanpa aba-aba langsung mencium bibir Rien untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan.
Beberapa saat kemudian.
Rien segera berjalan ke dapur untuk membantu pembantu baru yang pasti masih kebingungan, sedangkan Gail kini tengah menjaga Cherel sampai Rien selesai masak, kalau dia bisa bersiap untuk ke kantor.
Benar saja, pembantu baru yang usianya tidak jauh darinya agak kebingungan harus bagiamana menentukan rasa makanan karena kalau seleranya belum tentu sama bukan?
" Ah, Nyonya Rien? Maaf sekali karena jam segini saya belum selesai, saya takut rasanya tidak sesuai. "
Rien tersenyum, lalu mengangguk paham.
" Tenang saja, buat aku yang masak, kau potong-potong saja sayuran dan juga siapkan untuk lauknya. "
" Baik. "
Setelah semuanya selesai, Rien segera kembali ke kamar untuk bergantian menjaga Cherel karena Gail harus bersiap dulu sebelum sarapan nanti.
Setelah sarapan pagi selesai, Gail dan Theo barulah berangkat ke kantor.
Melihat Ibu mertuanya yang sedang sibuk bicara dengan telepon di taman samping rumah, Rien diam-diam datang kembali ke kamar Ayah mertuanya. Rien diam-diam menyuapkan makanan untuk ke Ayahnya, makanan yang dia masak sendiri tentunya. Ayah mertua Rien benar-benar banyak makan membuat Rien merasa sedih karena sepertinya dia kelaparan.
" Ayah, sudah minum obat belum? Aku siapkan obatnya kan? "
Ayah mertua membuatkan matanya, dia mencoba untuk menggelengkan kepada Dan mimiknya seperti ketakutan.
" Ayah? Ada apa? "
Dengan suara yang tidak jelas Ayah mertua mengerakkan matanya, ke arah bawah meja membuat Rien mengikuti arah tatapan mata Ayah mertuanya. Ternyata ada beberapa butir obat yang ada di bawah sana.
" Obat itu, kenapa ada di bawah sana? "
Ayah mertua ingin bicara, tapi suaranya benar-benar tidak bisa keluar dengan lancar. Tapi dari tatapan matanya, cara dia bereaksi sepertinya Ayah mertua ketakutan dengan obat itu.
" Ayah, Ayah sengaja membuang obat itu? "
Ayah mertua mengangguk.
" Ayah mencurigai obat itu? "
Ayah mengangguk hingga matanya meneteskan air mata. Melihat bagaimana Ayah mertuanya bereaksi dengan segera dia memunguti pil itu lalu segera mengantonginya. Iya, dia tidak ingin Ibu mertuanya melihat jika Ayahnya tidak meminum obat itu.
" Kenapa kau kesini lagi?! "
Rien tersentak, dia berbalik badan menatap Ibu mertuanya yang kini terlihat sangat marah.
" Aku, aku hanya penasaran bagiamana keadaan Ayah mertua. " Ucap Rien.
Ibu mertua menatap suaminya dengan tatapan dingin, lalu kembali menatap Rien.
" Keluar! Kalau sampai aku melihatmu berada di sini lagi, jangan salahkan aku memberikan pelajaran menyakitkan untukmu. "
Rien dengan segera menjalankan kakinya, dia memilih pergi tentunya tapi dia tetap akan datang lagi nanti untuk memastikan benar bagiamana keadaan Ayah mertua yang sebenarnya, kenapa dia tidak meminum obat itu, dan kenapa reaksi Ibu mertuanya begitu berlebihan.
Begitu sampai di dalam kamarnya, Rien tadinya ingin membuang obat itu, tapi sebentar dia berpikir kalau menyimpan obat itu karena siapa tahu dia akan membutuhkannya nanti.
Malam harinya.
Setelah Gail dan Theo kembali, juga sudah membersihkan diri mereka, kini mereka telah berada di meja makan dan hanya tinggal menunggu kedatangan Jenette saja.
" Rien! " Panggil Jenette begutu keras suaranya, lalu dia berjalan mendekat dengan langkah yang terlihat begitu sulit membuat semua orang mengeryit bingung. Theo yang melihat istrinya kesulitan jalan tentu saja dengan segera berjalan mendekati Jenette dan membantunya untuk berjalan.
" Rien, makanan apa yang kau masak pagi tadi?! Setelah makan makanan yang kau masak, kakiku langsung bengkak seperti ini! Kau sengaja kan?! Kau sengaja melakukan ini, iya kan? kau itu denganku, kau membenciku, iya kan?! " Jenette berucap dengan mata yang begitu marah tidak perduli betapa sulitnya dia berjalan ke meja makan.
" Kau ini bicara apa sih, Jenette? " Theo sedikit kesal karena Jenette memang benar-benar selalu suka mencari masalah dengan kakak iparnya itu.
" Lihat! Lihat, sayang! Gara-gara makanan Rien kakiku sangat bengkak! Aku takut, aku sampai susah berjalan. " Jenette menangis cukup kuat membuat Ibu mertua kesal dan menatap Rien dengan marah.
" Kakimu bengkak artinya peredaran darahmu tidak lancar, Jenette. Sudah pernah aku beri tahu kan kalau orang yang hamil besar sepertimu harus banyak berjalan, bergerak, lalu apa yang kau lakukan seharian? Makan, minum, camilan, main ponsel, apa lagi? Tidak ada bukan? Bahkan posisi tidurmu juga seenaknya, sekarang kakimu bengkak kau menyalahkanku? Salahkan dirimu sendiri yang keras kepala, egois bahkan kepada anak mu sendiri. "
" Rien! Berani sekali kau bicara seperti itu?! Dia sedang hamil dan sudah seharusnya kita tidak membuat moodnya buruk! " Ucap Ibu mertua dengan matanya yang membelalak tajam terarah kepada Rien.
" Sudahlah! Apa yang di katakan kakak ipar memang benar, dari pada menyalahkan orang sembarangan, lebih baik pergi ke dokter dan tanyakan apa sebabnya. " Ujar Theo kesal sendiri melihat pertengkaran yang tidak ada habisnya.
" Sayang, kita masuk saja ke kamar ya? " Ajak Gail yang tidak ingin lagi ada keributan yang berkepanjangan.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Della Eriana
semangat berkarya ya Thor
2023-03-07
0
Della Eriana
lanjut
2023-03-07
0
rosediana
👍👍👍👍
2023-03-07
0