Amelia mengerjapkan matanya dan kemudian secara perlahan ia membuka matanya. Wanita itu menutupnya kembali ketika merasakan sinar matahari sangat menusuk indra penglihatannya sampai membuat kepalanya terasa sakit. Mungkin ini akibat ia baru membuka mata setelah cukup lama tak sadarkan diri. Wanita itu mendesah panjang dan lalu kemudian membuka matanya kembali.
Ia tertegun karena baru menyadari jika saat ini ia berada di dalam suatu ruangan serba putih. Amelia menatap ke arah pakaiannya yang mengenakan baju pasien rumah sakit dan juga tengah diinfus. Amelia langsung berpikir, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, perasaannya ia baik-baik saja saat pulang dari bukit itu. Namun Amelia teringat, bahwa ia telah melupakan sesuatu. Mungkinkah ia jatuh pingsan saat itu? Oh Tuhan ada apa lagi dengannya.
Amelia menarik napas panjang dan hendak merebahkan tubuhnya kembali. Akan tetapi, Amelia merasakan sakit di kepalanya. Wanita itu memegang kepalanya sambil melenguh kesakitan.
Fauzan dan Raihan yang baru saja datang mendengar ada suara dari arah ruangan tersebut dengan cepat menghampiri Amelia dan melihat keadaan wanita itu.
Mereka memeluk tubuh Amelia dan kemudian mengurut kepala Amelia pelan agar tak merasa sakit lagi.
"Tenanglah, ini tidak akan sakit lagi. Lo pasti akan baik-baik saja, jangan menangis lagi."
Amelia sontak menahan pergerakan Fauzan yang mengurut kepalanya. Ia menatap ke arah dua pria itu dengan tatapan yang cukup serius.
"Katakan kepadaku, apa yang sebenarnya terjadi pada saat pulang?"
"Lo jatuh pingsan."
"Apa yang membuatku jatuh pingsan?"
Raihan dan Fauzan saling menatap. Mereka sedang melakukan diskusi dari lirikan mata. Tentu saja Amelia benar-benar merasa aneh dengan tingkah keduanya.
"Jangan ada sembunyikan apapun dari gue. Karena gue nggak akan pernah maafin kalian."
Raihan menarik napas dan lalu kemudian ia memandang ke arah Amelia dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang. Senyuman yang diberikan oleh pria itu sedikit membuatnya lebih tenang.
"Lo baik-baik saja Amelia. Hanya saja ada berita buruk buat lo. Lo terkena kanker stadium 1."
Amelia ternganga mendengar penyakitnya itu. Ia cukup takut dengan kanker, apalagi penyebarannya yang sangat ganas membuat Amalia langsung membentuk tubuhnya. Wanita itu tak pernah berpikir bahwa dirinya akan terkena kanker.
"Jadi bagaimana? Apa yang harus aku lakukan?"
"Kau akan dioperasi, mungkin akan secepatnya sebelum kanker mu semakin parah."
Amelia menundukkan kepalanya. Lagi-lagi wanita itu menangis. Dia sudah lelah dengan hidupnya yang tidak memiliki keberuntungan sama sekali. Keluarganya hancur dan saat ini ia terkena kanker.
"Apakah gue bisa bersama kalian lagi nanti?"
"Tentu saja karena kita akan selalu bersama selamanya. Guru Nggak akan pernah ninggalin lo. Apalagi saat ini sedang sakit, kami harus memberikan dukungan kepada lo."
Amelia lagi-lagi tapi bisa membendung air matanya. Karena mereka selalu tulus saat memberikan kebahagiaan kepada dirinya.
Amelia memeluk keduanya sebagai bentuk rasa terima kasih karena tidak meninggalkan dirinya seorang diri. Ia pasti tidak akan pernah melupakan jasa keduanya sampai kapan pun.
Amelia menarik nafas panjang dan lalu kemudian melepaskan pelukannya pada keduanya. Mereka mengusap air matanya.
"Bagaimana dengan orang tua ku?"
"Tenang saja. Mereka sudah mengetahuinya, mereka juga setuju bakal dilakukan operasi. Tidak usah memikirkan biaya, kami berdua siap menjadi donatur."
Amelia memandang tak percaya. Jika benar begitu itu artinya ia selalu merepotkan kedua temannya.
"Aku akan membayarnya nanti."
Raihan dan Fauzan menggelengkan kepalanya. "Kami tidak mau menerimanya."
__________
TBC
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA YANG SUDAH MEMBACA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments