B4
Indira sangat menyadari kalau harapan itu hampa. Jalan satu-satunya agar mereka bisa bersama hanyalah dengan kawin lari. Dikta harus membawa Indira pergi jauh sejauh jauh nya.
"Kakak akan berusaha Indira! Kakak pasti bisa-“ belum usai perkataan Dikta, Indira berdiri menepis kedua tangan Dikta.
"Kamu gak ngerti ibu ku atau apa sih kak?" tegas Indira sampai berdiri.
Dikta yang melihat Indira berdiri, akhir nya reflek ikut berdiri. Dengan lembut Dikta menyapu lagi air bening yang tak henti bergulir di pipi Indira.
"Indira, dengarkan kakak dulu. Kakak yakin kakak bisa penuhi keinginan ibu mu. Ibu mu mau puluhan juta kan? Akan kakak cari kan.” Seru Dikta sambil menyeka air mata Indira.
“Sampai kapan kak?? Sampai kapan?? Itu puluhan juta kak! Apa kita harus tunggu puluhan tahun pula??!!” ujar Indira mulai kesal.
“Indira dengarkan kakak dulu.” Tahan Dikta.
"Tidak! Kakak yang harus dengarkan Indira. Kita kawin lari saja. Tidak perlu pikirkan ibu ku! Keluarga ku! Aku hanya butuh kamu kak!?"
"Indira, masalah ini tidak semudah itu! Tinggal angkut barang- barang lalu kabur!!! Apa salahnya kalau kita coba dulu, ya? Kita bicara sama ibu dan bapak. Mana tahu hati mereka melunak dan mau merestui kita" bujuk Dikta.
“Kamu mimpi kak!” Indira kembali menepis tangan Dikta yang berusaha meyakinkan dan menenangkan Indira.
Dikta tahu cinta Indira pada nya sangat besar, tapi diri nya saat ini memang tidak memegang kuasa apapun.
Satu- satu nya hal yang bisa Dikta lakuan saat ini adalah menarik tengkuk Indira dan menenggelam kann wajah Indira di dada bidang nya. Di pejamkan nya mata nya mendengar suara sesegukan sang pujaan hati.
“By, kamu percaya dengan takdir gak?? Kamu percaya kalau kita memang di takdirkan untuk bersama maka serumit apapun masalah yang merintangi jalan nya cinta kita, pasti cinta akan menemukan jalan nya untuk bersatu. Kamu percaya dengan hal itu kan sayang?” ucap Dikta menenangkan isak tangis Indira.
Pelan tapi pasti, anggukan Indira terasa dalam dekapan Dikta. Uang puluhan juta tentu nya bukan lah jumlah yang sedikit bagi diri nya saat ini.
Mau Dikta cari kemana uang sebanyak itu. Gaji nya saja sebagai koki lepas hanya cukup untuk makan dan bayar kos-kosan.
Itu saja Indira masih sering membantu Dikta membayar ini dan itu dengan gaji Indira sehingga cukup meringankan hidup Dikta yang hidup sebatang kara.
Dengan cinta, mereka yakin mampu menciptakan sebuah keluarga kecil yang bahagia. Namun sayang nya rintangan yang datang menerjang mereka terlalu besar untuk di hadapi oleh sebuah kata cinta.
Indira dan Dikta sedang berpelukan saat Bang Ridwan mendorong pintu dapur cafe. Pemuda yang hanya tua tiga tahun dari Dikta itu hanya bisa geleng- geleng kepala saja melihat dua sejoli ini saling berpelukan di dalam ruangan itu.
Selama hanya sebatas pelukan maka Bang Ridwan tidak akan melarang tapi kalau sudah lebih dari itu maka dia pasti akan mengambil tindakan.
Dalam pikiran bang Ridwan, dia pun pernah muda- ya walaupun sebenar nya dia masih muda, hitungannya- tapi karena bang Ridwan telah memiliki seorang istri maka dia pasti paham dengan apa yang di rasa kan oleh dua sejoli ini. Apalagi bang Ridwan tahu hubungan Indira dan Dikta ini backstreet- istilah anak sekarang.
"Ups! Maaf! Abang ganggu sebentar. Tapi sudah waktu nya kalian memasak. Pelukan teletubis nya di sambung nanti saja," ucap Bang Ridwan sambil bergurau.
"Eh, tamu nya udah mesan bang?” tanya Indira malu- malu, gelagapan sambil menghapus tangisnya.
“Sudah! Ini pesanan nya. Kamu yang handle dulu ya Indira. Abang ada hal penting yang harus abang omongin sama Dikta .” Ujar Bang Ridwan pada Indira.
"Dik, abang mau bicara sama kamu sebentar di ruangan abang di atas. Kamu ikut sama abang ya! Biar Indira yang masak lebih dulu." kata Bang Ridwan pada Dikta.
Indira pun hendak menuju kulkas, tapi saat kaki nya baru melangkah satu langkah Dikta menarik lembut tangan Indira dan mengecup keninng Indira penuh cinta...
“Kamu tenang saja. Kita pasti akan menemukan solusi nya.”
Indira mengangguk memberi tanda setuju pada Dikta lalu pergi mencari bahan – bahan menu yang dipesan.
"Apa ada masalah bang?” Tanya Dikta pada bang Ridwan, tapi bang Ridwan tidak menjawab dan pergi menuju ke ruangan nya di mana dia katakan akan bicara dengan Dikta tadi.
Sesampai nya di ruangan bang Ridwan.
“Bang? Ada apa?” tanya Dikta to the point ketika mereka sudah sampai di ruangan bang Ridwan dan tidak ada orang lain disana kecuali mereka berdua.
“Ada masalah di rumah Dik! Bang Anggara dan kak Silvia sudah gila.” Ujar bang Ridwan sambil menghela nafas.
“Maksud abang gimana?? Bang Anggara dan kak Silvia kenapa??” tanya Dikta tidak paham duduk permasalahan nya.
Bang Ridwan menarik nafas dalam dan panjang baru setelah itu dia menjawab pertanyaan Dikta.
“Abang mu dan kakak mu itu akan ke kota ini untuk menemui keluarga seorang gadis yang hendak mereka jadikan sebagai wanita yang akan mengandung anak bang Anggara.”
Sebuah helaan nafas panjang dan dalam terdengar setelah bang Ridwan selesai dengan kata- kata nya.
“Maksud abang, bang Anggara mau menikah lagi?” Kejar Dikta cepat.
“Ya, dia mau menikah lagi dengan maksud menjadi kan gadis itu hanya sebagai tempat di menanam benih nya. Karena rahim kak Silvia sudah diangkat bulan lalu. Dengan demikian maka sudah dapat di pastikan kalau Silvia tidak dapat mengandung lagi, Dikta. Masalah ini sangat heboh dalam keluarga kita. Kamu karena tidak pernah mau pulang ke rumah lagi jadi tidak tahu seperti apa kehebohan yang tercipta. Pokok nya heboh!” Seru Bang Ridwan.
“Aku memang tidak akan pernah kembali ke rumah itu lagi bang. Bagi ku itu bukan rumah ku. Itu hanya lah rumah nya bang Anggara saja. Putra tuan Hermawan Sucipto itu hanya lah Anggara Sucipto. Aku Dikta Sucipto bukan lah putra nya.” Ucap Dikta sambil menahan rasa sakit yang kembali muncul padahal peristiwa menyakitkan itu sudah lima tahun lama nya berlalu.
“Mau sampai kapan seperti ini Dikta??" Tanya bang Ridwan pada Dikta. Sebagai sepupu Dikta, bang Ridwan sebenarnya tidak sampai hati melihat Dikta terus- terusan menganggap keluarga sebagai musuh. Tapi apa yang terjadi lima tahun lalu juga dapat bang Ridwan pahami. Andaikan bang Ridwan berada di posisi Dikta, maka bang Ridwan pun sudah pasti akan melakukan hal yang sama dengan Dikta, yakni pergi dari rumah.
"Bang! Please! Kita gak usah bahas perkata yang sudah lama berlalu. Aku sudah memaafkan semua nya bang?" jawab Dikta dengan pandangan kosong ke arah aquarium yang ada di dalam ruangan bang Ridwan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
✍️⃞⃟𝑹𝑨🤎ᴹᴿˢ᭄мαмι.Ɱυɳιαɾ HIAT
waduh jangan jangan indira perempuan nya🤔🤔🤔
2023-06-12
1
Jenny Wijaya
Indira sama bang Anggara 🙄🤔
2023-02-23
2
꧁🦋⃟⃟ ˢⁿ᭄𝔎𝔄𝔉𝔎𝔄𝔎꧂
jan bilang perempuan nya itu Indira
2023-02-23
2