Empat hari sejak Rio bermasalah pada tuduhannya atas penganiayaan terhadap peneror dirinya, Rio sudah melakukan aktivitas seperti biasa.
Rio Dewantara yang seorang siswa SMA yang sangat pandai di sekolahnya. Dia memiliki dua sahabat yang selalu bersamanya, Rian dan Rendy. Keduanya juga pandai dan sering kali mereka belajar bersama di rumah Rio, meski Rian terkadang menjadi paling menyebalkan.
Suatu hari, Rio dan sahabatnya sedang belajar matematika bersama di rumah Rio ketika kekasih Rio, Liora datang berkunjung. Ini adalah hari yang biasa setelah begitu banyaknya masalah yang terjadi.
“Hey, guys. Apa kabar?” sapa Liora dengan senyum manisnya.
“Hey, Liora. Kau datang tepat waktu. Kami sedang mempelajari persamaan kuadrat,” jawab Rio.
“Ah, persamaan kuadrat? Aku selalu kesulitan dengan itu,” kata Liora sambil duduk di sebelah Rio.
“Tenang saja, Liora. Kami akan membantumu,” kata Rian sambil merangkul Rendy. “Yekan, Rendy?” lanjut Rian.
Rendy memalingkan wajahnya dan berkata, “Kami yang bantu, jelas kami, aku dan Rio! Kau saja sama sekali tidak mengerti dengan materi itu,” ungkap Rendy.
“A–Ah, yaa … Gitu deh.” Rian hanya bisa menggaruk pipinya dengan kikuk.
Rio dan Rendy kemudian menjelaskan tentang persamaan kuadrat dengan detail kepada Liora, Rian juga pun dijelaskan kembali karena sangat kurang pada bagian itu. Mereka berdiskusi dan membahas contoh-contoh soal, sehingga Liora dan Rian pun akhirnya memahami konsep tersebut.
“Terima kasih banyak, kalian sangat membantuku,” kata Liora.
"Tidak masalah, Liora. Kami selalu siap membantumu kapan saja," jawab Rendy. “Tidak kayak Rian yang tau nya cuma mengganggu!” lanjutnya dengan nada sindiran.
“Hey, Ren! Bisa tidak kau nggak usah sindir aku terus?!” pekik Rian yang begitu kesal.
“Hahaha! Kenyataannya mah gitu,” jawab Rendy.
Mencoba tak memedulikan antara Rian dan Rendy, Rio lebih fokus kepada Liora.
“Kita bersama mencari jalan keluar, Liora. Jangan sungkan-sungkan untuk meminta bantuan pada Rendy ataupun aku,” tambah Rio.
Liora tersenyum dan merasa beruntung memiliki kekasih dan teman-teman yang selalu mendukungnya dalam belajar. Mereka kemudian melanjutkan belajar bersama, dan Liora merasa semakin percaya diri dalam mempelajari matematika bersama mereka.
“Kalian tahu, kalian bukan hanya teman baik atau kekasih yang peka, tapi juga guru terbaik yang pernah aku punya,” kata Liora dengan senyum bahagianya.
Semua orang tersenyum bahagia mendengar pujian Liora. Mereka tahu bahwa persahabatan mereka adalah yang terbaik, dan saling membantu dalam belajar adalah bagian dari itu.
Rian sendiri masih mendengus kesal, mood nya menjadi sangat jelek akibat Rendy yang selalu memancingnya, hanya saja, persahabatan di antara mereka tak akan pernah memecah belah hubungan itu meski berkelahi hingga dunia terbelah sekali pun.
“Oh, iya, gimana masalah sistemmu, Rio?” tanya Rendy yang tak memedulikan celotehan dari Rian.
Berhenti sendiri, Rian juga segera menyimak apa yang ingin Rio jelaskan. Liora juga menutup bukunya dan fokus kepada Rio.
“Emm … Masalah sistem, nantilah, dia lagi diam,” jawab Rio dengan tatapan yang entah ke mana.
“Oh, oke, terserah sih, aku tidak memaksa,” ucap Rian sambil segera berdiri.
Ketiganya pun pamit undur diri karena hari sudah semakin malam, apa lagi besok adalah hari yang tentunya akan sibuk, hari Senin yang sangat banyak dibenci oleh murid-murid di sekolah.
***
Pagi yang cerah, tetapi tak secerah murid-murid yang datang harus secepat mungkin karena upacara setiap hari Senin akan segera dimulai.
Upacara dimulai, semua murid begitu khidmat dalam menjalani upacara bendera, ketika bendera dikibarkan, lagu kebangsaan dinyanyikan, semuanya hening dan hanya paduan suaralah yang berkumandang.
Selepas upacara bendera, semua murid memasuki kelas, sementara itu Rio, Rian dan juga Liora memasuki kelas secara bersamaan, Rendy langsung menuju ke kelas sebelah.
Pembelajaran dimulai, Pak Doni yang merangkap beberapa pelajaran memasuki kelas ketika semua murid telah benar-benar memasuki tanpa satu pun berada di luar.
Pak Doni yang mengajarkan matematika menatap sinis ke arah Rio, entah mengapa Rio menganggap itu karena dirinya sempat salah dalam menjawab soal yang dilontarkan Pak Doni.
“Agak … Aneh,” gumam Rio.
“Ya, Pak Doni sejak upacara dia agak pendiam, biasanya dia yang paling teriak-teriak atur barisan,” tambah Rian dengan berbisik ke arah Rio.
Rio pun hanya bisa termenung hingga tiba-tiba sebuah penghapus papan terbang mengikis di sisi kanan wajahnya. Jantung pun berdetak kencang, perasaan ngeri muncul dalam sekejap.
“Kenapa itu? Diam jika dalam pembelajaran saya!” pekik Pak Doni.
Rio hanya bisa menenggak ludahnya dengan kasar, bulir keringat bermunculan di dahinya.
“Ma–Maaf, Pak!” seru Rio dengan sangat tulus.
“Bagus, jangan diulangi lagi, ya sudah, saya mau ke toilet sebentar!” Pak Doni pun meninggalkan ruangan kelas.
Dalam sekejap, seisi kelas langsung bergemuruh, mereka saling melemparkan pertanyaan karena soal yang diberikan Pak Doni sungguh di luar nalar kesulitannya.
“Persamaan kuadrat apa itu?!! Woy, bantuin, anak cerdas mana!”
“Jangan tanya aku, itu, Rio!”
“Aku … Juga tidak paham, persamaan kuadrat macam apa ini, terlalu sulit,” ungkap Rio sambil mengangkat tangan.
“Eh! Amara, aku ke toilet bentar.” Rio berdiri dan meminta izin kepada ketua kelas Amara.
Rio pun langsung menuju ke toilet terdekat, saat membuka pintunya, di depan cermin wastafel, Pak Doni sedang berlumuran darah dan menatap Rio dengan senyuman mengerikannya.
“Ah! Pa–Pak Doni!”
Secara refleks, Rio yang seharusnya membuka pintu kamar mandi malah menutupnya, kepanikan melanda, dan segera mendatangi Pak Doni yang sudah terbaring berlumuran darah.
“Ambil … Ini,” lirih Pak Doni yang langsung melempar sebuah pisau kepada Rio.
“A–Apa ini, Pak?! Pisau? Kenapa … Apa Bapak–”
“Diam kau, anak kurang ajar, saya … Hanya ingin … Tidur … Sebentar … Terima … hukuman itu,” ucap Pak Doni yang terbata-bata dan semakin pelan.
Rio merasa sangat terkejut dan panik ketika melihat Pak Doni sudah tak bernyawa di lantai kamar mandi dengan dirinya yang memegang pisau.
Dari dalam luar kamar mandi, seorang murid laki-laki membuka pintu hingga mengejutkan Rio yang saat ini masih mencoba mencerna semuanya.
Ini terlalu cepat, perlu mencerna apa yang terjadi dengan otaknya. Sementara itu, dengan perasaan terkejut, para murid langsung segera berteriak dan koridor gedung itu pun menjadi ramai.
Rio hanya bisa berdiri terdiam, otaknya mengalami kerusakan mental, untuk sekian kalinya melihat orang yang dikenalnya tewas di depannya.
“Apa yang kau lakukan, anak muda?!! Sini, jangan bergerak!”
Satpam dan para guru yang melihat Rio pun segera membawanya keluar gedung, bahkan satpam langsung menghubungi kepolisian dengan segera.
“Kau membunuh gurumu!” pekik seorang guru yang langsung menampar Rio.
“Bu–Bukan saya, Pak!” jawab Rio mencoba membela diri.
“Tidak usah berbohong, jelas-jelas alat itu ada di tanganmu! Lebih baik kau mengaku di kantor polisi!” seru guru yang lainnya.
Kejadian itu membuat seisi sekolah heboh, Rio pun diadili oleh sebanyak 1.200 lebih siswa dan siswi serta para guru.
Dengan tanpa perlawanan, Rio digiring ke dalam mobil polisi dengan tangan diborgol, entah apa yang terjadi, Rio hanya bisa terdiam dengan semua yang terjadi.
“Rio … Kenapa kamu?” gumam Liora menangisi kepergian Rio ke kantor kepolisian.
“Rio tidak bakalan seperti itu, aku yakin dia dijebak! Sepertinya apa yang dia hadapi terlalu besar hingga tidak mau melibatkan kita!” jelas Rian mencoba menebak apa yang terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Muhammad Ali Pitopang
crta y gak jls, ap guna system kekayaan klu hadiah cuma sdkit dan MC y saja otak masih bodoh....
2023-03-06
1
Sergi Kiruners
cerita ga jelas kaya ga punya sistem
2023-03-06
1
Andi Surandi
punya sistem kenapa bodoh ya...harusnya sistem ngasih tau...!
2023-03-06
1