Bab 13

Dosa Semalam 

Bab 13

"Apa yang sebenarnya terjadi, Jar?" tanya ibu kepadaku. 

Aku baru saja tiba di rumah. Belum sempat aku meluruskan pinggang yang penat duduk di mobil selama delapan jam perjalanan. Sudah di cercah oleh pertanyaan ibu.

"Fajar mandi dulu, Bu." Aku berusaha mengelak karena aku belum menemukan jawaban yang pas atas pertanyaan tersebut.

Dari dalam kamar mandi, aku mencium aroma masakan ibu. Masakan yang selalu aku rindukan. Ingin cepat- cepat menyantap masakan tersebut.

Di ruang tengah, sudah terhidang goreng ikan asin, rebus daun ubi dan sambal terasi. Membuat selera makanku memuncak.

"Kenapa dengan mertuamu, Jar?" tanya ibu di sela waktu makan kami.

"Vertigo-nya kumat lagi," jawabku.

"Apa yang beliau pikirkan sehingga bisa kumat vertigo?" 

Aku yakin, ibu akan mencerca aku dengan bermacam pertanyaan lagi.

"Fajar makan dulu, ya, Bu. Sudah lama tak makan seperti ini."

"Istrimu pasti tak pernah masak, bukan?"

Aku melirik melihat ibu. Aku malas menjawab.

"Makan, lah dulu!" 

Selesai makan, karena masih lelah aku baringkan badan di lantai beralaskan tikar rotan. Aku coba mengambi ponsell android di dalam saku tas yang masih tergeletak di ruang tengah. 

Ternyata tidak ada jaringan, kartu provider yang aku gunakan belum menjangkau ke kampung tempat aku tinggal. Mau beli kartu baru, rasanya aku malas jika harus ke pasar untuk membeli itu saja.

Kebun tomatku terserang hama, sehingga beberapa hari ini aku sibuk mengurusi itu saja. Mencoba menyemprot pestisida ke seluruh tanaman, berharap hama perusak itu lekas mati dan hasil panen berikutnya juga memuaskan.

Sehingga beberapa hari ini aku sibuk mengurusi itu saja dan pulang-pulang ke rumah badan sudah lelah.

Malam ini aku terbangun karena mendengar suara orang membentak. Aku keluar kamar dan melihat ibu serta Ayunda–anak juragan sapi dan orang terkaya di kampung ini.

"Sudah malam, kenapa masih di sini?" tanyaku pada Ayu yang kelihatan panik.

Anehnya, di tangannya sedang memegang ponsel milikku.

"Itu ponsel saya, kan? Kenapa ada sama kamu?" selidikku.

Ayu kelihatan gugup.

"Tadi ada telepon masuk, berkali-kali berdering. Jadi ibu minta tolong untuk Ayu menjawabnya." 

Langsung saja aku mengambil ponsel di tangan Ayu.

"Kenapa kamu jadi nggak sopan gini, Jar? Main rampas-rampas!" Ibu marah.

"Yang tak sopan itu siapa, Bu? Ponsel ini barang pribadi. Istri Fajar saja tak pernah lancang." 

"Jangan kamu sebut-sebut wanita ****** itu sebagai istri kamu!?" Suara ibu meninggi. Belum pernah sebelumnya ibu begini.

Aku langsung terdiam. Pasti ini, ada yang memberi tahu rahasia yang kami tutup rapat.

"Namanya Mika, Bu. Sejalan apapun dia. Mika tetap istri sah Fajar."

Suasana sudah tidak enak. Aku menyuruh Ayu untuk pulang. Lagian tidak enak dilihat tetangga. 

"Di rumah dia tak ada orang. Orang tuanya menitipkan Ayu dengan ibu."

Ah, mendengar jawaban ibu aku menjadi kesal. Apa kata tetangga, saat aku pulang kampung, Ayu pun menginap di sini.

"Ceritakan istri kamu! Kamu hanya dibohonginya, Jar."

"Tidak ada yang dibohongi, Bu."

"Buka mata kamu, Jar! Anak yang dia kandung bukan anak kamu!?" Suara ibu meninggi. 

Aku takut tetangga mendengarnya.

"Kecilkan suara ibu, tolong! Kita bicarakan semua dengan kepala dingin."

Aku menyuruh Ayu masuk ke kamar ibu. Ini pembicaraan pribadi.

Aku bawa ibu berbicara di dapur yang posisinya jauh dari kamar di mana Ayu berada.

Aku mengatakan, sejak awal aku sudah tahu tentang kehamilan Mika. 

"Kenapa kamu mau? Orang yang makan nangka, kamu yang kena getahnya."

"Fajar anggap, mungkin ini semua takdir Allah untuk Fajar. Fajar dipilih untuk merubah hidup Mika. Sekarang Mika berubah, Bu. Dia sudah salat. Sudah menjadi istri yang baik buat Fajar." Aku begitu semangat menceritakan perubahan Mika.

"Siapa ayah dari anak yang dia kandung?" 

Pertanyaan ibu berhasil membuat aku terdiam. Leherku terasa ada yang mencekik.

"Kita sama-sama tidak tahu, bukan ayah dari anak itu? Kamu hanya dijadikan alat untuk menyelamatkan malu mereka." Ibu menangis hingga mengeluarkan suara. "Mereka jahat. Mereka tidak malu tapi, ibu yang malu."

Berarti ibu tidak mengetahui cerita pastinya. Lalu dari mana ibu mengetahui ini.

"Jujur sama Fajar, Bu! Dari mana Ibu tau masalah ini?"

Hampir tiga menit aku menunggu ibu membuka suara. Beliau mengatakan ada seseorang menghubunginya. Dengan nomor privacy, orang itu mengatakan bahwa Mika telah hamil. 

"Awalnya ibu senang mendengarnya, sebentar lagi ibu jadi nenek."

Kemudian beliau melanjutkan ceritanya, ternyata Mika hamil sebelum dia menikah sama aku. Lalu telepon dimatikan.

"Jadi sekarang mau ibu bagaimana?" tanyaku. Jujur aku bingung.

"Pisah kamu dari wanita licik itu!" 

"Bu …."

"Kamu pilih dia atau ibu?" 

Ibu menyuruhku memilih yang seharusnya bukan sebuah pilihan.

"Jangan mengecewakan ibu, Jar!" sambung ibu.

Aku tidak bisa melepaskan Mika. Aku sungguh menyayanginya. Walaupun aku terlihat bodoh dengan pilihanku.

Aku menarik nafas sambil memejamkan mata.

"Baik, Bu. Tapi, setelah Mika melahirkan." 

Biarlah aku ulur saja waktu. Mungkin enam bulan ke depan, ibu berubah pikiran. Yang aku harapkan sekarang, semoga anak dalam kandungan Mika bukan benih dari Brahmana.

Jika benar itu benih Brahmana, aku sungguh tidak bisa lagi memperjuangkan Mika di mata ibu. 

Pembicaraan malam ini aku akhiri. Aku masuk ke kamar. Baru aku ingat sudah tiga hari aku tidak menghubungi Mika. Aku cari nomor ponsel Mika di HP android-ku. Aku coba menghubunginya menggunakan ponsel biasa.

Saya melihat panggilan masuk, nomor yang sama dengan nomor Mika. Ternyata tadi Mika yang menelepon. Aku langsung menghubunginya balik. Aku tidak ingin Mika berpikiran macam-macam karena yang menjawab telepon adalah ayu.

Tidak menunggu lama. Panggilan dijawab di ujung sana. Aku semakin rindu setelah mendengar suara Mika.

"Kak …." panggil Mika di ujung telepon.

"Mika nelpon tadi, ya?" tanyaku dari sani.

"Iya. Tapi, cewek yang angkat. Pacar kakak, ya?" Terdengar suara sewot Mika.

Mendengar tuduhan itu aku malah tertawa. "Kakak sudah punya istri. Hatinya nggak menerima untuk yang lain." gombalku.

Malam ini kami habiskan dengan mengobrol di telepon. 

"Kenapa WA nya nggak aktif, Kak? Kan biasa video call," tanya Mika.

Aku menjelaskan di sini tidak ada signal provider yang aku pakai untuk ponsel android.

Mika menyarankan, pindahkan saja SIM card di ponsel jadul ini untuk sementara.

"Nanti Mika kirim paket data."

Aku menuruti saja apa saran Mika. Toh aku juga rindu dengan istri manjaku ini.

Setelah berganti kartu akhirnya rindu ku berkurang juga sedikit. 

"Bentar ya, Kak. Mika ke kamar Mika dulu."

Ternyata dia di kamar mama.

Setelah di kamarnya sendiri, Mika semakin nakal menggodaku.

"Makanya cepat pulang, ya, Kak!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!