Bab 2

Dosa Semalam 

Bab 2

Aku sudah kehilangan keperawanan sejak usia tujuh belas tahun. Dengan pacarku kala sekolah menengah atas yang kini dia sudah menikah dan punya anak satu.

Mama hanya tau aku suka dugem, dia tidak tahu bahwa anak kesayangannya ini sudah tidak perawan lagi. Senjata ini yang aku pakai untuk menolak laki-laki pilihan mama. Mana ada pria baik-baik mau sama wanita seperti aku. 

Sinar matahari sudah masuk dari celah-celah gorden. Saat aku lihat jam di ponselku ternyata sudah pukul sepuluh pagi. Baiklah aku harus pulang ke rumah. Melanjutkan weekend di rumah saja dengan tidur sepanjang hari.

Sabtu Minggu aku lewati hanya di rumah saja. Teman-temanku pada sibuk dengan pasangannya masing-masing. Tidak mungkin aku menyempit di antara mereka. Bisa jadi umpan nyamuk aku dibikinnya. Sedangkan Om Bram juga tidak bisa dihubungi.

Sudah biasa bagiku, saat dia sedang bersama keluarganya,Om Bram akan selalu memblokir nomorku. Aku seperti toilet saja, dicari saat dibutuhkan. 

Untung saja aku rajin merawat aset berhargaku. Kalau tidak, mungkin sudah seperti toilet umum yang tidak terawat.

"Mak Ngah, kapan mama pulang?" Aku merengek di dapur. Menyusul Mak Ngah yang sedang memasak.

"Hari ini, berangkat subuh." 

Penjelasan singkat Mak Ngah, cukup membuat aku senang. Perjalanan dari kota ke kampung menghabiskan waktu delapan  jam menggunakan kendaraan pribadi. Mama berangkat diantar oleh Pak Jo–supir pribadi kami yang telah bekerja cukup lama dengan keluargaku. 

Akhirnya aku bosan menghabiskan waktu begini-begini saja dari kemarin. 

"Tumben di rumah aja, Mbak?" tanya Mak Ngah heran melihatku dua hari di rumah.

"Lagi malas aja. Sekarang aku malas ngapa-ngapain."

Seminggu dari kepulangan mama dari kampung, mama bercerita bahwa calon suamiku datang hari ini bersama ibunya. Aku sungguh tidak peduli. Walaupun mama menyuruhku pulang lebih cepat. 

Aku memilih minum kopi bersama Karina di cafe yang tidak jauh dari kantorku.

"Kenapa, sih, Lu, merengut aja?" selidik Karina.

"Gue nggak habis pikir dengan mama. Gue dipaksa menikah sama orang kampung. Kalau gue nolak, semua fasilitas diambil, rekening bank gue semua diblokir. Gila nggak, tu." Aku kesal jika mengingat kembali ancaman mama.

"Tau nggak, Lu. Hari ini orang kampung itu datang ke rumah gue sama ibunya." sambungku yang masih kesal.

Ponselku berdering, ternyata panggilan telepon dari mama yang menyuruhku segera pulang karena lelaki kampung itu sudah datang. 

"Mika masih di kantor, Ma." jawabku malas.

"Share lokasi!" perintah mama. "Kamu pulang sekarang atau satu persatu kartu debit kamu mama blokir, Mika?" Suara mama sudah terdengar mengancam.

Dengan kesal aku menekan tombol merah di layar ponsel.

"Orangnya gimana, sih?" 

"Mana gue tau, ketemu aja belum," sahutku kesal.

Karina menyuruh aku pulang, untuk melihat bagaimana lelaki itu. Jika dia terlihat bisa dimanfaatkan atau dibodohi, ya nikahi saja. Daripada aku jatuh miskin dibuat mama.

"Lu nikah, trus Lu buat selalu masalah sampai dia bosan sama Lu dan nanti dia bakal nyerain istri model Lu ini." Karina memberi ide.

"Benar juga. Makasih bestie." Aku mencubit gemes kedua pipi Karina dan segera pulang menemui lelaki kampung tersebut.

Sudah pukul enam sore, Adzan Magrib terdengar berkumandang. Saat itulah aku baru sampai di rumah. Sesampainya di rumah, aku lihat hanya mama yang menunggu di ruang tamu. Aku tidak mau bertanya kemana mereka, bisa jadi mama mengira aku peduli. 

"Mereka sedang Salat Magrib," jelas mama tanpa aku bertanya.

Apa mama ini cenayang? Kenapa dia bisa membaca kata hatiku. Pantas saja aku sulit berbohong kepada mama.

Ternyata mereka sudah selesai salat, aku lihat lelaki kampung dan ibunya jalan menuju ruang tamu di mana aku dan mama berada.

"Kenalkan ini Tante Rahmi." Mama menyenggol bahuku dengan bahunya agar aku menyalami dan mencium tangan Tante Rahmi.

"Ini Fajar," terang mama.mengenalkan lelaki kampung yang akan menjadi suamiku

Fajar duluan mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman sambil mengucapkan salam. Aku hanya menyahut salamnya tanpa mau menyambut uluran tangan lelaki kampung.

Menyadari aku tidak mau bersalaman, Fajar menarik lagi tangannya. Aku pura-pura saja tidak melihat dengan asyik memainkan kuku tangan yang masih terlihat cantik karena nail art.

"Makan dulu, Yuk! Sudah waktunya makan malam," Mama mencairkan suasana yang terkesan tidak enak. 

Apa, sih, makan pakai tangan. Kedua orang itu makan menggunakan tangannya, aku bukan orang yang suka melihat orang makan pakai tangan. Tersebar tidak bersih.

"Kenapa kamu mau dijodohkan dengan saya?" ketusku kepada Fajar.

Selesai makan kami dibiarkan ngobrol berdua. Aku mengajak lelaki kampung itu ke Belakang rumah yang terdapat kolam ikan hias.

"Mungkin begini cara Allah mengirim jodoh untuk saya." Jawaban Fajar begitu tenang.

Aku melihat ke arah Fajar yang berdiri membelakangi aku. Dia melempar makanan ikan sedikit demi sedikit.

"Tapi, saya nggak mau nikah sama kamu "

Fajar menoleh ke arah aku duduk. Saat itu aku melihat wajahnya yang lumayan tampan, hanya saja kurang bersih mungkin karena kerja di bawah terik matahari.

"Mama kamu tau? tanya Fajar lagi.

"Tau. Tapi, dia terus memaksa. Kalau saya nggak mau nikah sama kamu. Semua fasilitas ditariknya."

"Ayuk kita bicara sama mama kamu. Saya tidak mau ada yang terpaksa dari pernikahan ini." Ucapan Fajar begitu gentleman.

Lalu Fajar melanjutkan perkataannya. Dia tidak ingin dikira menikahi aku hanya mengejar harta. Jika aku tidak mau, tidak ada yang harus dipaksa. Karena jodoh dari Allah tidak mungkin  dengan paksaan. Jodoh akan datang dengan cara-Nya.  

Kami pun masuk ke ruang keluarga di mana mama dan Tante Rahmi saling berbincang entah tentang apa. Aku melihat mereka sepertinya senang sekali terdengar tawa-tawa kecil dari wanita yang sama-sama tidak punya suami ini.

"Sudah ngobrolnya, Mika?" tanya mama saat melihat aku dan Fajar masuk.

"Hmmm, sudah, Ma." Aku melihat ke arah Fajar.

"Maaf sebelumnya, Buk. Bukannya saya lancang atau tidak tahu diri. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa saya dan Mika tidak bisa menerima perjodohan ini …."

"Tidak bisa. Mika harus mau. Karena ini amanah yang ditinggalkan alm. papanya." Belum selesai Fajar bicara mama langsung marah-marah.

,

Terpopuler

Comments

momnaz

momnaz

karya kak othorrr selalu kerren sat set wat wet..gk pake banyak episode ❤️❤️❤️

2023-02-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!