Dosa Semalam
Bab 9
Di dalam mobil kami hanya diam. Aku lihat Fajar beberapa kali mengacak-acak rambutnya.
"Pantesan kakak tidak asing dengan wajah wanita yang ke rumah kita."
"Siapa Om Bram itu, Kak?" Aku beranikan diri bertanya kepada Fajar.
"Brahmana Adi Yaksa."
Fajar menyebut nama lengkap Om Bram.
"Lelaki biadab."
Aku semakin terkejut mendengar ucapan Fajar. Ada apa Fajar dan Om Bram? Ya Tuhan. Jangan sampai mereka bapak dan anak.
Sesampai di rumah, Fajar langsung masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan ku. Aku rasa ada kecewa yang dia rasakan saat ini. Fajar memilih masuk ke dalam kamarnya lalu mengunci pintu.
"Kak, buka, dong, pintunya," mohonku di depan pintu kamar Fajar.
Tidak ada juga sahutan dari dalam. Kembali kuulangi memanggil Fajar.
"Biarkan kakak sendiri dulu!" Kudengar suara dari dalam sana.
Satu jam aku menunggu pintu kamar Fajar dibuka. Betapa senangnya saat aku mendengar suara kunci diputar.
"Kak," ujarku sembari berlari menghampiri Fajar yang masih berdiri di ambang pintu.
"Masuk!" Fajar menyuruhku masuk ke kamarnya.
Kamar yang cukup rapi untuk ukuran laki-laki.
"Duduklah!"
Aku terlihat canggung berada di kamar ini. Walaupun aku tahu, tidak ada yang harus ditakutkan. Toh, Fajar pasangan halalku.
"Tolong jawab jujur, Mika! Siapa ayah dari anak itu?"
Suasana menjadi tegang. Aku tidak tahu pasti siapa ayah dari anak ini.
"Mika nggak tau kak," lirihku. "Maafin Mika, Kak!" Aku Ingin berlutut di hadapan Fajar tetapi, langsung ditahan olehnya.
Akhirnya aku ceritakan kejadian dimana aku mabuk dan tidak sadari siapa yang meniduriku malam itu.
Aku sudah pasrah, seandainya Fajar ingin meninggalkanku. Memang semua ini karena dosa yang kulakukan semalam hingga aku bingung ayah dari anak yang ku kandung.
"Kakak berharap anak itu bukan anak dia." Fajar menghembuskan nafas yang terdengar berat.
"Orang yang Mika panggil Om Bram itu adalah ayah kandung Kakak."
Terasa ada petir yang menyambar di tengah hari. Bagaimana semua ini bisa terjadi. Badanku rasanya tidak bertulang. Aku menangis histeris. Menangisi kebodohanku.
Menangisi dosa-dosaku. Jika benar janin ini dari Om Bram bagaimana mungkin Fajar yang harus menutupi aib kami.
Ada terlintas untuk mati saja. Seandainya waktu bisa diulang, aku tidak akan mau terjerumus dalam pergaulan bebas ini. Hanya nikmat sesaat, akhir ya membuat petaka.
"Mika takut, Kak," ucapku dalam Isak tangis. "Mika takut video itu tersebar."
Sikap Fajar memang membuatku meleleh. Dia masih mau memeluk aku yang hina ini.
"Salat Ashar, yuk!" Kalimat itu yang terlontar dari Fajar.
Bukan sekali ini dia mengajakku salat tetapi, selalu kutolak. Kali ini aku sudah tidak punya nyali lagi untuk menolaknya.
"Dimana mukenah? Biar kakak yang ambilkan."
"Dalam lemari, Kak." jawabku lemah seperti tidak ada lagi tenaga.
Salat berjamaah bersama Fajar, membuatku merasa paling hina. Terbayang dosa-dosa yang telah aku lakukan. Apakah salat-nya pendosa ini diterima.
Tidak ada makan malam terhidang, sementara perut kami harus diisi. Terutama Mika.
"Pesan aja di sini!" Aku menyodorkan ponselku kepada Fajar.
Saat itu ada panggilan masuk dari Om Bram.
"Boleh Kakak angkat?" tanya Fajar kepadaku.
Aku menganggukkan kepala, memberi izin kepada Fajar untuk menjawab panggilan dari Om Bram.
"Sudahlah, jangan ganggu Mika lagi. Dia sekarang sudah menjadi istri saya," ujar Fajar setelah dia menggeser tombol berwarna hijau.
Panggilan itu di loudspeaker, sehingga aku mendengar saat Om Bram mengajak Fajar bertemu.
"Silahkan ke rumah kami! Saya tidak ingin ada keributan di luar. Itu hanya bikin malu."
Panggilan pun dimatikan setelah Om Bram setuju dan bertemu.
"Jangan sampai cerita ini Sampai ke orang tua kita," ucap Fajar.
Selera makanku benar-benar hancur tetapi, Fajar tetap memaksaku untuk makan.
"Pikirkan yang di dalam perut!" Fajar menyuapkan nasi Padang ke mulutku. Akhirnya Fajar membeli nasi Padang setelah Om Bram selesai menelepon.
Apakah aku akan kehilangan perhatian ini? Baru saja sebentar nikmatnya berumah tangga. Sudah ada masalah sebesar ini.
Aku mendengar suara mobil berhenti di depan rumahku yang tidak berpagar.
"Om Bram datang, Kak," kadu ku kepada Fajar.
"Biar Abang yang buka." Dengan langkah pasti Fajar menuju pintu depan.
Aku mengintip dari ruang tengah, mencari posisi strategis untuk menguping.
"Apa kabar, Jar?" tanya Om Bram saat dia dipersilahkan masuk oleh Fajar.
"Seperti yang anda lihat." Aku tercengang mendengar Fajar menjawab pertanyaan Om Bram.
Aku tidak tahu sebesar apa luka di hari Fajar. Ya, aku memang tidak tahu apa-apa tentang Fajar.
"Sudahlah, kamu tinggalkan saja perempuan macam Mika itu. Perempuan murahan."
Hatiku sakit mendengarnya. Bukan karena kata perempuan murahan tetapi, saat Om Bram menyuruh Fajar menceraikan aku.
"Mungkin ini karma anda jatuh ke saya." Jawaban Fajar berhasil membuat wajah Om Bram terkejut.
"Dari dulu, anda selalu bikin ibu menangis karena ulah anda. Dari pembantu sampai wanita panggilan, anda tiduri. Ya, kalau saya dapat istri seperti ini, bisa jadi ini buah dari sumpah serapah mereka."
Fajar, jangan panggil saya dengan "anda" saya ini papa kamu."
"Papa? Dimana anda saat saya dan ibu susah? Saya datang ke rumah anda yang bak istana, meminjam uang untuk bayar semester, bukan uang yang saya dapat tapi, hinaan dari istri anda. Sementara anda diam saja melihat itu."
"Jar, Papa …."
Belum sempat Om Bram meneruskan ucapannya, langsung dipotong lagi oleh Fajar.
"Sudahlah, itu masa lalu. Sekarang saya minta tolong. Jangan ganggu istri saya lagi. Biarkan kami hidup bahagia."
"Istri kamu bekas saya. Bahkan saya tahu di mana-mana letak tahi lalat di tubuh dia."
"Saya tidak peduli!?" teriak Fajar hal itu membuat aku terkejut.
Tanpa sengaja aku menyenggol vas bunga hingga jatuh dan pecah. Aku ketahuan menguping. Dua pasang mata menatapku
"Sini, Sayang!" Fajar melambaikan tangannya.
Aku mendekat dengan wajah tertunduk. Aku merasa akan ditelangi Om Bram dengan kata-katanya. Fajar menggeserkan duduk.
"Om, biarlah aku bahagia bersama Kak Fajar," mohonku kepada Om Bram yang tersenyum hina kepadaku. "Saya lagi hamil."
"Demi Fajar, baiklah," jawab Om Bram dengan lirikan mata ke arah Fajar. "Tapi, apa benar itu anak Fajar?"
"Tolong hapus video itu!" pinta Fajar ke Om Bram.
"Ayo kita threesome, setelah itu saya hapus video dia."
Fajar berdiri. "Pergi anda dari sini. Pergi sebelum kesabaran saya memuncak. Pergi!"
Om Bram juga berdiri. "Kau akan menyesal Mika!" ancam Om Bram kepadaku.
"Jangan pernah mengancam-ancam dia. Dia sekarang tanggung jawab saya. Saya bukan pecundang seperti anda."
"Demi gundik satu ini kamu berani melawan papa?" Om Bram menunjuk ke arahku.
"Coba merenung, apa pantas anda dianggap ayah? Silahkan keluar!" Fajar membuka pintu lebar-lebar.
Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menangis. "Kak, Mika takut."
"Sudah terjadi. Hadapi saja!" Fajar menyentuh puncak kepalaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Mba Cempluk
pajat km lelaki baik banget aku sampe nangis baca ny...bahagia lh km mika ounya suami seperti mslaikat
2023-02-17
1