Setelah melewati ruang tamu, Ara segera membuka pintu utama dan keluar dari halaman rumah. Dia berjalan menyusuri jalan yang dilewatinya, terdapat minimarket tak jauh dari rumahnya.
Dia menuju kesana dengan raut wajah riang. Dia sudah meminta izin ke ibunya untuk keluar rumah. Dia mulai memasuki toko tersebut dan melihat-lihat barang apa saja yang akan dibelinya. Dia berjalan menuju rak makanan ringan dan mengambil beberapa.
"Beli apa lagi ya?" Tanya Ara seraya melihat barang belanjaannya.
"Semuanya udah ke beli. Udah cukup," gumamnya.
Dia berjalan ke arah kasir dan mengantri untuk menunggu giliran.
Memperhatikan kanan kiri dan matanya tidak sengaja melihat teman kakaknya yang ada di rumah tadi sedang berada dalam toko yang sama dengan dirinya. Apakah teman kakaknya itu mengikutinya? Ah mana mungkin, dia tidak mengenal siapa laki-laki itu.
Tidak mau memperdulikan hal itu, Ara segera berjalan maju saat gilirannya tiba untuk membayar.
Ara pulang dengan membawa beberapa barang belanjaannya, dia sedikit kewalahan membawanya karena membeli lumayan banyak barang.
Melangkah pelan agar tidak membuat barangnya jatuh. Hingga ia tidak sengaja menginjak lubang yang berada di pinggir jalan menyebabkan dia terjatuh dan membuat barang yang dibawanya berserakan.
"Aduh sakit." Keluhnya memegang kaki kanannya. Terlihat setitik darah mengalir dari kaki tersebut.
Dia berdiri dengan tenaga yang dimilikinya, bukan lebay tapi memang sesakit itu. Dia mulai mengumpulkan barang-barangnya dan memasukkan kembali ke dalam kantong. Dia terlihat serius mengumpulkan barangnya sampai tidak menyadari jika seseorang sudah berada di dekatnya dan membantunya.
"Eh," Kagetnya.
"Kakak ngapain disini? " Tanyanya kepada pemuda yang sempat dilihatnya di toko. Dia tahu itu adalah teman kakaknya.
Laki-laki itu hanya diam saja, fokus mengumpulkan barang belanjaan Ara.
"Ceroboh." Bukannya menjawab, laki-laki itu malah mengatainya.
"Kakak ngatain aku ceroboh? Dih tadi aku udah hati-hati tapi lubangnya aja yang gak minggir pas aku lewat jadinya aku jatuh. " Jawabnya dan memelankan perkataanya di kalimat terakhir.
"Cih, sama aja." Laki-laki itu berdecih. Dia langsung mengambil barang-barang tersebut dari tangan Ara.
"Eh, kakak mau ngapain? Siniin." Mencoba meraih, tapi tenaganya kalah kuat dengan laki-laki di depannya.
"Jalan." Setelah mengatakan itu pemuda tersebut langsung berjalan santai dan meninggalkan Ara dengan tatapan bingungnya.
"Lo mau disitu terus?"
Tersadar dari lamunannya, Ara segera mensejajarkan langkahnya. Dia bertanya-tanya siapa nama pemuda itu? Dia tidak mungkin menanyakannya langsung, bisa-bisa dia dicurigai karena tidak mengetahui nama teman kakaknya.
"Kakak ngikutin aku?" Bukannya dia percaya diri, tapi memang Ara beberapa kali melihat pemuda itu mengikutinya dari awal melangkahkan kaki keluar rumah sampai di minimarket.
"Kebetulan aja, gue mau beli sesuatu." Jawabnya dengan nada datar.
"Trus kemana belanjaan kakak?" Pasalnya pemuda tersebut tidak memegang kantong plastik seperti dirinya.
"Udah habis." Ara cuman mengangguk. Mungkin saja dia sudah memakannya, pikirnya.
"Makasih ya kak udah bantuin aku." Kata Ara tersenyum menghadap pemuda tersebut.
Tiba di halaman rumah, Ara segera membuka pintu agar teman kakaknya itu bisa masuk.
"Biar aku aja kak yang bawa ke dapur." Tidak memperdulikan omongan Ara, laki-laki tersebut langsung menuju dapur dan menyimpan barang belanjaan yang Ara beli tadi.
"Sekali lagi makasih ya kak udah bantuin aku."
"Hm." Pemuda itu mengalihkan pandangannya saat tak sengaja melihat senyum Ara.
"Gev Gevano." Panggil pemuda yang bernama Dafri.
"Gev, gue cariin ternyata ada disini. Di panggil Azka tuh." Setelah mengucapkan itu Dafri langsung pergi begitu saja.
Pemuda yang di panggil Gevano tadi menatap sekilas ke arah Ara dan kemudian meninggalkan Ara di dapur sendirian. Ara masih bingung mengapa teman kakaknya itu terlihat perhatian padanya. Ah tidak, itu tidak mungkin. Azka saja yang kakak kandungnya membenci dirinya apalagi ini yang hanya teman kakaknya.
Kembali memasuki kamarnya dan mengambil beberapa cemilan untuk dimakan. Ara masih kepikiran tentang kejadian di meja makan pagi tadi. Kesalahan apa yang dibuat Ara yang dulu sampai-sampai membuat kakaknya sendiri tidak mau berada di dekatnya. Apakah kesalahannya sangat fatal sampai dirinya di benci oleh kakaknya? Kiara harus mengetahuinya. Tapi bagaimana? Dia tidak tahu memulainya darimana.
Berkeliling kamar untuk mencari sesuatu yang bisa membuatnya lebih mengetahui lebih dalam tentang tubuh yang ditempatinya. Dia membuka laci meja belajarnya, terdapat buku kecil. Sepertinya itu buku diary seseorang. Perlahan tangan lentiknya membuka buku tersebut.
Arana dan Irana. Itu yang pertama kali Ara lihat saat membukanya. Membuka lembaran kedua dia mulai membacanya dengan serius.
Hai, ini Ira adiknya kak Azka dan kak Ara. Aku anak paling bungsu diantara tiga bersaudara. Kak Azka itu anak pertama dan satu-satunya anak laki-laki di keluarga Atmaja.
Belum sempat membaca kalimat selanjutnya, Ara dikejutkan dengan kedatangan ibunya. Buru-buru dia menyembunyikan buku tersebut di belakang punggungnya kemudian menyelipkannya ke dalam bantal.
"Mah," Sapanya kikuk. Dia hanya bisa berdoa dalam hati, semoga saja ibunya tidak melihatnya membaca buku tadi.
"Sayang, kamu lagi ngapain? "
"Ga kok mah, gak ngapa-ngapain." Ara memaksakan senyumnya, dia tidak mau ibunya mencurigainya.
"Kakak kamu gak macem-macem kan?" Bingung? Tentu saja. Mengapa ibunya mengatakan hal seperti itu?
Ara hanya menggeleng, dia tidak tahu maksud dari pertanyaan ibunya.
"Maafin mama. Gak bisa jagain kalian." Terdengar nada parau dari perkataan itu.
Ara yang dipeluk hanya bisa membalas pelukan ibunya tanpa mengetahui apa yang terjadi. Mengapa ibunya tiba-tiba meminta maaf?
"Mama jangan nangis. Ara gak suka liat Mama nangis." Jawabnya menghapus air mata di pipi ibunya.
"Kamu jaga diri baik-baik ya. Satu minggu ini Mama harus keluar kota temenin Papa kamu."
"Mama mau kemana?" Tanyanya terkejut. Mamanya akan meninggalkannya selama seminggu?
"Urusan bisnis papa kamu. Mama kan udah pernah bilang sama kamu." Jawab ibunya.
"Oh iya Ara lupa mah." Jawab Ara tersenyum kikuk. Dia tidak tahu hal itu, mungkin ibunya berbicara dengan Ara yang asli waktu itu, sebelum dirinya berpindah ke tubuh ini.
"Kalo ada apa-apa telpon mama ya. Mama juga udah nyuruh teman kamu buat nginep disini selama mama pergi."
"Iya mah, Mama juga jaga diri baik-baik." Sekali lagi ibu dan anak itu berpelukan.
Selesai acara berpelukan dengan ibunya sudah keluar dari kamar, Ara langsung mengambil buku yang tadi di simpannya. Ara mulai membaca lagi satu persatu kata yang ada di buku tersebut. Tidak ada yang didapatkannya kecuali data diri dari Azka, Ara dan Ira. Semuanya ditulis dengan tulisan yang sama. Berarti mereka bertiga pernah akur. Tapi mengapa sikap Azka sekarang jadi seperti itu? Ara segera menyimpan buku itu ditempatnya. Menghela napas kasar, pikirannya campur aduk.
🍀🍀🍀
"Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ Fiqrie Nafaz Cinta🦂
senyuman manis bikin hti menangis
2023-02-21
0
Susilawati Rela
kenapa aku merasa Azka itu bukan kakak asli Ara, dan mungkin suka sama Ira...Au ah mulai deh ikut ngehalu aku tuh suka overthinking ga jelas...🤦
2023-02-19
0
Isss
hm.. masih teka teki nih. lanjut thorrr
2023-02-16
0