Di sebuah ruangan yang mewah dengan penerangan cahaya yang minim hanya terdapat satu lampu yang menyorot ke arah seseorang yang sedang termenung. Terdapat seorang wanita sedang duduk dengan anggun di kursi kebesarannya. Dia menghela napas saat dirasa dirinya sedikit lelah dengan permainan yang dimainkan. Dia segera beranjak dari duduknya untuk melihat ke arah luar jendela yang terdapat dalam ruangan itu. Hanya satu jendela yang terbuka selebihnya ditutup dengan rapat agar cahaya matahari tidak dapat masuk walau secelah pun.
Drrtt... Drrtt...
Terdengar suara ponsel yang bergetar menandakan seseorang menelepon kepadanya. Dia segera mengambil benda pipih tersebut lalu membawanya ke telinga.
"Ada berita apa? " Tanyanya.
"............."
"Kerja yang bagus. Tidak sia-sia saya membayar kalian dengan harga mahal." Kekehnya dengan sang penelpon.
"............."
"Bunuh dia. Saya tidak mau ada bukti yang tertinggal. Kalo perlu kalian bakar semua yang berhubungan tentang gadis itu, sekalian dengan tubuhnya." Katanya menyeringai dengan tatapan tajam menatap keluar jendela yang terdapat taman yang indah.
Setelah mendengar balasan dari si penelpon, wanita itu segera mematikan ponselnya. Dia menyeringai saat mendengar kabar dari suruhannya.
"Sebentar lagi kau akan hancur." Matanya berkilat penuh kebencian.
"Waktunya sebentar lagi. " Dia tertawa keras setelah mengucapkan itu.
"Nikmati masa neraka mu sekarang."
Dia terkekeh pelan, sebelum beranjak keluar dari ruangan yang ditempatinya tadi.
Sementar di tempat lain,
Setelah membayar taksi yang ditumpanginya Ara segera membuka pintu mobil tersebut kemudian berjalan keluar menuju halaman rumahnya. Dia baru saja kembali dari sekolah, sebenarnya Ara berencana pulang dengan saudaranya, Azka tapi lelaki itu harus tinggal untuk latihan basket yang memang sudah dijadwalkan untuk hari ini.
Sesampainya di kamar, Ara segera membuka pakaiannya masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri karena badannya terasa lengket. Tak samlai 20 menit Ara keluar dengan setelan baju tidur bermotif kartun.
Dia keluar berjalan mengendap-ngendap agar tidak menimbulkan suara. Dia tidak ingin ada seseorang melihatnya. Dia memasuki kamar pribadi sang kakak.
"Mumpung orangnya lagi di luar, gue bisa nyari sesuatu disini." Dia bermonolog sendiri.
Ara segera mengotak-atik isi kamar Azka. Dari lemari, meja belajar, rak buku sampai ada tempat tidur cowo itu. Ara masih belum menemukan apapun. Dia tidak boleh menyerah, ini adalah kesempatan emas untuk mencari sesuatu yang mungkin bisa dijadikannya petunjuk.
"Gak ada." Menghela napas, dia membalikkan tubuhnya saat dirasa tidak menemukan apapun di kamar ini. Betapa terkejutnya dia saat mendapati Azka berdiri dengan tatapan tajamnya mengarah ke arahnya. Dia ketahuan sekarang.
"I-itu kak aku cuman mau ngambil buku. Iya buku aku jatuh tadi. " Katanya gugup sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapih. Alasannya benar-benar tidak masuk akal, jika itu bukunya kenapa harus mengambil di kamar Azka? Dia gugup setengah mati.
"Ga usah alasan, lo ngapain di kamar gue? " Tanya Azka tidak suka.
"Benaran kak, cuman ngambil buku." Ucap Ara melanjutkan.
"Cih, keluar." Usir Azka.
"Iya kak, ini udah mau keluar." Ara melangkahkan kakinya keluar kamar Azka, tapi ucapan yang dikatakan Azka selanjutnya membuatnya berhenti melangkah.
"Kalo mau bunuh gue juga gak gini caranya. " Menatap remeh punggung Ara.
"Maksud kakak apa? " Baliknya menghadap sang kakak.
"Lo masuk kamar gue karena mau bunuh gue kan? Dimana lo sembunyiiin perangkap lo?"
"Kak, apaan sih. Aku gak niat kayak gitu." Ucap Ara membela dirinya.
"Ck, gak usah bohong lo. Lo udah bunuh Ira, sekarang mau bunuh gue juga? Lo maunya apa sih?" Tanya Azka dengan tatapan nyalang.
"Jaga ucapan kakak. Aku gak bunuh siapa pun. Waktu itu karena aku memang gak tau makanan yang aku bawa udah di kasih racun, aku cuman ngambil dari dapur buat aku dan Ira. Aku gak tahu siapa yang udah ngasih racun itu kak." Ara mengetahui itu semua karena ingatan Ara yang asli perlahan-lahan muncul dalam pikirannya.
🍀🍀🍀
"Kejadian di kolam renang? Oke aku tau aku salah udah dorong Ira sampe dia tenggelam tapi aku punya alasan kuat untuk itu. Aku liat dari lantai atas ada orang yang ngarahin pistol ke arah kita, lebih tepatnya ke arah Ira. Aku gak mau liat adik aku sampe terluka karena orang gak jelas itu. Aku gak mikirin apapun selain nyebur ke dalam kolam. Aku gak inget kalo Ira gak bisa berenang." Ara mengucapkan itu dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Dia merasa kasihan dengan Ara yang asli karena sudah menjalani hidup dengan dibenci orang, kakaknya sendiri.
Azka mematung ditempat, jika itu benar maka dia akan menyesali semua perbuatan yang dilakukannya terhadap Ara. Dia sering membentak, memarahi bahkan memukul Ara setelah kejadian itu. Tapi untuk saat ini dia tidak boleh terlalu percaya dengan ucapan gadis di depannya.
"Cerita lo bagus. Tapi sayangnya gue gak percaya. " Ucap Azka, dia masih ragu dengan ucapannya.
"Kak, aku udah jujur sama kakak." Ucap Ara berharap.
"Gue gak peduli." Balas Aska.
"Oke gapapa kalo kakak gak percaya. Aku bakal buktiin kalo aku gak bersalah." Tegas Ara.
Dia melanjutkan langkahnya yang tertunda tadi dan langsung pergi begitu saja. Dia sangat kesal dengan Azka yang tidak mempercayai ucapannya. Sementara di dalam kamar, Azka termenung memikirkan ucapan Ara tadi. Dia mau percaya kepada gadis itu, tapi di satu sisi dia juga yang melihat langsung kelakuan Ara terhadap Ira. Dia yakin bahwa Ara sengaja mendorong Ira hingga gadis itu kehabisan napas karena tidak bisa berenang.
"Gue gak peduli lo mau ngomong apa. Lo udah bunuh adik gue." Katanya dengan nada marah.
Ara berjalan dengan menghentakkan kakinya kesal, dia sangat yakin kalo Azka ragu dengan ucapannya tadi yang tidak mempercayainya.
"Dia pikir dia siapa yang gak percaya sama gue. Gue bakal buktiin semua kebenarannya." Tekad Ara.
Drrtt... Drrtt...
"Apa! " Jawabnya kesal kepada si penelpon.
"Wish santai dong Ra, gue baru mau ngomong udah ngegas aja." Jawab si penelpon.
"Iya sorry, abisnya gue kesel banget." Kata Ara mengerucutkan bibirnya karena kesal.
"Nah kebetulan banget, biar lo gak kesel lagi mending ikut kita aja." Ajaknya.
"Kemana?" Tanyanya bingung.
"Ada deh, ayo ikut kita aja."
"Ya udah iya, gue ikut."
Ara segera mengganti baju untuk ikut bersama kedua temannya. Ya si penelpon tadi adalah Dita, sahabatnya.
"Udah cantik." setelah memoleskan sedikit bedak dan memakai parfum, Ara segera keluar dari kamarnya. Dia berpapasan dengan Azka saat ini. Walaupun dirinya dibuat kesal oleh laki-laki itu, dia tetap menyapa dan tersenyum kepada kakaknya.
"Tau gitu gue langsung pergi aja." Dia kesal lagi saat Azka melewatinya begitu saja tanpa membalas sapaannya.
🍀
Saat ini ketiga gadis yang masih berstatus pelajar itu kini berada di salah satu cafe yang lumayan terkenal di kalangan pemuda pemudi. Mereka asik memakan pesanan mereka sambil bercanda gurau.
"Ra, lo tadi kenapa kesel gitu pas gue telpon? " Tanya gadis yang rambutnya di kuncir satu.
"Gapapa Dit." Jawab Ara.
"Yakin?" Bukan Dita yang berbicara melainkan Naya.
"Iyaaaa yakin." Jawab Ara gemas dengan sahabatnya. Dia sangat bersyukur mempunyai teman seperti mereka. Awalnya dia pikir Ara tidak mempunyai teman karena sifatnya yang pendiam. Tapi berbeda lagi dengan orang yang disuka dan disayanginya sifatnya akan berbanding terbalik, periang, suka ceplas ceplos dan berbagai tingkah yang ditunjukkan.
"Gue mau minta bantuan sama kalian." Rautnya serius saat mengatakan itu.
"Minta tolong apa" Balas Naya.
"Gue mau selidikin kasus yang nimpa adik gue. Gue masih gak ngerti kenapa orang tua gue nutup kasus ini. Belum lagi jasad adik gue belum ditemuin. Gue mau cari tahu semuanya."
"Nyokap lo gimana? Dia sedih banget pas tau adik lo meninggal, trus pas tau kasusnya ditutup reaksinya gimana? " Tanya Dita.
"Itu juga yang gue heranin, pas itu gue sama mama nangis banget pas tau kabar itu. Tapi sehari setelah itu mama kayak lupain semua kejadian yang terjadi, seolah-olah kejadian kemarin tuh gak ada apa-apanya. Ya walaupun gue masih sering liat mama nangis sendiri, tapi seenggaknya pas papa gue nutup kasus ini, harusnya dia protes. Tapi ini? Mama diam aja." ucap Ara menjelaskan.
"Mungkin ada sesuatu yang mereka tutupin dari lo." Jawab Naya serius.
"Mungkin. Tapi apa?" Wajahnya kini terlihat murung.
"Kita bakal bantuin lo buat nyari tau tentang kasus kecelakaan adik lo."
Ara tersenyum mendengar penuturan itu.
"Makasih ya udah mau bantuin gue."
"Santai Ra, kayak sama siapa aja lo."
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Nami chan
jangan2 yg mau bunuh Ara malah Ira?
2024-01-16
0
Susilawati Rela
aku masih bingung, belom bisa nebak kemana arahnya ni cerita...🤔
2023-02-24
1