Barra keluar lewat pintu samping bersama Putri dan dua orang teman ilmuannya. Mereka berjalan sangat hati-hati sambil mengendap-endap agar tidak ketahuan polisi.
"Bagaimana dengan bunga Rosmarinnya?" bisik Banda yang mendapat tamparan manis dari Sindi.
"Kita sedang sekarat, kau masih memikirkan bunga Rosmarin? Sadar, tidak ada yang tahu kalau setelah ini kita masih bisa hidup." ucap Sindi memberi nasehat. Banda pun seketika diam dan tidak berani bicara lagi.
Mereka akhirnya keluar dari lorong jalan rumah Barra dan segera menghentikan mobil untuk mereka tumpangi. Seketika, Putri di tarik ke belakang membuat Putri kaget.
"Husst, ini ibu. Sekarang bawa bunga Rosmarin ini untuk Barra." bisik Ibu Barra yang segera pergi setelah memberikan Putri bunga Rosmarinnya.
Lama mereka menunggu mobil dan tak kunjung buar satu pun lewat, terpaksa mereka berempat memilih jalan kaki. Mereka akan pergi kembali di tengah hutan untuk meracik ramuan. Banda dan Barra juga mulai membuat tempat kemah di dalam hutan. Sementara perempuan mencari kayu bakar yang akan menghangatkan tubuh mereka ketika malam.
"Aku rasa ini sudah cukup, sebaiknya kita istirahat." ucap Sindi yang memberitahu Putri. Mereka berdua lalu duduk di tempat kemah yang sudah Banda dan Barra buat.
Di saat mereka berempat istirahat, Barra membuka buku yang dia ambil dari labotarium waktu itu. Barra membukanya, mencoba mencari resep obat yang ampun menyembuhkan penyakit menular.
"Bunga Rosmarin." ucap Barra yang menemukan jawabannya.
Barra lalu bangkit, meracik obat dari bunga Rosmarin dan setelah selesai dia ingin melakukan pengujian dan melihat hasilnya. Tetapi Barra tidak tahu harus di uji kepada siapa.
"Hei, apa ada yang ingin meminum obat yang baru aku buat ini?" tanya Barra sambil memperlihatkan obatnya dalam bentuk cair.
"Aku takut mati." sahut Banda yang acuh tak acuh.
"Bagaimana kalau kita memberikan obat ini pada orang yang terinfeksi dan mengalami gejala aneh. Seperti kehausan, kelaperan, dan butuh darah." usul Sindi.
"Benar, kita bisa langsung lihat bagaimana kondisi mereka setelah meminumnya. Jika itu benar terbukti, abang bisa membuat obat lebih banyak lagi." ucap Putri menambahkan sambil mengajukan jari jempol.
"Kalau begitu, kita harus pergi ke markas para ilmuan dan menculik beberapa orang yang mengalami gejala aneh itu." ucap Banda memberikan pendapat.
"Malam ini, kita akan pergi menculiknya. Putri dan Sindi yang mengalihkan perhatian para ilmuan maupun polisi yang berjaga di sana. Aku dan Banda yang akan membawa tiga orang sekaligus yang terinfeksi penyakit aneh ini tetapi dengan gejala berbeda-beda. Nanti kita lihat pasien yang mana membutuhkan obat ini." jelas Barra panjang lebar.
"Oke, aku siap." ucap Banda setuju.
Mereka berempat lalu melakukan persiapan dimana membawa alat dan barang yang akan mereka pakai. Tali, gunting, pisau, batu, dan kayu, di masukkan semua ke dalam tas besar. Barra dan Banda membuat obat bius agar bisa membawa para pasien dengan mudah.
Ketika malam sudah datang, ke empat orang itu mulai bergerak. "Let's go!" teriak Barra dengan suara tegas seperti pemimpin.
Tidak butuh waktu lama, Barra dan tiga orang teman-temannya sampai di tempat persembunyian para pasien yang tetular. Karena sudah ketahuan publik, para ilmuan menyewa petugas polisi untuk mencegah orang masuk.
Banda dan Barra memanjat pagar menggunakan tali. Putri dan Sindi mengawasi dari bawah. Setelah dua orang itu turun, Putri dan Sindi mengikat tali itu pada tubuhnya lalu menarik perlahan memberi kode jika mereka berdua sudah siap.
Banda dan Barra segera menjatuhkan dirinya ke bawah membuat Sindi dan Putri terangkat ke atas. Mereka lalu berkumpul menyusun rencana.
"Di pintu masuk, terdapat dua orang yang menjaga. Dari atap juga terdapat satu orang yang mengawasi dengan lampu jalan. Kita tidak bisa masuk kecuali menghindari sinar lampu jalan ini. Jika sampai tubuh kita terkena sinar ini, semua penjaga akan bangun karena tahu ada penyusup. Jadi usahakan agar kalian tidak melangkah ke arah sinar lampu. Mengerti?" tanya Banda.
"Iya." ucap mereka bertiga sambil mengangguk.
Banda menutup bukunya dan berjalan lebih dulu di susul Sindi, Barra dan Putri. Mereka berjalan perlahan sambil melangkah demi sedikit karena sinar lampu terus berputar ke arah yang tidak menentu. Mereka berjongkok, berlari kecil, berjalan perlahan, menyusup seperti ular, semua sudah mereka lakukan sampai akhirnya mereka tiba di pintu bawah tanah.
"Satu langkah lagi dan kita sudah berhasil." ucap Banda yang memberi aba-aba untuk masuk. Tetapi, sinar lampu yang tiba-tiba berputar mengenai topi Putri membuat suara berisik. Al-hasil, tiga orang penjaga mulai memeriksa tempat persembunyian ini.
"Ya ampun, Putri. Aku sudah bilang hati-hati. Cepat masuk, kita harus sembunyi!" ucap Banda yang kesal. Barra lalu menarik tangan adiknya untuk mengikut pada dirinya.
Tiga penjaga masuk ke ruang bawah tanah dimana Barra dan teman-temannya berada. Mereka berempat bersembunyi di dekat sel sambil berpura-pura menjadi pasien yang terinfeksi.
"Aku mengira ada penyusup tadi." ucap petugas polisi sambil menyinari tiap sudut dengan senternya.
"Iya, aku juga berpikir seperti itu. Tetapi cukup aneh, kenapa ada penyusup malam-malam ke sini. Untuk apa coba? Di sini bukan tempat untuk merampok atau mencuri." ucap petugas yang lainnya.
"Sudah, sebaiknya kita berjaga di luar." pintah satunya lagi yang berjalan keluar dari ruang bawah tanah menuju tempatnya masing-masing.
"Aman, aman. Kita masih di beri kesempatan satu kali lagi untuk memperbaikinya." ucap Banda sambil mengelus dadanya.
Putri dan Barra pun tersenyum. Mereka senang akhirnya tidak ketahuan. "Aku tidak aman." sahut Sindi membuat tiga orang menoleh ke belakang dengan cepat melihat Sindi yang di tarik rambutnya oleh pasien di dalam sel.
"Akhh.." teriak Sindi yang kesakitan. Putri berusaha membantu Sindi agar tidak tertarik. Bisa saja, tubuh Sindi di gigit oleh mereka.
"Husst, jangan berisik. Nanti penjaga datang lagi." ucap Banda memperingatkan.
"Bagaimana caranya tidak berisik, ini kepalaku terasa sakit. Bantu aku cepat!" titah Sindi yang marah dan berusaha menahan rasa sakitnya.
Banda terlihat bingung, dia memutar tubuhnya mencoba mencari alat untuk memukul manusia yang seperti vampire itu. Sementara Barra membuka tasnya dan mengambil gunting.
"Ini, potong rambutnya." kata Barra yang memberikan gunting itu pada Banda.
"Jangan bilang kalian ingin memotong rambutku? Aku tidak terima, aku tidak ma.." kata Sindi terhenti saat Banda dengan cepat memotong rambut Sindi tanpa ampun. Putri sampai membuka mulutnya, terkejut melihatnya.
Pasien yang terinfeksi langsung menarik rambut Sindi yang sudah terpotong. Mereka melihatnya dengan seksama sambil membagikan kepada teman-temannya.
"Banda, kau sepertinya tidak mau punya rambut juga, ha?" teriak Sindi menggema di ruang bawah tanah membuat semua pasien yang terinfeksi bangun dari tidur mereka.
Tiga orang penjaga juga mendengarnya, mereka segera menghubungi para ilmuan dan meminta bantuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments