12. Perjalanan Jauh

"Apa tahu alasan mereka membakar labotarium ini? Padahalkan masih ada orang yang tinggal di labotarium ini. Seharusnya Sindi dan Banda di karantina di sini dan semua para ilmuan tahu itu. Apa mereka tidak mengkonfirmasi jika terdapat dua ilmuan yang ada di tempat ini?" tanya Putri yang merasa aneh. Tiba-tiba saja labotarium sengaja di bakar tanpa ada alasan yang jelas.

"Pentingkan dulu dirimu. Kau dari tadi terus saja menghkhawatirkan Banda dan Sindi. Ingat, kita belum mengenal mereka secara pasti. Jangan sampai kita di tipu." ujar Barra yang sudah berada di depan parkir sambil melihat labotarium yang sudah terbakar habis.

Wiu.. Wiu.. Wiu..

Sirine polisi, ambulance, dan pemadam kebakaran terdengar. Mereka dengab cepat berusaha memadamkan api. Beberapa tim penyelamat pun di kerahkan. Para polisi mulai mengamankan jalan raya. Barra lalu menghampiri salah satu petugas polisi yang berdiri tidak jauh darinya.

"Permisi, pak. Kenapa tim penyelamat juga di kerahkan?" tanya Barra.

"Apa maksudmu? Bukannya ini labotarium yang di gunakan para ilmuan? Seharusnya mereka bekerja di dalam kan? Aku harap semua ilmuan baik-baik saja di dalam." tutur petugas polisi dengan tatapan mata sendu sambil melihat api yang semakin membesar.

"Padamkan cepat! Tim penyelamat harus masuk ke dalam menyelamatkan semua orang." teriak salah satu yang memimpin.

Barra menjadi bingung. Sindi memberitahu dirinya jika para ilmuan pindah ke labotarium baru. Tidak bekerja di sini lagi mulai hari ini. Seharusnya, petugas polisi tahu jika tidak ada orang di dalam sana.

"Putri, tetap di sini dan jangan ke mana-mana." titah Barra yang berlari menerobos api untuk masuk memeriksa sesuatu yang menjanggal di dalam labotarium.

Barra terus berlari dan mencari ruangan tempat dimana penyimpangan obat-obatan berada. Setelah menemukannya, Barra berusaha mendobrak pintu masuk untuk memeriksa bagian dalamnya.

Barra mengambil beberapa obat yang akan dia teliti lebih lanjut. Api semakin memanas membuat Barra kesulitan untuk keluar. "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Barra yang terus memutar bola matanya mencari alat pemadam api yang bisa dia gunakan untuk keluar.

Syuurr.. Syuuur..

Air menyempot ke arah Barra membuat tubuh Barra basah kuyup. Terlihat dua orang yang di kenal Barra membawa alat selang untuk membantunya.

"Aku pikir kalian sudah terbakar?" ucap Barra yang bangkit sambil di bantu Banda.

"Tidak semudah itu, kawan. Aku harus memperbaiki dunia ini terlebih dulu." jelas Banda yang menarik Barra untuk keluar dengannya.

"Apa kalian juga curiga dengan suatu hal?" tanya Barra yang penasaran.

"Tentu saja, karena itu kami memeriksa labotarium yang sering mereka gunakan untuk menguji obat-obatan. Sesuai dugaan kami berdua, mereka adalah pelakunya." ucap Sindi dengan tegas.

"Aku tidak mengerti kenapa mereka semua melakukannya. Apa alasannya?" tanya Barra yang terus di liputi rasa penasaran yang mendalam. Dirinya merasa ini mustahil, tetapi pikirannya terus berputar dengan hal aneh ini.

"Kita keluar dari sini terlebih dulu baru bisa mencari cara untuk menemukan obat. Dunia ini akan hancur jika kita hanya tinggal diam saja." jelas Banda yang tetap fokus memadamkan api untuk mereka lewati.

Banda, Sindi dan Barra lalu keluar lewat pintu belakang. Mereka melepas pakaian yang sering di gunakan para ilmuan dan dengan sengaja melempar ke arah api.

"Semoga kau terbakar habis. Aku tidak membutuhkamu lagi!" ucap Banda dengan wajah kesal.

"Aku sungguh kecewa. Tujuanku dari awal ingin membuat obat dan menyembuhkan banyak orang. Justru aku terlibat membuat semua orang sakit." ucap Sindi dengan tatapan mata sendu. Wajah Sindi begitu sedih sampai dia ingin meneteskan air matanya.

Mereka semua lalu berkumpul di tempat parkir. Barra baru menyadari jika Banda barusaja menyentuhnya. "Bagaimana ini? Aku juga tertular. Apa kau sengaja melakukannya?" tanya Barra sambil menepuk Banda dengan keras.

"Hei, kau sudah gila? Jangan seperti itu. Aku tidak sengaja melakukannya. Kau butuh bantuan tadi." bela Banda sambil menghindari Barra.

"Aishh, dasar sialan. Aku tidak bisa bertahan jika sudah tertular." ucap Barra yang melempar tasnya karena kesal.

"Abang jangan seperti itu." sahut Putri yang menatap Barra dengan pandangan sulit di artikan.

"Minum ini. Aku dan Sindi membuat obat untuk mencegah tahap pertama. Kita bisa bertahan hidup dua minggu ke depan. Berikan juga pada adikmu." ucap Banda yang mengeluarkan ramuan berwarna kuning dari dalam tasnya.

"Ini adalah obat yang diam-diam kami buat untuk mencegah sel kita berkembang. Aku dan Banda baru saja meminumnya. Jadi kalian berdua tidak perlu khawatir jika kami menyimpang racun di dalam ramuan itu." tambah Sindi menyakinkan.

"Itu benar. Kau, Barra tidak boleh mati sebelum berhasil membuat obat untuk semua orang. Mengerti!" Sahut Banda sambil menunjuk Barra dengan senyum tipis.

"Terima kasih." ucap Barra yang langsung meneguknya, kemudian memberikan sisanya pada Putri.

Putri terlihat ragu-ragu, tangannya sampai bergetar memegang ramuan ini. Berapa kali matanya menoleh ke arah Barra yang telah meminumnya. "Apa aku akan baik-baik saja?" tanya Putri seketika membuat semua orang menatapnya.

"Kau akan baik-baik saja jika meminumnya." jawab Banda yang berjalan lebih dulu.

"Sudah, minum saja. Waktu kita tidak banyak. Kita harus pergi mencari tahu masalah ini lebih dalam. Kita juga harus mencari tanaman yang bisa di jadikan obat. Untuk sementara, percaya dengan mereka berdua." tepuk Barra ke pundak Putri yang terlihat cemas.

"Ayo pergi!" pintah Sindi yang merangkul tas kecilnya sambil tersenyum ke arah Putri.

Putri dengan cepat meneguknya walau terasa pahit. Tubuhnya seolah bergetar telah meminumnya. Tidak lama, dia pun berlari menyusul abang dan dua ilmuan pemula itu.

"Sudah meminumnya?" tanya Barra yang melihat adiknya berjalan di sampingnya.

"Iya, bang. Tetapi tubuhku terasa tidak enak." sahut Putri dengan suara perlahan.

"Obatnya pasti sudah bekerja, tenang saja semuanya akan baik-baik saja sesuai harapan kamu." ucap Barra yang terus menenangkan adiknya.

Mereka berempat sudah berjalan sejauh mungkin dalam waktu satu jam lebih. Kaki Putri dan Sindi mulai terlihat lelah. Langkah mereka seolah sangat tipis sekali.

"Kita istirahat dulu!" teriak Sindi yang tidak kuat lagi melangkah. Dia langsung duduk di tanah di ikuti Putri.

"Kita tidak bisa istirahat di sini. Akan ada orang yang melihat kita nanti." teriak Banda memberitahu.

"Hanya sebentar saja, mereka berdua sudah tidak kuat berjalan." pintah Barra yang mengerti perasaan adiknya.

"Baiklah. Aku juga mau mencari makanan di hutan. Sepertinya perut ku mulai laper." ucap Banda yang menurut sambil melepas tas ranselnya.

Barra lalu berbalik dan menghampiri adiknya yang terasa sangat lelah. "Istirahat dulu, nanti kita lanjut perjalanan." ujar Barra sambil memijat kaki Putri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!