7. Melakukan Tinjauan

Empat orang keluar dari labotarium sambil memakai pakaian ADP serentak. Barra yang awalnya menolak, terpaksa menggunakannya karena tak punya pilihan.

"Jadi, kita mau kemana?" tanya Putri yang turut ikut serta.

"Kita akan pergi meninjau pasien yang terserang penyakit aneh ini lebih dulu. Apa yang mereka rasakan, bagaimana kondisinya, kita harus mengetahui semua itu sebelum membuat obat. Apa abangmu bisa meyakinkan jika dia ahli meracik obat herbal?" tanya Sindi yang duduk di belakang kemudi bersama Putri.

"Tenang saja. Setelah abangku membuat obat, aku yang akan meminumnya lebih dulu biar kalian percaya." ucap Putri dengan tersenyum senang.

"Baiklah. Aku merasa sangat lega jika kau bisa membuktikannya." kata Sindi yang kini fokus menatap ke depan. Barra dan Banda pun masuk ke dalam mobil. Banda yang akan menyetir.

Setelah mobil melaju, Barra seperti ingin melepas pakaian ADP-nya. Tetapi melihat raut wajah menyeramkan Sindi dari kaca depan membuat Barra mengurungkan niatnya.

"Hei, bro. Kau harus terbiasa memakai pakaian seperti ini. Walau terbuat dari plastik, pakaian ini bisa melindungimu. Hanya kau yang tersisa di dunia ini. Anggap seperti itu." jelas Banda yang mengajari Barra.

"Aku tidak bisa bergerak dengan bebas. Pakaian ini seolah merepotkanku saja." ucap Barra yang merasa kesal.

"Ini demi kebaikan abang. Kalau abang nanti terinfeksi juga, aku bagaimana?" sahut Putri yang mendengar masalah Barra.

"Dia juga bisa mati kalau sampai tertular." sahut Sindi.

"Benarkah? Apa ada pasien yang tertular sampai mati? Kenapa di berita tidak memberitahukan apapun?" ucap Putri yang mulai takut.

"Jangan bilang seperti itu, Sindi. Kau membuatnya ketakutan. Terus terang, pasien yang berada di tempat karantina tidak ada yang mengalami kematian. Kami belum menerima laporan jika penyakit aneh ini sampai mengakibatkan seseorang meninggal. Jadi tenang saja, masih ada kemungkinan kita bakal hidup lagi." jelas Banda.

Tidak butuh waktu lama, mereka akhirnya sampai di tempat karantina. Baru datang, tiga orang ilmuan menyambut Sindi dan Banda. Mereka lalu menundukkan diri mereka kepada dua orang ilmuan pemula.

"Selamat datang." ucapnya.

"Terima kasih. Hari ini aku datang membawa dua orang teman yang akan membantu kami. Ketua sudah memberitahukan kalian kan?" tanya Banda yang di sambut anggukan oleh mereka.

"Baiklah, kita langsung masuk melihat-lihat kawan." ucap Banda yang begitu antusias. Dia sudah lama tidak pernah terjun langsung ke lapangan melihat apa yang terjadi karena dirinya hanyalah ilmuan pemula. Tetapi kali ini, Walvin memberinya kesempatan yang langkah bersama Sindi.

"Nah, di sel sebelah sana adalah pasien yang terserang lebih dulu. Bisa di katakan jika mereka awal mula terserang penyakit aneh ini. Sementara di sel yang di sebelahnya, orang yang baru terserang akhir ini. Baru sekitar dua minggu yang lalu." jelas Sindi yang melihat kertas selembar di tangannya.

"Mereka terlihat baik-baik saja, kemungkinan besar kita akan baik-baik saja." sahut Putri yang mengira semua orang tertular bisa tenang-tenang saja.

Sindi lalu memberi kode kepada Barra dan Banda untuk mengikutinya. "Putri, kau di sini saja melihat-lihat. Kami bertiga harus mengurus masalah lain." ucap Sindi sambil menepuk pundak Putri.

"Baiklah. Boleh aku duduk di pinggir danau sana?" tunjuk Putri membuat Barra menoleh ke arah tunjuk adiknya. Barra baru sadar jika terdapat danau di tempat karantina ini.

"Boleh, tetapi jangan pergi jauh-jauh." pintah Sindi. Putri pun berlari dengan riang.

"Kenapa kau mengusir adikku? Apa yang ingin kalian perlihatkan padaku?" tanya Barra yang mengetahui maksud Sindi.

"Dia terlihat bersemangat sekali dan yakin bisa hidup setelah terinfesi penyakit aneh ini. Tetapi, kami para ilmuan menemukan hal aneh dari orang yang terserang. Kau harus melihatnya." perintah Sindi yang berjalan lebih dulu, menunjukkan tempat persembunyiannya. Tempat ini tidak boleh di ketahui banyak orang, terlebih penyiar berita. Para ilmuan berusaha merahasiakannya dengan sangat baik.

"Lihat mereka!" tunjuk Banda pada tiga sel yang terdapat puluhan orang di dalamnya. Mereka semua bukan seperti manusia. Wajahnya penuh keriput dan tidak berhenti bersuara aneh.

"Ahhhuuwww.." ucap mereka kompak.

"Apaan ini?" teriak Barra yang perlahan mundur karena terkejut. Barra benar-benar bingung.

"Mereka semua terserang penyakit aneh ini sejak awal bulan kemarin. Kami baru mengetahui beberapa tahap dalam diri mereka secara berproses. Tahap pertama, mereka bakal kelaparan begitu sadis sampai tidak ingin berhenti makan. Tahap kedua, mereka akan kehausan dan terus meminta air minum. Dan tahap ketiga, mereka menyerang manusia dan menghisap darah. Makanya, kami menyembunyikannya di bawah tanah. Kami terus menyelidiki dan mencari semua orang yang tertular. Karena bisa saja mereka melalui dua tahan dan berubah menjadi penyerang manusia." jelas Banda panjang lebar.

"Jadi itu alasannya, kalian tidak ingin adikku melihat ini. Benar bukan?" ucap Barra dengan suara perlahan, syok mendengarnya.

"Bukan hanya itu, kami tidak bisa menjamin adikmu tetap bertingkah seperti manusia. Jadi kami tidak ingin membuat pikirannya kacau karena melihat hal menyeramkan ini." ucap Sindi yang menutup kembali pintu sel itu.

"Tenang saja, tidak semua orang tertular bisa menjadi seperti mereka. Lihat orang yang berada di sel luar, mereka lebih dulu terinfeksi tetapi masih baik-baik saja. Mungkin tergantung dari sel tubuh seseorang. Ini yang menjadi penelitian para ilmuan di labotarium." jelas Banda sambil menepuk pundak Barra.

"Hei, kawan. Jangan buat aku tertular juga. Aku harus membantu adikku terlebih dulu." ucap Barra yang seperti marah dan kesal setelah melihat kejadian aneh ini.

Barra lalu menemui Putri yang duduk bersenang-senang di pinggir danau. "Kau menikmati pemandangannya?" sahut Barra sambil duduk di sebelah adiknya melihat pemandangan danaunya.

"Iya. Aku selesai memotret danau ini. Nanti akan aku perlihatkan pada ibu." jelas Putri yang tersenyum lebar terus menerus. Tidak pernah Barra melihat adiknya sebahagia ini.

"Bicara soal ibu, apa yang dia kerjakan di rumah saat ini yah?" ucap Barra yang mulai teringat dengan ibunya. Ibunya pasti marah karena dirinya tidak pamit sebelum pergi. Hanya menulis sebuah surat sebagai permintaan maafnya.

"Ibu pasti sedang duduk menonton tivi. Biasanya dia selalu melakukannya jam segini. Atau mungkin ibu sedang memikirkan kita, karena kita pergi tanpa pamit dengannya. Dia pasti sempat marah-marah. Apa abang menulis alasan kita pergi dari rumah di surat abang?" ucap Putri menoleh menatap Barra.

"Iya." jawab Barra.

[Sebuah surat dari langit, Barra menulis ini tengah malam sekali. Mungkin ibu sudah tidur. Setelah ibu terbangun, hanya surat ini yang ibu temukan di tempat tidur Barra. Maafkan Barra jika pergi tanpa pamit, Bu. Ini demi kebaikan ibu. Barra pergi membawa Putri untuk di obati. Karena kelalaian Barra sebagai kakak, Putri tertular penyakit aneh ini. Barra takut jika ibu juga tertular.

Barra tidak akan lama, setelah menemukan obat untuk Putri, Barra akan pulang menemui ibu. Barra sudah berpesan pada Ipul untuk menjaga ibu dan tinggal di rumah sementara waktu menemani ibu. Tolong bu, jaga diri dan keadaan ibu di sana. Barra akan sangat sedih jika ibu sampai sakit memikirkan Barra dan Putri. Kami berdua akan baik-baik saja. Terima kasih, Bu.]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!