4. Menyembunyikan

Barra lalu menjelaskan semua informasi yang di ketahui kepada adiknya. Putri tercengang mendengarnya. Dia hanya bisa membuka mulutnya tanpa berani bicara.

"Jadi, kau tidak boleh menyentuh siapapun. Ketika sampai di rumah, langsung masuk ke dalam kamar." ucap Barra dengan wajah sedih melihat kondisi adiknya.

"Bang, aku bisa kan sembuh lagi. A.. Aku tidak mau terus mengurung diri. Kapan penyakit ini bisa hilang dariku? Abang pasti tahu. Abang pasti mencarikan aku obat, iyakan?" tanya Putri sambil meneteskan air matanya, tidak kuat menerima kenyataan pahit ini.

"Ngak, aku yakin itu hanya argumen mereka saja. Aku ngak mungkin tertular dengan cepat. Kondisi tubuhku terasa baik-baik saja. Aku masih sehat, iyakan bang?" ucap Putri lagi yang tidak bisa menerima kenyataannya.

Tiba-tiba, keluar salah satu pasien rumah sakit yang di kejar oleh beberapa dokter yang menggunakan pakaian pelindung. Orang itu di tangkap dan di seret masuk ke dalam seperti hewan peliharaan. Putri termenganga melihatnya.

"Ayo kita pulang dan bahas masalah ini di rumah. Jangan ada satu orang pun tahu masalah dirimu atau kau juga akan di kurung seperti mereka." ucap Barra sambil berjalan berusaha mencari taksi agar lebih aman.

Ketika taksi sudah berhenti, Barra membukakan pintu untuk Putri. Tetapi Putri hanya berdiri mematung seperti patung.

"Apa yang kau lakukan di sana? Cepat naik!" perintah Barra.

Putri terkaget dan langsung menurut. Dia berjalan menghampiri Barra yang menggunakan pakaian pelindung. Putri lalu memegang gang pintu mobil dan dirinya langusung terdorong ke samping membuat tubuhnya terjatuh.

"Maaf, kak. Aku tidak sengaja." ucap seorang anak kecil yang berlari pergi setelah mengatakannya.

"Bang, bagaimana ini. Aku sudah bersentuhan dengan anak tadi. Apa dia akan terinfeksi juga?" tanya Putri yang bangkit dengan cepat membuat sopir taksi yang mendengar pembicaraannya menjadi bingung.

"Hei, aku bilang jangan bicara seperti itu di sini." ucap Barra dengan suara perlahan agar hanya adiknya yang mengerti.

"Tetapi, Bang. Mustahil aku tidak bisa bersentuhan dengan siapapun. Walau aku berusaha untuk tidak menyentuhnya, bagaimana jika mereka yang menyentuhku?" teriak Putri yang frustasi. Di sisi lain, dia sangat sedih karena mendapat berita buruk yang tidak di harapkan. Tetapi, dirinya semakin sedih jika semua orang tertular karenanya.

Barra menghela nafas kasar, berusaha mencari solusi. Dia kemudian membuka pakaian pelindungnya dan memberikan kepada adiknya. "Pakai ini dan berusaha menjaga jarak. Mengerti?" ucap Barra yang melempar pakaian pelindung kepada Putri. Putri mengangguk dan memakainya dengan cepat.

"Hei, kalian lama sekali. Jadi naik atau tidak? Buang-buang waktu saja!" teriak sopir taksi yang lelah menunggu.

"Iya, pak. Kami jadi naik." kata Barra yang memilih duduk di depan dekat sopir taksi. Dia tidak bisa duduk di dekat adiknya, berusaha menjaga jarak agar dirinya tidak tertular. Barra ingin tetap sehat agar bisa mencari obat untuk kesembuhan adik satu-satunya.

"Lah, kamu duduk di depan? Kalian lagi berantem?" tanya sopir taksi sambil melajukan mobilnya.

"Terserah bapak saja." jawab Barra yang tidak mau memperpanjang pembicaraan. Pikirannya sedang kacau. Dia sudah berbohong dengan ibunya untuk datang ke sini dan malah mendapat masalah. Lalu membawa pulang Putri yang sudah terinfeksi penyakit aneh.

Sesampai di rumah, Putri buru-buru masuk sesuai perkataan Barra. Rupanya, ibunya pulang lebih awal dari pasar. Dia terkejut melihat anaknya masuk kamar tanpa menyapanya terlebih dulu.

"Adikmu, kenapa? Ada masalah dengan pacarnya?" tanya ibu Barra yang melihat Barra masuk.

"Apa? Bagaimana ibu bisa tahu?" tanya Barra yang terkejut. Setau dirinya, dia tidak memberitahu ibunya karena takut ibunya memarahi adiknya.

"Hemmm, jangan main rahasia dengan ibu. Ibu tahu semua kebohongan kalian tetapi masih membiarkan kalian berbohong. Seharusnya berterus terang saja jika ingin pergi menjenguk pacar Putri. Anak itu selalu saja merepotkan kamu sebagai abangnya." jelas Ibu Barra yang membuat teh dan kopi.

"Ibu kenapa pulang lebih cepat dari pasar?" tanya Barra yang penasaran. Barra lalu duduk di sofa berhadapan dengan ibunya.

"Pasar akan tutup beberapa minggu ke depan. Ini karena masalah penyakit itu. Rupanya, bisa menular jika kita bersentuhan dengan mereka. Beruntung ibu tidak pernah menolong orang yang terserang penyakit aneh itu. Bisa-bisa diri ibu juga tertular dan tidak bisa sembuh." ucap Ibu Barra sambil menikmati kopinya yang sudah dingin.

"Apa? Sudah di umumkan secepat itu?" ucap Barra yang terkejut.

"Kenapa kau terkejut? Bukan kah itu semakin bagus, kita bisa menekan penyebarannya agar tidak semakin banyak orang sakit. Rumah sakit sudah penuh, tidak bisa menanggung kalian." jelas Ibu Barra dengan serius.

Barra jadi was-was. Dia takut jika ibunya juga tertular karena tidak tahu Putri sudah tertular. Tetapi jika memberitahu ibunya, Barra takut ibunya syok sampai jantungan.

'Tidak, aku harus mencari obat secepatnya untuk Putri agar ibu tidak curiga. Baiklah, aku tidak akan beritahu ibu.' guman Barra yang berusaha menenangkan dirinya.

"Barra, kau sepertinya sedang berpikir. Apa yang kau pikirkan? Masalah toko kita? Kalau itu tidak perlu di pikirkan. Kita masih bisa menjual dari rumah saja. Pelanggan pasti akan datang ke sini kalau perlu." ucap Ibu Barra sambil tersenyum.

"Iya, Bu. Barra masuk ke dalam kamar dulu, mau istirahat. Tolong ibu jaga kesehatan biar tidak sakit." ucap Barra sambil bangkit.

"Ya ampun, anak ibu yang tampan dan baik hati. Selalu saja membuat jantung ibu tidak bisa berdetak. Tidak apa, kau tidak perlu mengkhawatirkan ibu. Kita sekeluarga tidak akan terserang penyakit aneh itu." titah Ibu Barra yang berteriak karena Barra sudah berada di depan pintu kamarnya bersiap untuk masuk.

"Aku harus bawakan Putri teh. Dia pasti juga capek." ucap Ibu Barra sambil bangkit membawa secangkir teh yang belum tersentuh.

Barra yang mendengar perkataan ibunya, keluar dari kamar dan merebut teh Putri dan langsung meneguknya.

"Hei, Barra! Ini untuk adikmu, kenapa kau yang menghabiskannya. Kau ini, anak nakal. Ibu terpaksa buatkan Putri yang lain." ucap ibu Barra yang kesal.

"Biar Barra saja yang buatkan, ibu sebaiknya ambil jemuran. Sudah mau hujan." Usul Barra.

"Baiklah. Kau harus menambahkan satu sendok lebih gula agar tehnya terasa semakin manis. Putri sangat suka teh seperti itu." ucap Ibu Barra mengingatkan.

"Siap, Bu."

"Jangan lupa, bawa ke kamar Putri dalam keadaan hangat. Putri tidak akan meminumnya kalau sudah dingin."

"Siap, komandan." ucap Barra sekali lagi sambil memberi hormat.

"Ya sudah, ibu ambil jemuran. Sekarang pergi buatkan teh untuk adikmu. Dia pasti lelah, tidak keluar dari kamarnya." ujar Ibu Barra memberi perintah.

"Baik, Komandan." teriak Barra yang bersemangat. Setelah ibunya pergi, Barra mengelus dadanya bernafas lega.

"Aku tidak bisa terus seperti ini di depan ibu." guman Barra yang nerasa khawatir.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!