Ketika matahari sudah terbit, ibu Barra sibuk memasak di dapur. Terlihat Putri yang bolak balik membangunkan abangnya belum tak kunjung bangun.
"Kenapa repot-repot membangunkannya, Barra memang suka bangun kesiangan." tegur Ibu Barra yang melihat Putri masuk bolak balik ke kamar Barra.
"Aku dan abang mau pergi ke suatu tempat, bu." jawab Putri dengan gugup.
"Ke mana?" tanya Ibu Barra walau dia sudah tahu.
"Ibu tidak perlu tahu, nanti abang marah. Tenang saja, bu. Putri dan abang Barra bakal tidak lama. Setelah urusanku selesai, aku dan abang Barra akan langsung pulang dan tidak kemana-mana lagi." ujar Putri sambil memeluk ibunya untuk meyakinkannya.
"Baiklah, hati-hati di jalan. Nanti kalau sudah pulang, sebaiknya Barra tidak perlu menemani ibu menjual di pasar. Dia pasti lelah, jadi biarkan istirahat." perintah ibu Barra.
"Baik, bu. Akan Putri laksanakan." teriak Putri sambil memberi hormat dengan ibunya.
Setelah selesai bersiap dan sarapan, Barra dan Putri berangkat. Mereka masing-masing membawa tas ransel. Putri dan Barra memilih menaiki bus sampai di kota. Butuh waktu 3 jam perjalanan hingga akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang di tuju.
Ketika baru menginjakkan kaki di rumah sakit, keadaan ricuh sedang terjadi. Beberapa orang di lilit dengan tali oleh dokter. Polisi dan tentara juga ikut membantu.
"Bang, kamar pacarku ada di sana. Aku ke sana dulu, dia pasti sudah menunggu." ucap Putri yang tidak memperhatikan sekeliling dan langsung masuk ke dalam kamar rawat pacarnya. Sementara Barra masih bingung dengan keadaan yang di lihatnya.
Dua orang ilmuan datang membantu, mereka menyuntikan cairan yang bisa menenangkan orang yang di ikat itu. "Semua sudah aman. Tetapi ini tidak akan bertahan lama. Sebaiknya tempatkan mereka di ruang tertentu dan jangan sampai bersentuhan dengan manusia yang sehat." perintah Banda yang di utus untuk menangani masalah di rumah sakit ini sebagai perwakilan para ilmuan pemula.
"Aku sarankan agar semua orang yang sudah bersentuhan dengan pasien tanpa menggunakan pengaman, lebih baik di karantina terlebih dulu. Karena mereka pasti akan terinfeksi beberapa hari ke depan." jelas Sindi yang memberi tahu semua dokter yang ada.
"Infeksi? Pasien?" Barra masih belum mengerti dan berusaha mencerna perkataan dua ilmuan itu. Tiba-tiba mata Barra membulat. Dia dengan cepat berlari mencari adik perempuannya.
"Jangan sampai Putri bersentuhan dengannya. Ini bisa gawat, dia juga akan terinfeksi penyakit aneh ini." ucap Barra yang terus berlari sambil membuat tiap pintu kamar untuk menemukan adiknya.
Dan ketika berhasil menemukan Putri, dia sudah terlanjur bersentuhan dengan pacarnya.
"Bang, kenalkan ini pacarku. Nah, sayang. Ini abangku." titah Putri yang langsung bangkit sambil melepas gengaman tangan pacarnya.
"Hai, abangnya Putri!" sapa pacar Putri sambil tersenyum.
Barra tidak tahu harus melakukan apa. Dia sempat ingin menarik adiknya keluar dan tidak dekat dengan pacar adiknya, tetapi Putri sudah terlanjut bersentuhan. Jika dirinya menarik tangan adiknya juga, maka akan di pastikan dirinya juga terkontaminasi.
"Tidak boleh, aku tidak boleh terinfeksi. Aku yang akan menyembuhkan adikku nanti." guman Barra yang belari keluar tanpa mengatakan apapun.
"Sepertinya, abangmu tidak menyukaiku." sahut pacar Putri yang melihat tingkah Barra.
"Itu tidak mungkin. Abangku orangnya sangat baik, kau dengannya belum kenal saja." jawab Putri kembali sambil duduk di tempatnya.
Barra mencari dua ilmuan tadi untuk mencari tahu informasi lebih banyak lagi. Ketika berada di tangga, dia berhasil menemukan Sindi dan Banda. "Kalian di sini, aku mau bicara." ucap Barra yang mengatur nafasnya tepat berhenti di depan Sindi dan Banda.
"Mundur, jangan dekat dengan kami." perintah Sindi yang dengan cepat menjauh dari Barra.
"Tenang, aku belum menyentuh atau tersentuh oleh pasien yang terserang penyakit. Aku hanya datang ke sini ingin berbicara dengan kalian masalah penyakit ini. Kalian seorang ilmuan kan?" tanya Barra sambil menatap satu persatu orang di depannya.
"Darimana kau tahu?" tanya Sindi yang mengeritkan alisnya.
"Apa kau pernah melihatku di tivi? Ah, aku tidak menyangka sudah sangat terkenal walau belum melakukan apa-apa." puji Banda pada dirinya sendiri.
"Tidak. Aku hanya tahu lewat baju yang kalian pakai. Tertulis juga gelar kalian di sana. Jadi aku paham." ucap Barra sambil menujuk baju Sindi.
"Ah, iya itu benar. Lalu, apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Banda yang langsung mengalihkan pembicaraan agar jawabannya tadi bisa di lupakan oleh mereka.
"Penyakit aneh yang muncul, kenapa bisa menular hanya dengan sentuhan dan berapa waktu yang di butuhkan sampai penyakit itu di rasakan oleh orang yang tertular?" tanya Barra to the point.
"Sejauh ini, kami belum memastikannya karena banyak orang yang tertular lebih cepat dan ada yang lambat." jawab Banda.
"Sepertinya itu sesuai dengan kekebalan tubuh seseorang." Sahut Barra yang paham. Sindi dan Banda menjadi terkejut. Barra sepertinya tahu lebih banyak dari mereka duga.
"Kau seorang dokter, ahli gizi, atau ilmuan juga?" tanya Sindi yang memperhatikan penampilan Barra.
"Tidak semuanya. Tetapi, kenapa kalian mengikat orang tadi. Setauku pasien yang terserang tidak akan memangsa manusia kan?" tanya Barra dengan sangat hati-hati.
"Kau melihatnya?" tanya Banda terus memperhatikan gerak gerik Barra.
"Mereka tidak mau menurut pada kami dan selalu ingin pergi keluar. Mereka menghabiskan makanannya dengan cepat dan makan terlalu banyak. Tetapi masih laper. Jika tidak di beri, mereka akan marah dan ingin mencari makanan di luar. Karena itu, kami menahannya." jelas Sindi memberitahu.
"Jika kau menemukan ada orang yang sudah bersentuhan dengan pasien, segera hubungi kami. Kami menyediakan tempat khusus dengan mereka sampai obatnya di temukan. Jangan lupa, pakai alat pengaman seperti sarung tangan ketika bersentuhan dengan mereka. Baju pelindung juga boleh jika merasa di butuhkan." jelas Banda.
"Apa kalian punya baju pelindung dan sarung tangan yang tersedia?" tanya Barra.
Sindi lalu menarik tasnya dan mengeluarkan apa yang di minta Barra. Barra pun mengambilnya dan segera pergi mencari adiknya. Dia memakai sarung tangan dan baju pelindung untuk berjaga-jaga.
"Bang, apa yang kau pakai? Lepaskan!" teriak Putri yang mengira jika Barra jijik bertemu dengan pacarnya sampai memakai pakaian pelindung saja.
"Ayo pulang!" panggil Barra dengan suara tegas lalu keluar menunggu adiknya.
"Sepertinya abangmu mengira jika penyakitku ini tertular sampai memakai pakaian pelindung sana. Nanti kau tidak perlu datang ke sini lagi mengunjungiku." ucap pacar Putri yang merasa kecewa.
"Aku minta maaf mewakili abangku. Nanti aku beritahu dia." ucap Putri yang keluar dengan cepat. Putri lalu memukul abangnya ketika berada di luar kamar pacarnya.
"Dasar abang, masih saja suka merendahkan orang. Lihat wajah pacarku yang tampak cemberut. Kau ini membuatku malu saja." jelas Putri memarahi Barra sambil memukul lengan Barra. Beruntung Barra sudah memakai pakaian pelindung.
"Putri, hentikan. Kau bisa membuatku tertular juga." ucap Barra yang membuat adiknya melotot. Dia sama sekali tidak mengerti dengan perkataan abangnya.
"Abang?" sahut Putri dengan suara perlahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments