MUNCULNYA PRIA GENIUS
Di labotarium penelitian, ribuan ilmuan sedang sibuk melakukan pengujian terhadap kera. Mereka ingin membuktikan jika kera bisa bertumbuh besar jika di suntikkan ramuan yang sudah di racik.
"Masukan heksana, tambah sedikit larutan basa. Jangan lupa ramuan sebagai kuncinya." Titah ilmuan paling tua yang memimpin penelitian ini. Dia hanya berdiri dengan santai sambil menunjuk ke sana sini. Namanya adalah Walvin, sudah hampir 50 tahun menjabat sebagai ketua ilmuan.
Disaat semua ilmuan sibuk, salsah satu ilmuan berlari ke arah Walvin untuk memberi kabar. "Ketua! Ada masalah di ruang sebelah. Larutannya terus saja naik dan tidak mau berhenti walau apinya sudah di matikan." ucap Argon menjadi panik.
"Baiklah, aku ke sana dulu. Semua orang tetap bekerja di sini dan jaga kera itu. Jangan sampai dia kabur." perintah Walvin sebelum pergi keluar ruangan.
Semua ilmuan yang berada di ruangan itu menjadi lega. Mereka yang tadinya serius bekerja kini bisa istirahat setelah Walvin pergi.
"Aku tidak mengerti dengan ketua. Dia sudah sangat tua seharusnya memilih untuk istirahat dan tidak perlu bekerja lagi di sini. Tetapi masih tetap ada." ucap Banda, ilmuan baru yang baru masuk beberapa minggu.
"Iya. Kita hanya di pekerjakan hal yang mudah saja. Berurusan dengan kera. Dia pikir ini pekerjaan yang sulit? Semua bahan yang kita gunakan tidak ada yang berbahaya. Heksana, hanya itu saja?" ucap Sindi, satu-satunya ilmuan perempuan yang sudah lama bekerja tetapi masih berada di lap khusus pemula.
Mereka semua pun menghela nafas kasar berharap ada keajaiban pada diri mereka. Ruang pemula ini membuat mereka semua bosan. Hanya sedikit larutan yang bisa mereka gunakan. Tetapi, tiba-tiba kera yang mereka kurung lepas. Kera itu lalu melompat dan mengacaukan labotarium pemula. Banda berusaha menangkapnya bersama teman-teman, sementara Sindi mengamankan larutannya yang selesai.
Sindi tiba-tiba terjatuh membuat larutan di tangannya lepas. Larutan itu membasahi lantai dan mengenai si kera. Kera mulai beraksi tidak normal seperti kesakitan sampai akhirnya menabrak kelelawar yang berada di jaring hingga kelelawar itu terjatuh sempurna ke larutan yang berwarna kuning. Larutan yang dibuat pemula tadi. Larutan itu mendidih dan kelelawar sudah tidak terlihat.
"Bagaimana ini? Kelelawarnya masuk ke dalam larutan itu." ucap Sindi yang panik. Dia merasa bingung jika sampai ketua mengetahuinya.
"Tenang, ketua tidak ada di sini. Kita hanya perlu diam dan tidak memberitahunya." ucap Banda menenangkan semua temannya yang panik.
Banda lalu menangkap kera dan mengikatnya kembali seperti semula. Semua ilmuan pemula itu berpikir jika masalahnya akan reda sampai di situ. Tanpa mereka ketahuan, kelelawar yang sudah di jatuhkan kedalam larutan adalah kelelawar yang sedang masa uji untuk mengubah rantai makanannya.
Ketua kembali dan melihat hasil persentasi ilmuan pemula. Dia lalu mengangguk merasa bangga dengan tim pemula ini yang selalu di banggakannya di ruang rapat.
"Kerja bagus. Besok kita bawa larutan ini ke tempat penyimpanan agar bisa di gunakan dalam obat jika di perlukan." ucap ketua dengan penuh percaya diri.
"Baik, ketua." jawab mereka serentak walau berusaha menutupi rasa gugupnya.
Walvin berjalan keluar, tetapi dia tiba-tiba berhenti ketika merasa ada yang ganjal. Walvin pun berbalik dan memeriksa keranya yang masih terikat. Tidak mau memikirkannya lebih lama lagi yang hanya akan membuatnya pusing, Walvin segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke ruangannya.
Hari berlalu begitu saja. Kini sudah tiga bulan sejak kejadian itu. Di sebuah rumah yang nan sederhana, seseorang perempuan yang tingginya 155 cm memukul laki-laki yang bertubuh tegap dengan bantal guling.
"Hei, cepat bangun dan pergi bantu ibu. Kenapa kakak selalu suka bermalas-malasan di rumah padahal tidak sakit!" teriak Putri yang merasa kesal di pagi hari ulah Barra yang tidak mau bangun.
Barra hanya seorang pengangguran, dirinya juga hanya lulusan SMA karena tak mau melanjutkannya ke perguruan tinggi merasa buang waktu saja walau mendapat beasiswa. Barra lebih suka rebahan pagi hari, siang hari, dan malam hari. Jarang sekali dia keluar rumah kecuali terpaksa ingin membantu ibunya yang berjualan pakaian di pasar. Ibunya Barra punya toko kecil, peninggalan almarhum ayah Barra.
"Iya, iya. Berhenti terus memukulku. Aku bisa mati mendadak kalau begitu terus." sahut Barra yang terbangun.
"Syukurlah kalau kau mati. Hidup saja menyusahkan, lebih kalau mati." jawab Putri yang acuh tak acuh.
"Hei, Putri! Jaga bicaramu, aku ini abangmu. Kau harus patuh denganku sesuai perkataan ibu. Dengar kan?" ucap Barra sambil menunjuk adik kecilnya.
"Kenapa? Kau hanya pengangguran, tidak ada yang bisa di harapkan dari dirimu. Setiap hari kerjaannya hanya rebahan. Sadar diri, tidak ada perempuan yang akan menjadi istrimu nanti. Dasar pemalas!" ejek Putri yang berlari keluar dari kamar Barra.
"Dasar, adik kecil! Kau hanya melihat abangmu ini sebelah mata. Kalau nanti kau sakit, siapa yang akan mengambilkanmu obat? Aku yang meracik obar untukmu. Obat semakin mahal, kau pikir kita bisa membelinya, ha!" teriak Barra yang mulai mengungkit.
Barra lalu melempar bantal guling yang di gunakan adiknya memukulnya. Setelah itu, berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar mandi. Setelah membersihkan diri, Barra menuju pasar dimana ibunya berada.
Ketika di tengah perjalanan, Barra melihat hal aneh. Beberapa orang terlihat memegang perutnya dan bahkan terdapat orang yang pingsan. Karena terkejut dan penasaran, Barra mencoba mengamati orang itu dari dekat tetapi tidak terlalu dekat. Semua orang mulai berkerumun dan menyentuh orang itu berusaha membantunya.
"Bibirnya pucat, lebih pucat dari mayat. Rambutnya terlihat rontok dan sepertinya perutnya yang sakit. Kuku kakinya juga terlihat aneh, penyakit apa ini?" tanya Barra yang merasa heran. Biasanya, tidak terdapat tanda seperti ini jika hanya sakit perut saja.
"Oh, ya ampun. Di sana lebih banyak lagi yang pingsan!" teriak orang-orang sambil melihat ke seberang jalan.
Barra mulai teringat dengan ibunya. Dia berlari dengan cepat menyusul ibunya yang sedang bekerja. Ketika sampai di sana, Barra masih bisa bernafas lega ketika melihat ibunya sibuk menawarkan barang dagangannya.
"Silakan di pilih, Bu. Ini baju yang berkualitas, aku jamin." ucap Ibu Barra yang tersenyum ramah.
"Bagaimana, Bu? Banyak pelanggan hari ini?" tanya Barra yang langsung duduk di kursi.
"Kau baru datang? Apa di bangunkan lagi oleh Sindi? Kenapa kau semakin lama semakin suka sekali tidur. Tidak bisa apa, bantu ibu pagi sekali membuka toko. Tadi ibu sampai kesiangan." tegur ibu Barra.
"Iya, maaf." ucap Barra yang tidak merasa bersalah sama sekali. Sudah biasa baginya mendapat marah dari ibunya seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Anime_Fans
author ya anak kimia anjjr
2023-03-05
2