6. Di Labotarium

Saat Barra dan Putri berniat turun, dua polisi yang membawanya mencegahnya. "Hei, kenapa kalian ingin memeriksa dua orang ilmuan ini. Mereka harus segera sampai di labotarium secepat mungkin." pintah petugas polisi yang membawa Barra dan Putri.

"Benar. Mereka lebih tahu masalah penyakit ini daripada kita." tambah yang satunya membuat Barra dan Putri sedikit lega.

"Baiklah, kalian boleh lanjutkan perjalanan." ucapnya sambil memberi hormat sebelum pergi.

"Bang, kita aman. Syukurlah, aku hampir saja di bawa pergi juga." bisik Putri sambil memegang dadanya, merasa lega.

"Iya. Lain kali kita harus hati-hati. Pastikan agar tidak ada orang yang boleh tahu masalah kamu. Oke?" balas Barra yang ikut merasa lega. Adiknya tidak berpisah dengan dirinya.

Setelah mereka sampai di labotarium, Barra lalu mencari dua orang ilmuan asli yang pernah dia temui sebelumnya, Banda dan Sindi. Karena tidak tahu nama mereka berdua, Barra harus memeriksa tiap ilmuan yang dia temui.

"Hei! Kalian siapa?" tunjuk seseorang yang berbadan gemuk sambil menatap Barra dan Putri dengan alis mengerit.

"Aku sedang mencari seseorang. Dia setinggi..." ucapan Barra terhenti karena ilmuan gemuk ini sudah memotongnya lebih cepat sebelum mendengarkan perjelasannya.

"Oh, kalian orang yang akan membantu di sini kan? Oke-oke silakan masuk. Bawa larutan ini ke lantai dua yang tertulis lap pemula. Oke?" perintah ilmuan gemuk sambil memberikan larutan biru kepada Barra dan larutan berwarna hitam peka kepada Putri.

"Hati-hati jangan sampai jatuh." teriaknya sambil kembali duduk di tempatnya.

"Bang, ini bagaimana?" tanya Putri yang menjadi bingung. Dia tidak bisa lebih lama di sini, bersentuhan dengan semua ilmuan. Mereka semua bisa terinfeksi.

"Letakkan larutannya di sini saja. Nanti juga ada orang yang mengambilnya. Kau cepat sembunyi di toilet dan jangan keluar sebelum aku menghubungimu. Aku akan cari dua ilmuan itu dulu." ucap Barra sambil meletakkan larutan biru di lantai begitu saja. Begitupun dengan Putri. Dia langsung pergi setelah melakukannya.

Barra berputar dan terus berputar mencari Sindi dan Banda. Terlihat banyak ilmuan berlalu lalang, tetapi mereka tidak memperhatikan Barra. Mereka sibuk dengan pikirannya sendiri.

Tak..

Barra tidak sengaja menabrak pria paruh baya yang berdiri di depannya. Barra pun menundukkan diri lalu melanjutkan langkahnya. Tiba-tiba, pria paruh baya itu menahannya. "Kau orang baru di sini. Siapa namamu?" tanya Walvin yang tidak berhenti menatap Barra begitu dalam.

"Aku? Ah, iya. Aku Barra sedang mencari dua orang ilmuan yang pernah di tugaskan di rumah sakit kota beberapa hari lalu. Apa orang itu masih ada di sini?" tanya Barra yang berjalan menghampiri Walvin.

"Kau datang pada orang yang tepat. Aku bisa mengantarmu bertemu dengan mereka berdua. Ayo tunggu di ruanganku!" perintah Walvin sambil berjalan lebih dulu.

Barra mengikutinya dan merasa kesal. Langkah Walvin begitu perlahan seperti siput. Entah sampai kapan Barra akan sampai ke ruangan yang Walvin maksud.

"Pak, kapan kita bisa sampai? Kalau boleh tahu, ruangannya ada dimana, beritahu saja padaku biar aku datang lebih dulu di sana. Ini masalah gawat dan teramat penting." titah Barra yang tidak mau lebih lama.

"Maaf jika aku membuatmu lambat. Kakiku akhir ini sedikit sakit sampai aku tidak bisa berjalan cepat dan harus berjalan lambat. Jadi seperti ini jalanku." ucap Walvin berterus terang. Barra tidak mau menunggu terlalu lama, banyak waktu yang dia buang hanya karena menunggu kakek tua ini.

Barra pun mengangkat tubuh Walvin sambil berkata, "Ke mana kita harus pergi? Tunjuk saja biar aku yang membawamu." ucap Barra dengan tegas. Walvin pun menurut dan menunjuk memberikan arahan pada Barra.

Satu ruangan yang terlihat tersembunyi menjadi tempat Walvin beristirahat. Tempatnya begitu sempit tetapi cukup untuk kakek tua itu. Menurutnya, ini sudah sangat sederhana baginya.

"Dimana dua orang yang aku maksud? Kenapa dia tidak ada di sini?" tanya Barra yang tidak menemukan siapapun di sini.

"Sabar, aku akan menghubunginya segera. Terima kasih untuk bantuanmu tadi anak muda. Tetapi ngomon-ngomon, kau terlihat tidak asing. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Walvin sambil menatap Barra dengan seksama.

"Tidak. Kita belum pernah bertemu sebelumnya. Ini pertama kali bagiku melihat orang yang berjalan sangat perlahan, Oke. Jadi, sekarang tolong panggilkan orang yang aku maksud." ucap Barra yang semakin kesal.

"Mau minum kopi dulu?" tanya Walvin yang sepertinya tidak tahu jika Barra tidak suka membuang waktunya seperti ini.

"Hei, kakek tua!" teriak Barra yang kehabisan kesabaran. Ini pertama kalinya dia membantu kakek tua yang membuatnya begitu stres.

"Namamu cukup bagus. Apa kau datang seorang diri di sini?" tanya Walvin sambil membuka laporannya.

"Aku tidak mau jawab. Aku mau bertemu dua orang ilmuan yang aku temui. Kau tidak mengerti?" tanya Barra dengan wajah memerah.

Tidak berselang lama, pintu ruangan Walvin di ketuk. Barra menoleh dengan cepat mengira jika itu adalah orang yang dia cari. Tetapi barra terkejut melihat Putri ikut bersama dua orang itu.

Putri pun hanya memakai pakaian biasa tanpa memakai ADP-nya lagi. "Hei, Putri. Apa yang kau lakukan?" tanya Barra kepada adiknya yang berjalan masuk sambil memasang wajah murung.

"Abang, mereka memaksa aku melepas pakaian pelindungku." tunjuk Putri ke arah Banda.

"Kau melakukannya?" tanya Barra sambil menatap Banda dengan seksama.

"Aku minta maaf, aku tidak tahu jika orang ini terinfeksi. Lagian, kenapa kau membawa orang terinfeksi di sini. Kau ingin semua ilmuan tertular?" tanya Banda yang menjelaskan.

"Kalian sudah menyentuhnya?" tanya Walvin yang bangkit dari tempat duduknya.

"Maaf, ketua. Kami tidak tahu. Kami memaksanya melepaskan pakaian pelindungnya sampai menyentuh dirinya. Kami pikir jika dia orang luar yang punya rencana jahat sampai memakai pakaian aneh datang ke sini." jelas Sindi.

"Tidak berselang lama, kalian juga akan terinfeksi. Lalu, apa hanya kau yang tidak tertular Barra?" tanya Walvin yang menoleh menatap Barra.

"Darimana anda tahu namaku?"

"Kau memberitahuku tadi jika namamu adalah Barra. Apa kau lupa?" jawab Walvin dengan cepat sambil menatap Barra dengan melototinya.

"Ah, iya benar. Aku lupa. Jadi, apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Aku datang ke sini ingin mencari obat untuk adikku yang terserang penyakit aneh ini. Makanya aku membawa dua tanaman herbal yang mungkin bisa membantu." ucap Barra sambil mengeluarkan tanaman yang dia ambil di hutan.

"Apa kau seorang ilmuan juga?" tanya Banda yang terkejut. Barra tidak terlihat seperti ilmuan. Penampilan Barra tidak terlalu meyakinkan.

"Abangku bisa meracik obat dari tanaman herbal. Ketika kami sakit, kami tidak perlu membeli obat. Abangku yang membuat obat untuk kami sekeluarga. Setelah meminumnya, semua penyakit akan terangkat." jelas Putri yang bangga dengan kemampuan abangnya.

"Benarkah itu?" tiga orang terkejut seolah tidak percaya dengan perkataan Putri. Mereka sampai menghampiri Barra ingin memeriksanya.

"Stop! Jaga jarak denganku, aku masih sehat." ucap Barra yang mundur perlahan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!