15. Bunga Rosmarin

Ketika ayam mulai berkokok, Barra langsung terbangun dan membereskan barang-barangnya. Dia juga turun dan membangunkan Sindi, Banda dan Putri. Barra lalu kembali ke dalam kamarnya, mengambil pakaian yang akan dia gunakan beberapa hari ke depan. Tas besar pun dia tarik demi mencapai kebutuhannya.

Tok.. Tok.. Tok..

Barra menoleh ke arah pintu terbuka dimana ibunya tengah berdiri di sana. Ibu Barra berjalan masuk dengan tatapan datar dan dingin.

"Apa kau akan pergi?" tanya Ibu Barra.

"Iya, aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku harus segera menemukan obat penyembuh dari penyakit ini." ucap Barra yang tetap melanjutkan pekerjaannya.

"Ibu setuju dan mendukungmu penuh. Ibu hanya ingin segera memelukmu bersama Putri. Seperti apa yang ibu lakukan ketika ibu merasa sedih, lelah pulang kerja, dan rindu dengan bapakmu." jelas Ibu Barra sambil duduk di tepi tempat tidur Barra.

Barra menatap lekat wajah ibunya, ikut merasakan sedih seperti yang di rasakan ibunya. Air mata Barra mulai memanas, ingin berjatuhan. Anak laki-laki yang selalu tegar ini berusaha untuk tidak menangis di depan ibunya.

"Barra minta maaf jika sudah merepotkan ibu. Barra hanya minta satu hal, tolong ibu jaga kesehatan dan jangan sampai tertular. Barra akan sangat sedih jika sampai itu terjadi." ucap Barra yang ingin sekali memeluk ibunya saat ini. Dirinya butuh kehangatan dari pelukan seorang ibu. Tetapi terpaksa harus mengurung niatnya.

"Abang, ayo cepat kita pergi!" teriak Putri dari bawah. Ibu Barra dan Barra pun segera turun dimana semua orang sudah berkumpul.

"Bu, Putri minta doa. Ketika Putri kembali nanti, Putri sudah sembuh full agar kita bisa bersama lagi. Ibu juga bisa kembali mencium Putri, memegang Putri." ucap Putri dengan senyum manisnya.

"Ibu akan selalu mendoakan kalian. Cepat pulang, ibu pasti rindu." ucap Ibu Barra yang berusaha terlihat tegar.

Sindi dan Banda pun meminta pamit. Pintu rumah di buka Ipul dan memberi jalan Barra dan teman-temannya untuk keluar.

Door.. Door.. Door...

Mereka di buat terkejut dengan suara tembakan. Ipul segera menutup pintu dan menguncinya kembali. Barra dan Banda saling menatap dengan wajah bingung.

"Ada apa di luar?" tanya Ibu Barra yang memeriksanya dari jendela rumahnya. Dia terkejut melihat beberapa petugas polisi membawa tembakan dan terus menembak ke arah orang aneh yang berlari ke arahnya.

Door.. Door.. Door..

"Ada apa, bu?" tanya Putri yang bingung melihat ekspresi wajah ibunya.

"Polisi membawa tembak dan menyerang orang aneh." bisik ibu Barra memberitahu.

"Apalagi ini? Kenapa mereka menyerangnya?" tanya Banda yang semakin penasaran.

Ipul berlari menyalakan tivi dan mencari siaran berita. Mereka semua pun menoleh mendengarkan reporter yang bicara di berita.

[Permirsa, hari ini pemerintah memberikan pengumuman agar semua orang yang terinfeksi penyakit aneh dan yang tertular harus segera di bunuh. Petugas polisi sudah menemukan tempat persembunyian para pasien yang terinfeksi membuat fakta mencuak jika ilmuan tidak bisa menghentikan penyakit aneh ini. Penyakit aneh ini di yakini bisa membuat manusia bertingkah bukan seperti manusia. Ingin dikatakan Zombie juga bukan. Vampir bisa saja. Para manusia ini mengigit dan menyerang manusia sampai mati. Untuk menghindari hal ini, pemerintah pun turun tangan dan meminta bantuan polisi untuk membunuh siapapun orang yang terserang penyakit aneh ini. Tidak ada pilihan selain membunuh. Terima kasih.]

"Ini benar-benar konyol. Mereka tidak mengerti bagaimana rasanya menjadi mereka yang punya keluarga tertular. Pasti sangat terpukul dengan berita ini." ucap Banda yang semakin murka.

"Apa yang harus kita lakukan? Menahan polisi membunuh mereka? Jangan konyol, polisi akan menembak kita lebih dulu. Ingat, kita juga terinfeksi." sahut Sindi sambil menyilang kedua tangannya.

"Bukan para ilmuan sudah menemukan obatnya untuk orang yang tetular tetapi masih berada di tahap pertama, seharusnya semua orang di beri obat itu agar tidak terserang penyakit lagi." sahut Barra yang masih melihat berita di tivi.

"Obatnya sangat sedikit, mustahil bisa di bagi. Paling para ilmuan menyimpang untuk dirinya sendiri. Terlebih, tanaman yang mereka gunakan sangat langkah." ucap Sindi memberitahu.

"Lalu, bagaimana? Apa yang akan kalian lakukan?" tanya Ipul yang sedari tadi diam mendengarkan.

"Mengambil tanaman bunga Rosmarin agar bisa di buat obat dan memberikan kepada orang yang sudah terserang. Nanti kita lihat hasilnya apa obat ini benar-benar ampuh." usul Barra.

"Bunga Rosmarin? kau akan mendapatnya dimana Barra?" tanya Ipul yang terlihat bingung.

"Tenang, lagian ada di depan jalan sana. Aku hanya perlu sedikit untuk di uji." jawab Barra dengan santai.

"Bunga Rosmarin sudah habis. Beberapa minggu yang lalu, banyak orang datang dan mengambilnya secara paksa. Pak Rt hanya diam saja, dia tidak berani menghentikan mereka karena melihat seragam mereka bukan orang sembarang." jelas Ibu Barra.

"Apa? sudah di ambil? Lalu, kita mendapat bunga Rosmarin dari mana lagi?" ucap Putri yang menjadi kesal.

"Berapa yang kau butuhkan, Nak?" tanya Ibu Barra sambil melihat ke arah Barra.

"Tidak banyak, bu. Kalau ada satu pun, aku terima." ucap Barra membuat ibunya mengangguk.

"Kalau begitu, kalian tunggu di sini. Ibu akan pergi ke rumah pak Rt. Setau ibu, pak Rt pasti menyimpang beberapa di rumahnya." ucap Ibu Barra yang bergegas keluar rumah dengan mengendap-endap. Walau Barra merasa takut, dia tidak bisa menghalangi ibunya.

Mereka menunggu dan terus menunggu hingga pintu rumah di ketuk. Ipul bangkit dengan cepat berniat membuka. Tetapi, Banda memberi kode untuk tidak melakukannya.

"Kenapa? itu ibu Barra." ucap Ipul dengan suara perlahan.

Banda menggeleng kepalanya sambil memberi petunjuk untuk melihat ke bawah. Terdapat banyak bayangan yang bukan hanya seorang saja. Ipul pun mengintip dan memeriksanya dari balik jendela. Benar saja, bukan Ibu Barra yang datang melainkan para petugas polisi yang membawa tembak.

"Siapa?" tanya Sindi yang ingin tahu.

"Po-Li-Si-" ucap Ipul memberitahu. Semua orang menjadi panik. Polisi tidak boleh melihat Barra dan teman-temannya. Polisi pasti akan langsung mengenali mereka.

"Bagaimana ini?" tanya Putri yang panik.

Tok.. Tok.. Tok..

Pintu kembali di ketuk dan Ipul masih tidak bergerak membuka pintu, merasa bingung dan tidak tahu harus melakukan apa.

"Permisi, apa ada orang di dalam? Kami dari petugas kepolisian, harap kerja samanya." teriak polisi yang tidak mendapat jawaban dari dalam.

"Kami dobrak saja pintunya, bu, pak. Maaf, kami harus memeriksa rumah ini dengan cepat untuk menghindari masalah yang tidak di inginkan." ucap petugas polisi memberi peringatan.

BRAK.. BRAK.. BRAK..

Petugas polisi mulai mendobrak membuat lima orang di dalam rumah mundur dan menjauh. Mereka semua menjadi takut sambil menunggu pintu terbuka.

"Tamat riwayat kita." sahut Banda disela ketakutan teman-temannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!