2. Penyakit Mulai Menyebar

Barra pulang bersama ibunya setelah seharian bekelana di pasar. Ketika sampai rumah, Barra melihat adik perempuannya sedang bersantai sambil menonton tivi.

"Wah, kau sepertinya benar-benar enak tinggal di rumah. Jadi seperti ini pekerjaanmu, sementara kamu memaksa abangmu pergi membantu ibu?" ucap Barra sambil melipat tangannya di depan dada.

"Bang, jangan berisik. Lihat deh apa yang di bahas dalam tivi." perintah Putri sambil membesarkan suara tivi.

"Permirsa, hari ini tepat pukul 07 pagi rumah sakit di kota kebanjiran pasien. Banyak pasien yang datang terus menerus membuat pihak rumah sakit kewalahan. Di tambah penyakit yang di derita pasien sangat aneh. Semuanya merasakan sakit perut, tetapi rambut mereka sampai rontok dan wajahnya pucat sekali. Beberapa dokter mengatakan jika ini adalah penyakit langkah dan akan bekerja sama dengan para ilmuan sains untuk membantunya memecahkan jenis penyakit ini." jelas reporter dalam berita.

"Ibu juga melihat banyak orang di pasar tiba-tiba pingsan saat dia memegang perutnya. Beberapa orang menolongnya dan langsung membawanya ke rumah sakit." ucap Ibu Barra.

"Bang, menurut abang ini penyakit apa? obat apa yang bisa menyembuhkannya?" tanya Putri yang menoleh menatap Barra.

"Entahlah, dari yang aku lihat mungkin bisa obat sakit perut. Perutnya kan sakit?" jawab Barra yang hanya menduga-duga.

"Abang ini, di tanya malah bercanda. Tidak mungkin hanya perutnya yang bermasalah, buktinya rambutnya sampai rontok." jelas Putri yang protes.

"Lalu, kenapa kau bertanya padaku? Aku bukan dokter." titah Barra yang merebut remot tivi dari tangan adiknya.

"Aku tahu, tetapi abang ini pintar meracik obat dari tanaman herbal. Mungkin abang bisa menjadi seorang ilmuan genius karena membantu menemukan obat dari penyakit langkah ini. Kita bisa mendadak kaya. Para ilmuan mendapat gaji cukup tinggi loh bang. Selain itu, nama abang juga pasti terkenal." ucap Putri yang memasang wajah bahagianya.

Barra tidak peduli sama sekali. Dia tetap fokus menonton drama kesukaannya. Putri yang melihatnya, menjadi kesal. Ibu mereka hanya tersenyum melihat tingkah dua anaknya yang tetap akur meski sering saling menyerang.

Sementara itu, di labotarium sedang kacau. Peneliti profesional pun di panggil untuk melakukan penyelidikan. Sementara ilmuan pemula tidak di libatkan dalam masalah besar ini.

"Ketua benar-benar memandang rendah kita. Buktinya, hanya kita yang tidak di libatkan dalam masalah besar ini. Menurutmu apa kita bisa terus berada di sini jika selalu tidak terlihat oleh mata ketua?" tanya Banda kepada teman-teman satu timnya di ruangan khusus pemula.

"Entah mengapa, aku merasa aneh dengan kejadian ini. Seolah masalah besar yang melanda ini ada hubungannya denganku." ucap Sindi yang melamun.

"Hei, Sindi. Kenapa kau berpikir seperti itu. Pikirkan kondisi kita ke depannya. Kita tidak akan maju-maju dan terus menjadi ilmuan pemula. Ayo kita pikirkan apa yang harus kita lakukan agar ketua bisa melirik kita?" tanya Banda yang memaksa semua temannya berpikir.

"Bagaimana kalau kita cari obat dari penyakit langkah ini. Kita yang harus menemukannya lebih dulu daripada semua orang. Aku yakin, pak ketua bakal memuji kita habis-habisan." pinta salah satu teman Banda.

"Good job. Kalau begitu, kita mulai mendatangi rumah sakit dan melihat ciri-ciri orang yang terserang penyakit ini. Setelah itu, baru kita menemukan obatnya." usul Banda yang membuat satu timnya setuju. Sindi pun mengangguk perlahan, sependapat dengan Banda.

Malam harinya, Barra sedang jalan-jalan di sekitar tempat tinggalnya. Dia lalu mendatangi tanaman herbal Rosmarin yang berada di pinggir jalan sebelum lorong rumahnya. Aroma bunga Rosmarin ini yang selalu menarik Barra. Aromanya yang khas sangat membuat pikiran Barra seolah jernih kembali.

Bunga Rosmarin adalah bunga langkah yang di kelolah oleh penduduk desa kecil tempat tinggal Barra. Mereka mengambil bunga Rosmarin dari luar negeri dan menanamnya di lahan luas ini. Barra pun merasa senang bunga Rosmarin ditanam di dekat tempat tinggalnya. Terkadang jika Barra stres dan ketika angin datang membawa aroma bunga Rosmarin, pikiran Barra semakin tenang. Stresnya langsung menghilang.

"Ini bunga yang paling bagus yang pernah aku lihat. Bagaimana jika aku mengambil satu dan menanamnya di rumah. Aku harus meminta kepada pemiliknya besok." ujar Barra yang melanjutkan kembali langkahnya.

Tiba-tiba di depan mata Barra, terlihat sebuah mobil yang berhenti di tengah jalan. Tidak berselang lama, turun seorang pengemudi yang terlihat kesakitan sambil memegang perutnya.

"Tolong aku!" teriaknya dengan suara perlahan.

Barra berlari ingin menghampirinya dan menolongnya. Tetapi, dari seberang jalan seseorang berlari ke arah orang itu dan membawanya masuk kembali ke dalam mobil.

Mobilpun melaju dengan cepat tanpa mempedulikan posisi Barra yang sudah hampir sampai menolong orang itu. "Apa ini? Apa dia akan membawa orang itu ke rumah sakit?" tanya Barra yang merasa bingung.

Barra lalu kembali ke dalam rumahnya dan di sambut oleh adiknya di depan pintu. "Kenapa kau berada di luar, ha? Ini sangat dingin dan sudah larut malam. Seharusnya kau kembali dan tidur di kamar." perintah Barra yang melepas sepatunya.

"Bang, tolong bantu aku. Besok, temani aku ke kota. Pacarku, dia terserang penyakit ini dan di bawa ke rumah sakit. Aku tidak bisa pergi menjenguknya karena ibu bisa marah besar padaku jika tahu. Tetapi jika abang ikut denganku, maka ibu tidak akan curiga." ucap Putri sambil memohon-mohon.

"Kau terlihat khawatir sekali dengan kondisi pacarmu. Tenang saja, dia bakal sembuh jika sudah berada di rumah sakit." balas Barra sambil membuka pintu. Tangan Barra langsung di raih Putri dengan cepat sebelum dia masuk ke dalam rumah.

"Bang, penyakit ini sangat berbahaya. Bagaimana kalau pacarku meninggal dan aku belum sempat menjenguknya? Aku merasa takut dan akan sangat menyesal. Jadi, tolong bantu aku kali ini saja. Bantu aku, Bang. Aku mohon!" ucap Putri yang sampai berlutut di depan kaki Barra.

"Baiklah, besok pagi kita berangkat. Sepulang dari sana baru aku ke pasar membantu ibu." ujar Barra yang terpaksa menerima permintaan adiknya. Dia tidak punya pilihan lain. Naluri seorang kakak bergerak cepat membujuk Barra. Padahal, mereka tidak tahu saja ini adalah awal bencana bagi keluarga Barra.

Diam-diam dari balik pintu, ibu Barra rupanya menguping semua pembicaraan kedua anaknya. Dia lalu bergegas kembali ke dalam kamarnya dengan tatapan sendu. Pikirannya begitu kacau. Hatinya merasa gelisah, entah apa yang membuatnya.

Ketika dirinya semakin tidak tenang, ibu Barra lalu keluar dari kamarnya dan memeriksa tiap kamar anaknya, memastikan mereka sudah tertidur nyenyak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!