Matahari belum tampak, Barra sudah keluar dari rumah sambil membawa tas ranselnya yang penuh perlengkapan di temani Putri yang masih menggunakan pakaian pelindung.
"Bang, ibu tidak apa-apa di tinggal sendiri tanpa berpamitan dengannya?" tanya Putri seketika membuat Barra berpikir sebentar.
Jujur, Barra juga merasa tidak enak jika sampai ibunya mencarinya yang pergi tanpa pamit. Tetapi kalau berpamitan dengan ibunya, tentu ibunya pasti akan bertanya banyak hal. Barra takut jika menjawab dan ibunya malah tahu rahasia yang dia sembunyikan.
"Tenang saja, aku sudah kirim pesan kepada Ipul untuk menjaga ibu selama kita tidak ada. Ada surat juga yang sengaja aku tulis biar ibu bisa paham nantinya. Ini demi kebaikan ibu dan juga kamu." ucap Barra sambil menghela nafas kasar. Hanya ini pilihan satu-satunya baginya agar bisa mendapat keluarga yang utuh lagi. Mencari obat Putri dan menjauhkan ibunya dari Putri agar tidak ikut terinfeksi.
"Ayo pergi." ucap Barra yang berjalan lebih dulu, sementara Putri terus melihat ke rumahnya sambil meneteskan air mata. Berat sekali dirinya meninggalkan ibunya yang sendirian. Tetapi tidak mungkin juga tetap berada di sana mengurung diri. Jika nanti pihak kesehatan melakukan pengecekan, Putri ujung-ujungnya akan ketahuan.
Putri dan Barra terus berjalan menyusuri hutan belantara. Udara semakin sejuk dan dingin ketika menjelang pagi. Terlebih pemandangan matahari terbit dari bukti membuat Putri terpukau. "Indah sekali. Abang, coba lihat ke sini." ucap Putri yang berteriak memanggil Barra sibuk mencari tanaman untuk di jadikan obat.
"Apa?" tanya Barra yang menoleh ke arah adiknya.
"Matahari terbit, Bang." balas Putri yang berteriak kegirangan. Barra pun menghampiri adiknya sambil melihat pemandangan matahari terbit berdua.
"Bagus dan cantik. Ini pertama kalinya aku melihatnya." sahut Barra memuji.
"Bang, Putri mau ambil foto. Nanti Putri bisa perlihatkan kepada ibuku jika kita sudah pulang." ucap Putri yang menarik ponselnya, berusaha mengambil gambar dari sudut yang terbaik.
Barra hanya diam dan membiarkan adiknya melakukan apa yang ingin adiknya lakukan. Sementara dirinya harus fokus mencari obat untuk kesembuhan Putri.
Setelah menemukan dua tanaman yang berbeda, Barra mengamati tanaman itu sebelum mengcabutnya. Barra pun memasukkannya ke dalam tas ranselnya.
"Putri, kita harus ke labotarium para ilmuan. Mungkin dari sini perjalanan butuh waktu lima jam. Apa kita kembali ke jalan raya lalu naik taksi yah?" tanya Barra.
"Boleh. Aku tidak akan kuat berjalan kaki lebih lama. Tubuhku semakin hari semakin lelah. Apa ini efek penyakit aneh itu, Bang?" ucap Putri yang berjalan menghampiri Barra.
"Awas, jaga jarak. Jangan menyentuhku." ucap Barra memperingati.
"Iya, Bang. Aku juga tidak bermaksud menyentuh abang, membuat abang tertular. Nanti siapa yang membuatkan Putri obat?" sahut Putri dengan wajah cemberut.
"Hanya mengingatkan, jangan kesal seperti itu. Wajahmu tambah jelek." balas Barra sambil tertawa bercanda.
"Ayo pergi!" titah Barra yang berjalan lebih dulu di susul Putri yang mengikutinya dari belakang.
Mereka akhirnya sampai di jalan raya dan mencoba mencari taksi. Sudah banyak kendaraan yang lewat tetapi tidak mau berhenti. Mungkin mengira jika Barra adalah orang yang ingin merampot, terlebih di pinggir hutan seperti ini.
Tida berselang lama, mobil taksi lewat membuat Barra segera memberhentikan taksi itu dengan melambaikan tangannya. Bukannya mobil taksi berhenti, malah mobil polisi yang berhenti. Barra pun berusaha mundur tetapi keburu dua orang polisi sudah turun dari mobil.
"Ada masalah apa, bang?" tanya salah satu petugas polisi sambil memperhatikan Barra dan Putri bergantian.
"Lagi kesasar?" tanya petugas satunya lagi.
"Bukan, pak. Kami berdua mau ke kota tetapi barusaja singgah ke hutan mencari tanaman. Apa boleh kami menumpang sampai ke labotarium di kota?" tanya Barra memastikannya.
Kedua bola mata petugas polisi pun terkejut. Mereka dengan cepat membuka pintu mobil belakangnya dan menunduk memberi jalan untuk Barra dan Putri. "Tentu saja boleh. Saat ini, hidup dunia ini di tangan para ilmuan. Pasti kalian melakukan penelitian untuk mencari obat dari penyakit aneh yang menakutkan semua orang kan?" tanya petugas polisi sambil tersenyum ramah.
"Iya, begitulah." jawab Barra sambil naik. Di susul Putri yang hanya berdiam diri sedari tadi.
"Tunggu sebentar." titah petugas polisi yang merasa aneh dengan pakaian Putri.
"Kenapa dia memakai ADP? Apa ada masalah dengannya?" tanya petugas polisi sambil mencegah Putri untuk masuk ke dalam mobilnya.
Kedua kaki Putri bergetar, dia takut jika dirinya sampai ketahuan. Putri menatap Barra sambil memberi kode untuk membantunya.
"Pak, dia tadi harus mengambil tanaman yang berbahaya makanya sampai menggunakan ADP." ucap Barra memberi alasan.
"Hei, jangan cegah para ilmuan dunia. Mereka sedang berjuang membantu kita. Cepat masuk nona, tidak perlu dengarkan temanku ini." pintah petugas polisi lainnya. Dengan cepat Putri lalu masuk sambil duduk di dekat Barra.
Mobil pun melaju ke kota. Salah satu polisi membunyikan radio mobilnya sambil mendengarkan.
"Permirsa dimana pun anda berada. Hari ini, kami ingin memberi informasi terkait penyakit aneh yang menggemparkan dunia ini. Jumlah orang yang terinfeksi sudah mencapai puluhan juta orang. Setiap hari selalu bertambah. Para ilmuan berusaha mencari obat dari masalah yang kita hadapi ini. Untuk itu, semua orang di larang keluar rumah jika bukan karena keadaan darurat. Polisi juga ikut membantu dengan memeriksa setiap jalan untuk bisa menemukan orang yang terinfeksi. Jika di temukan, orang itu akan langsung di bawa ke tempat karantina khusus. Terima kasih untuk perhatikan kalian semua, tetap jaga kesehatan jangan sampai tertular."
Siara radio mati membuat Putri menjadi takut. Di depan mereka terlihat petugas polisi yang memeriksa setiap penumpang pengendara yang lewat. Banyak orang yang di seret paksa keluar dari mobil mereka karena di nyatakan terinfeksi.
"Benar-benar bodoh semua orang. Sudah tahu dirinya terinfeksi, masih saja berkeliaran." sahut petugas polisi yang melihat kejadian itu.
"Iya, menambah pekerjaan kita saja. Kalau tidak di cegah, maka semakin banyak orang yang tertular." ucap polisi satunya lagi.
"Bang, bagaimana ini? Kalau mereka memeriksaku dan aku di nyatakan terinfeksi, apa aku juga bakal di seret seperti mereka?" bisik Putri dengan tangan dan kaki bergetar. Tatapan matanya tampak sendu, ingin menangis.
"Tenang dulu." ucap Barra yang berpikir untuk mencari solusi.
"Aku tidak bisa tenang, Bang. Diriku dalam bahaya sekarang." ucap Putri yang sudah meneteskan air mata.
"Abang tidak akan biarkan kamu di bawa pergi sama mereka. Tenang saja, semuanya bakal baik-baik saja." ucap Barra berusaha meyakinkan adiknya yang ketakutan.
Setelah mobil di depan melaju, kini mobil polisi yang di tumpangi Barra dan Putri ikut melaju. Petugas polisi yang memeriksa pun membuka pintu mobil di dekat Barra dan Putri.
"Boleh kami periksa sebentar?" tanya petugasnya polisi yang melakukan pemeriksaan sambil menyuruh Barra dan Putri untuk keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments