Hanif nampak menggelengkan kepalanya saat Luluk mengingatkan bahwa Salsabila telah meninggal dunia dan Ameena bukanlah Salsabila, Luluk terus mengatakan hal tersebut hingga membuat emosi Hanif tak stabil dan
pria itu nampak menggeram dan menutup telinganya setelah mendengar ucapan Luluk yang kembali mengingatkan bahwa Salsabila telah meninggal dunia.
“Kamu harus ingat bahwa anakku sudah meninggal dunia, Hanif. Ameena bukan Salsabila!”
“Cukup! Hentikan!”
Asisten pribadi Hanif masuk ke dalam ruangan kerja pria itu dan kemudian meminta supaya Luluk pergi meninggalkan ruangan kerja Hanif ini, tanpa dipaksa pun Luluk dengan senang hati pergi, ia meminta supaya
asisten pribadi Hanif ini jangan menyentuh tangannya.
“Ingat baik-baik Hanif, anakku sudah meninggal dunia dan aku tidak pernah sudi jika kamu menganggap bahwa Ameena adalah anakku, sadarlah dan terima kenyataan pahit ini.”
Setelah mengatakan itu Luluk berjalan pergi meninggalkan ruangan kerja Hanif, nampak Hanif masih mengontrol emosinya yang meledak-ledak akibat ucapan Luluk barusan. Kini Hanif kembali sadar bahwa selama ini dirinya
menganggap Ameena adalah Salsabila untuk menutupi kesedihannya dan ketidak siapannya untuk kehilangan sang belahan jiwa.
“Salsabila, hiks!”
“Anda baik-baik saja, Pak?”
“Tinggalkan aku sendiri!”
“Baik Pak, akan tetapi kalau Bapak butuh sesuatu maka Bapak bisa menghubungi saya.”
Setelah mengatakan itu nampak asisten pribadi Hanif pergi dari ruangan kerja pria itu sementara Hanif sendiri masih meratapi kepergian Salsabila yang begitu cepat, ia masih belum dapat merelakan kepergian Salsabila dan kini ia merasa bersalah karena sudah menganggap bahwa Salsabila masih berada di sampingnya.
“Aku minta maaf, aku minta maaf padamu Salsabila,” isak Hanif.
Selepas emosinya sudah mulai stabil kini Hanif berusaha untuk kembali bekerja, ia bertekad untuk sepulang kerja untuk pergi ke pemakaman mendiang istrinya itu. Setelah jam kerja usai nampak Hanif pergi ke pemakaman umum tempat di mana jenazah sang mendiang istri dikebumikan dan di sana Hanif menaruh bunga di atas pusara mendiang sang istri.
“Salsabila.”
****
Ameena menanti kepulangan suaminya dengan cemas, ia benar-benar khawatir karena sudah menjelang tengah malam namun Hanif tidak dapat dihubungi nomor ponselnya, ia sudah menelpon asisten pribadinya namun asisten
pribadi Hanif mengatakan bahwa Hanif telah pulang kerja tepat waktu dan pria itu sama sekali tidak lembur di kantor.
“Ya Allah, di mana sebenarnya mas Hanif berada?”
Saat Ameena tengah bimbang karena menunggu kapan suaminya kembali itu akhirnya orang yang sejak tadi ia tunggu kedatangannya muncul juga, Ameena tentu saja langsung menghampiri Hanif dan bertanya dari
mana saja Hanif hingga jam segini baru pulang namun ada sesuatu hal yang baru disadari oleh Ameena, tatapan matanya begitu berbeda padanya.
“Mas, kamu kenapa?”
“Kamu bukan Salsabila kan?”
“Apa?”
“Kenapa kamu tak menyadarkanku bahwa kamu bukan Salsabila!” bentak Hanif yang membuat Ameena terkejut bukan main dengan bentakan barusan.
“Mas, aku minta maaf, tapi… aku pikir kamu sudah berubah jadi….”
“Itu hanya alasanmu saja kan! Kamu ingin mengambil kesempatan dari ketidak sadaranku kalau Salsabila sudah tidak ada, kamu memanfaatkan keadaan supaya bisa memenuhi apa yang kamu inginkan selama ini!”
“Demi Allah aku tidak ada maksud seperti itu Mas, aku juga sedih ketika kamu kehilangan mendiang kak Salsabila dia wanita yang baik dan aku tak pernah sedikit pun terlintas dalam benakku untuk memanfaatkan kebaikannya.”
“Aku tidak butuh ucapan bohong darimu!”
****
Hubungan Ameena dan Hanif merenggang sejak malam itu, Hanif tidak tidur sekamar lagi dengan Ameena dan Hanif langsung menghindar ketika ia bertemu dengan Ameena baik secara sengaja maupun tak disengaja.
Ameena tentu saja sedih karena rupanya selama ini Hanif masih belum dapat menerimanya sebagai istrinya seperti yang diminta oleh mendiang Salsabila, rupanya Hanif selama ini masih menganggap bahwa Salsabila itu adalah dirinya. Ameena merasa sakit saat tahu kenyataan itu akan tetapi ia berusaha memahami apa yang tengah Hanif rasakan saat ini.
“Mas, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu, ayo makan dulu.”
Namun Hanif malah mengacuhkannya dan pergi begitu saja meninggalkan rumah ini tanpa menoleh sedikit pun padanya, Ameena tentu saja sedih dengan perubahan sikap Hanif yang begitu terasa begini.
“Tidak apa Ameena, mas Hanif masih memerlukan waktu untuk menerima kenyataan ini.”
Ameena berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri dengan sikap Hanif yang berubah setelah malam itu dan kini Ameena pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Ros yang katanya sudah diizinkan untuk pulang hari ini.
“Ameena, kamu hanya sendirian saja, Nak?” tanya Ros.
“Iya Bu, mas Hanif tengah sibuk di kantor jadinya dia tidak dapat menjemput Ibu di sini,” jawab Ameena berbohong.
Ameena tentu saja tak mau membebani pikiran sang ibu dengan masalah rumah tangganya ini, bahkan Ameena pun juga tak berniat untuk memberitahu ibunya mengenai hal ini karena ia ingin menyelesaikan masalahnya
sendiri.
****
Ameena baru saja tiba di rumah dan ia mendapati Nandhita dan Luluk sudah berada di rumah itu, Nandhita dan Luluk langsung menyeringai melihat Ameena yang baru saja datang. Kedua wanita yang begitu membenci Ameena itu menghampiri Ameena dan membuatnya merasa diintimidasi.
“Bagaimana rasanya dibenci oleh suami sendiri, Ameena?” tanya Nandhita.
“Apa?”
“Kamu tidak tahu diri, berani sekali kamu menganggap bahwa dirimu adalah anakku, sampai mati pun aku tidak akan sudi menganggapmu sebagai anakku, justru kamu yang sudah menyebabkan anakku meninggal dunia!”
jerit Luluk.
“Saya minta maaf Nyonya, saya tak ada maksud untuk menipu mas Hanif apalagi untuk mengaku-ngaku sebagai putri anda, saya pikir mas Hanif memang sikapnya sudah berubah pada saya karena ingin memulai lembaran hidup
baru namun rupanya saya salah akan hal itu.”
“Tentu saja kamu salah Ameena, harusnya kamu sadar siapa dirimu hingga berani sekali bermimpi tinggi seperti itu!” ujar Nandhita yang sepertinya begitu puas melihat Ameena dipersekusi begini oleh Luluk dan
dirinya.
“Mulai sekarang kamu tidak lebih dari seorang asisten rumah tangga di rumah ini jadi jangan harap Hanif akan memperlakukanku dengan baik setelah ini,” ujar Luluk.
****
Hanif tiba pada malam harinya menjelang tengah malam, Ameena menunggu di ruang tengah sampai suaminya itu kembali dan sepertinya Hanif sama sekali tidak menyukai hal tersebut, ia justru menghardik Ameena untuk jangan menungguinya seperti ini.
“Tapi Mas, aku khawatir dengan keadaanmu karena kamu tak memberikan kabar padaku, ponselmu sejak tadi tidak dapat dihubungi. Andai saja sejak tadi ponselmu dapat dihubungi dan kamu mengatakan untuk jangan menunggumu pasti aku tidak akan melakukannya.”
“Dengarkan aku baik-baik Ameena, mulai sekarang jangan pernah menganggap bahwa aku adalah suamimu dan ingin tahu semua hal yang aku lakukan di luar sana, mengerti?!”
“Tapi Mas …..”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments