Boby sampai di rumah Revan agak telat. Dia ketiduran tadi. Ternyata banyak tamu yang diundang atasannya itu. parkirnya meluber sampai rumah tetangga sampingnya. Boby memarkirkan motornya dekat rumah Ine. Dia melihat Ine duduk di bawah pohon depan rumahnya. Sendu nampak di wajahnya. Bagai mendung yang gelap dan siap membawa badai. Boby justru melangkah mendekati Ine, meskipun suara penyanyi dangdut di rumah Revan sudah merdu terdengar.
“Gak masuk ke dalam Ne? Ini sudah malam, dingin lagi,” kata Boby sambil duduk di samping Ine. Agak prihatin dengan apa yang dialami gadis itu. Mungkin perasaan senasip yang membuat Boby lebih simpati. Sama sama sedang patah hati. Ine menoleh sekilas pada Boby.
“Ngapain kamu kesini? Tuh dangdutannya udah dimulai dari tadi,” kata Ine ketus. Akan tetapi Boby melihat bulir air mata yang menetes. Terpantul oleh lampu rumah depan, walaupun mereka duduk dalam kegelapan.
"Ne, kamu gak capek nangis terus? Udah…. Kamu itu cantik walaupun galak. Kamu juga seorang polisi yang baik meski suka ngamuk ngamuk gak jelas. Udah….. lupain Revan. Lagian emang cantikan Putri dari kamu," kata Boby entah menghibur entah mencela. Ine melorok horor di sampingnya.
Plakkkk….
Kepala Boby langsung pusing seketika. Ine memukulnya dengan kekuatan super cewek lagi patah hati.
"Go blok!!! Sakit tau!!!!" kata Boby sambil mengelus kepalanya. Dia sudah siap mau menampar Ine balik. Ine sudah siap menangkis, namun tangan Boby cuma menggantung diudara.
"Kenapa gak jadi?" tanya Ine karena Boby menurunkan tangannya.
"Tampar aku Bob, pukul aku, sadarkan aku agar gak nangis terus….. tapi… ini masih terasa sakiiiitt…." Ine kembali sesenggukan. Boby terbengong. Sungguh iba dengan gadis jutek disampingnya ini.
Plakkkkk…… plakkkkk……
Dua kali Ine menampar Boby lagi. Berharap dibalas sama Boby, tapi pria itu justru diam dan merengkuh Ine dalam pelukannya.
"Aku minta kamu hajar!! Bukan dipeluk!!!" teriak Ine memilukan. Untung sound dangdutan itu keras. Jadi menyamarkan teriakan Ine. Boby tetap memeluknya dengan erat. Hingga akhirnya Ine diam dan menangis dipelukan Boby dengan mengenaskan. Boby mengelus punggung Ine dengan sayang.
"Sabar Ne…. Sabar….. kamu emang gak berjodoh sama Revan. Kamu tahu sendiri gimana Revan mencintai Putri dan sebaliknya. Udah…. Biarkan mereka bahagia. Kamu cari kebahagiaan kamu sendiri. Gak usah bodoh kaya gini," kata Boby sok tegar padahal hatinya sama sama ambyar.
"Tapi aku cinta….." kata Ine tak sanggup melanjutkan.
"Lha iya kamu cinta, Revannya enggak. Trus mau apa? Kamu mau melet dia? Kamu mau ngemis cinta terus sama dia? Goblok banget tau… kamu juga berharga. Gak perlu ngemis cinta. Kamu juga pasti akan dicintai orang lain kok," kata Boby. Hening. Ine masih betah bersandar pada dada Boby sambil menangis sesenggukan.
"Udah kamu jutek iya, galak iya, tapi kan masih cewek. Udah, malu maluin Briptu Ineke Chintya nangis putus cinta. Diluar sana banyak cowok yang mau sama polwan kaya kamu….. Itu ingus tolong dikondisikan Ne," kata Boby sambil melihat jaketnya. Air mata dan ingus Ine menempel disana. Tiba tiba dia ingat Pocik.
"Nangis yang keluar ingus itu nangis betulan tahu," kata kata Pocik terngiang di telinganya. Hah…. Sok jadi motivator cinta, tapi cintanya kalang kabut. Boby tersenyum miris untuk dirinya sendiri.
"Bob, aku mau mabuk," kata Ine aneh.
"Haaa …." Boby menjawab sambil melongo.
"Kata orang mabuk bisa membuat lupa masalah. Ayo beli minuman keras terus mabuk!" ajak Ine.
"Mabuk gak bisa bikin lupa masalah Ne. Mabuk cuma bikin kamu tambah pusing. Masalah diselesaikan bukan dimabukin," kata Boby.
"Bodolah!!! Ayo cari miras!!" kata Ine sambil menarik tangan Boby.
Mereka membeli satu botol miras bermerek. Boby memilih yang paling enak diantara yang lain. Biar Ine tidak muntah meminumnya. Mereka sampai lagi di bawah pohon depan rumah Ine. Gadis itu membuka botol dan meminumnya perlahan.
"Sedikit sedikit Ne, nikmati sensasinya," kata Boby sambil merampas botol dari tangan Ine. Minum lebih banyak berharap Ine tidak terlalu mabuk. Rasa manis memenuhi rongga mulut mereka. Glayar glayar aneh mulai ada. Selain rasa pusing yang berbeda dari rasa pusing sakit kepala. Rasa berat yang nikmat. Mungkin karena banyak iblis di dalamnya.
"Kami sejak kecil dekat. Dia selalu menjadi pembelaku. Seperti kakak untukku. Apalagi setelah ibunya gak ada … dia sering nginep disini kalau bapaknya pergi ambil kayu…." Ine bercerita tentang awal kedekatannya dengan Revan. Boby mendengar sambil menyulut rokok.
"Kita sama sama patah hati Ne. Aku juga baru saja ditolak. Sudahlah, jika cinta kita tidak berbalas itu memang bagian dari bere ngseknya hidup. Aku gak mau bodoh menangis terus." Boby menghabiskan tetes terakhir dari botol itu.
Ine berdiri. Semakin terdengar sound rumah Revan yang kencang. Karena malam kian beranjak naik.
"Ayo minta pertanggung jawaban," kata Ine sambil berjalan sempoyongan menuju rumah Revan. Boby mengangkat alisnya. Dia tahu pasti nanti ada keributan. Mungkin ini bakalan seru. Boby menyeringai sesaat. Minuman berlabel putih itu memang sudah menguasai adrenalin mereka. Boby mengikuti Ine dari belakang. Kepalanya sudah berat dan sedikit oleng.
"Kau Revan Aji Pratama. Dimana hatimu?!!! Kau sudah menawan hatiku sejak remaja. Lalu kau tinggalkan aku patah hati??? Menikahi gadis ingusan bodoh itu?!!!" Teriak Ine di tengah para tamu. Menghentikan aksi Revan pepet pepetan dengan penyanyi dangdut. Lumayan, tonjolan dua 'balon" mengenai dadanya. Mertua Revan langsung berdiri setelah menyingkirkan penyanyi dipangkuannya. Muka siaga satu karena anak bungsunya disebut bodoh. Nyanyian berhenti sesaat.
"Lanjutkan!" perintah Revan sambil berjalan kearah Ine. Suara penyanyi kembali terdengar.
Revan menarik tangan Ine. Masuk dalam rumahnya. Boby dan ayah mertua Revan mengikutinya.
"Apa yang kau lakukan! Bahkan saat kau masih remaja dulu kutegaskan hubungan kita hanya sebatas kakak dan adik. Kau yang selalu melewati batas!" kata Revan. Ine justru mendekat akan mencium bibirnya. Revan mengelak, dia memegangi pundak Ine dengan kuat.
"Kalau begitu biarkan aku menikmati ciumanmu. Biar aku menikmatinya sebagai salam perpisahan," kata Ine dengan air mata yang menganak sungai.
"Berjanjilah untuk berhenti mencintaiku. Berjanjilah untuh hidup dengan baik. Aku menyayangimu sebagai adikku. Ijinkan tetap seperti itu," kata Revan. Ine mengangguk, kemudian menubruk bibir Revan. Revan menanggapi ciuman itu, walaupun hatinya bergejolak. Boby dan ayah mertua Revan terbengong dari tempat mereka.
Selama apapun sebuah ciuman akan tetap berakhir. Ine mengakhirinya.
"Ayo pulang!" kata Revan sambil menggandeng tangan Ine. Matanya langsung bertemu dengan mata mertuanya yang berdiri dibelakangnya entah dari kapan. Boby sudah kabur sebelum Revan menoleh.
"Aku akan mengantarkan dia pulang Yah," kata Revan pada Ayah mertua. Ayah mertuanya mengangguk. Memberi jalan, tatapannya fokus pada Revan. Mereka bertatapan sekilas. Revan seperti melihat Nur hidup kembali. Sebagai polisi bermental dia merinding, namun mencoba menenangkan diri. Benar kata Pak Sidiq. Bakat istrinya terkena masalah menurun dari ayahnya. Dia tahu kali ini bisa lepas, tapi tidak bisa lain kali. Ayah Mertuanya akan mengulitinya hidup hidup.
Boby berbalik kehalaman. Dengan sedikit sempoyongan ikut berjoget dengan yang lain. Setidaknya malam ini dia gembira. Setidaknya malam ini dia bisa bergoyang. Melupakan Pocik dan segala pesonanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
MAY.s
Ku kira Revan mau nolak, atau meski dipaksa cium menurutku gk nyambut. Eeh... dilalah malah ikut menanggapi ciumannya Ine🤦♀️
Dan bapak mertua cuma terbengong tanpa mau melerai. Sungguh dunia pernovelan memang suka²🤭
Semangat othor... tak kei kembang siji gae biduane🤣🤣🤣
2023-05-04
1
MAY.s
apes Bob🤭
2023-05-04
1