Pertemuan keluarga itu berlangsung santai. Penuh canda tawa dan hangat, namun keluarga Tama tetap menyampaikan tujuannya melamar Clara.
“Kami ingin menyampaikan niat baik yang ingin Tama tunaikan sebagai sebagian dari iman. Kami ingin melamar putri bungsu Bapak Henry sebagai istri dari keponakan bungsu saya, Saitama Adi Mulya. Kalau Bapak dan Ibu berkenan menerima lamaran kami, maka pernikahan mungkin akan diadakan sekitar dua atau tiga bulan lagi tidak masalah,” kata Pak De Tama. Ayah dan Ibu Clara menanggapi dengan alot.
“Putri kami baru berusia 18 tahun Pak. Kalau dilamar dan dinikahkan secepat itu, maka dia harus melangkahi dua kakaknya,” kata Ayah Henry.
“Bukankah niat baik harus disegerakan Pak? Kami akan memberikan pelangkah sesuai adat yang berlaku di tanah kita. Pesta juga akan menjadi tanggung jawab kami. Bapak dan Ibu tenang saja. Keponakan saya juga sudah cukup mapan secara finansial. Sudah lebih dari mampu untuk menghidupi Clara," kata Pak De Wito.
Ayah Henry berfikir sejenak. Sebenarnya ini terlalu mendadak. Apa lagi mereka baru saja mengenal Tama, namun bila jodoh anaknya memang secepat ini apa mau dikata? Tama juga bukan anak brandal. Lebih brandal kakak laki laki Clara yang pengangguran itu. Hening sejenak.
"Saya serahkan keputusan pada Clara. Jika dia menyetujui, maka saya juga akan menerima lamaran ini," kata Ayah Henry akhirnya. Semua mata kini memandang ke arah Clara. Termasuk Tama. Pria itu menyadari kalau Clara bukan gadis yang jelek untuk dijadikan istri. Walau hanya istri diatas kertas agar dia bisa mengadopsi Daus. Dan anak itu akan punya akta juga kekuatan hukum sebagai anaknya.
"Sa…saya… menyetujuinya," jawab Clara sambil terbata. Tanpa sadar Tama tersenyum dengan keputusan gadis itu.
Acara selanjutnya adalah penyematan cincin untuk Clara. Tangan gadis itu bergetar saat berada dalam genggaman Tama. Apa secepat ini? Apa benar pria pendiam dan sedikit komunikasi ini begitu mencintainya sampai ingin menikahinya secepat ini. Entahlah...., namun Clara tetap bahagia dengan keputusannya.
Dari lamaran mendadak ini Clara tahu kalau ayah Tama meninggal beberapa bulan yang lalu. Pria itu sama sekali tidak pernah membahas ayahnya saat berkencan dengannya.
"Saya mau bertanya juga pada Kakak Clara. Ingin pelangkah apa sebelum saya menikahi Clara?" tanya Tama sambil melihat Rina. Saat itu kakak Clara yang ada hanya Rina.
"Saya tidak minta apapun. Cukup bahagiakan Clara," jawab Rina. Tama mengangguk. Dia berjanji tetap akan memberikan pelangkah pada dua kakak Clara. Pernikahan ditetapkan tiga bulan lagi. Itu artinya hanya selang beberapa minggu setelah mereka lulus dari kursus di tempat pemerintah itu.
“Apa… tidak terlalu cepat?” tanya Clara ragu ragu. Pak De Witu tersenyum. Saya tahu kalian baru saja kenal, tapi bukankah niat baik harus segera ditunaikan? Lagi pula pacaran setelah menikah itu lebih baik,” jawab Pakde Wito. Clara hanya bisa mengangguk. Argumen Pakde Wito memang sulit dipatahkan.
***
Esoknya mereka berangkat kursus bersama. Tito kakak laki laki Clara yang pengangguran dan bandel sedang ada dirumah.
"Wah, ini calon adik ipar," goda Tito saat Tama menyalaminya.
"Calon kakak ipar apa kabar? Aku jarang lihat kamu dirumah," jawab Tama mengakrabkan diri.
"Aku sibuk dong," jawab Tito sombong.
"Alah, sibuk nongkrong aja bangga," sahut Clara sebal. Tito tertawa.
"Itu juga pekerjaan Dek," jawab Tito santai.
"Mas kerja apa?" tanya Tama.
"Nganggur dia Mas, kerjaannya main ketempat kos temannya. Nongkrong disana dari pagi sampai pagi," jawab Clara. Tito senyum senyum gak jelas.
"Kalau Mas Tito mau, aku punya kerjaan buat Mas," kata Tama serius pada Tito. Ternyata pekerjaan yang ditawarkan Tama adalah menjadi semacam tukang kebun untuk dua kost kostan Tama di belakang pabrik textile.
"Gajinya?" tanya Tito sepertinya tertarik.
"Malu lah Mas, masa langsung tanya gaji," sahut Clara sambil cemberut.
"Enggak apa apa Yang, emang harus dibicarakan," jawab Tama sambil mengelus pundak Clara.
"Gajinya UMR daerah sini, tapi mas Tito harus tanggung jawab sama kebersihan area kost, lorong, dan kamar mandi," lanjut Tama. Tito mengangguk.
"Oke, jam kerjanya bebas kan?" tanya Tito.
"Bebas Mas, asal tiap hari datang dan kerjaannya beres," jawab Tama. Mereka pun bersalaman tanda deal.
"Apa ini wujud pelangkahmu?" tanya Tito.
"Enggak, pelangkahnya datang nanti siang," jawab Tama sambil tersenyum. Mengiring Clara keluar rumah menuju motornya.
"Jaga adiku dengan baik," kata Tito sebelum Tama benar benar berbalik. Tama tersenyum.
"Pasti," jawab Tama yakin.
Sepanjang perjalanan menuju kursusan, Clara terus bertanya apa pelangkah untuk dua kakaknya. Akan tetapi Tama tetap diam seribu bahasa. Membuat Clara penasaran setengah mati.
“Kenapa kamu ikut kursus ini Mas? Bukankah usaha kostmu sudah bagus?” tanya Clara saat mereka beristirahat.
“Aku mau buka bengkel mobil kecil kecilan Dek. Aku memang tahu sedikit tentang mobil saat bekerja di Jepang, tapi menurutku belum cukup mumpuni membuka bengkel. Jadilah disini, ambil kursus,” jawab Tama.
“Nanti kamu yang urus kosan yang udah jadi satunya, aku yang urus kost baru dan bengkel ya… Ayo bekerja sama jadi patner hidup yang baik Dek,” lanjut Tama. Clara mengangguk takzim.
***
Sore tiba. Clara sudah turun dari motor Tama. Dia melihat dua motor baru terparkir di depan rumahnya. Satu matic, dan satu kopling. Ibu Clara menyambut sumringah kedatangan mereka.
"Ini serius untuk Tito dan Rina untuk pelangkah Tam?" tanya ibu. Tama mengangguk dan bertanya apa dua calon kakaknya menyukai.
"Tentu saja suka. Di rumah ini cuma ada satu motor," jawab Ibu. Clara melongo dibuatnya. Apa ini tidak berlebihan? Di rumah ini memang cuma ada dua motor. Satu dipakai ayah kerja, satu punya Tito, itupun motor bodong. Sedang Rina cuma pakai sepeda onthel untuk kerja.
"Mas yakin memberikan dua motor ini untuk kakakku?" tanya Clara. Tama lagi lagi hanya mengangguk.
"Ini tidak berlebih?" tanya Clara lebih lanjut.
"Tidak, tapi aku juga punya satu syarat untukmu. Setelah kita menikah, aku mau Daus tinggal bersama kita. Aku mau mengurus surat adopsi untuk Daus menjadi anak kita. Dia tidak akan merepotkanmu. Aku mempekerjakan baby sister untuk Daus," kata Tama sungguh sungguh sambil menatap Clara. Gadis itu terdiam sejenak. Ini…. Sedikit aneh. Bukankah Daus itu keponakan Tama? Kenapa harus diadopsi dan tinggal dengan Tama?
"Apa Mbak Nina setuju anaknya tinggal sama kita?" tanya Clara.
"Tentu, dia pasti setuju," jawab Tama yakin. Clara pun menerima syarat dari Tama. Walaupun berjuta tanya bergejolak dipikirannya.
Selanjutnya Tama meminta Clara mendata semua tamu undangan. Pernikahan mereka akan diadakan pada satu gedung saja dengan akad dan resepsi jadi satu. Tama benar benar membiayai semua pesta itu. Keluarga Clara hanya menyiapkan daftar tamu undangan, dan setor ukuran baju pada WO.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments