"Mau makan dikantin Dek?" tanya Tama sambil mensejajarkan langkah dengan Clara. Leni dan Clara saling pandang sesaat.
"Hehehe ah enggak Mas, lagi ngelurusin kaki aja," jawab Clara asal. Dia menggandeng Leni dan mempercepat langkahnya. Tama tertinggal dibelakang.
"Tadi siapa?" tanya Leni sama Clara.
"Meneketehe.... Yang jelas bukan depcolector, soalnya aku gak punya utang dan gak punya uang," jawab Clara asal. Leni nyekikik dibuatnya.
Mereka jalan menuju kantin. Tama ternyata sudah ada dibelakang mereka.
"Berapa Bu? Tambah es teh," kata Clara pada penjaga kantin.
"Lima belas ribu Mbak," jawab penjaga kantin.
"Biar saya yang bayar," kata Tama sambil mengeluarkan uang.
"Eh, jangan Mas, jangan," kata Clara.
"Gak papa sekalian kamu Dek, saya bayar sekalian," kata Tama sambil melihat Leni di belakang Clara. Leni jadi kikiku.
"Ya udah, kalau Masnya maksa gak papa," kata Clara sambil nyengir. Leni nyekikik.
"Sebenarnya Masnya belum maksa banget lho Ra, kamu aja yang sok pura pura dipaksa," kata Leni. Tama cuma tersenyum. Mereka selanjutnya ngobrol sambil mencari tempat duduk.
"Sini Tam, wes gila dia udah dapat dua cewek," kata Angga, orang yang tempo hari berbalas pantun sama Clara. Tiga orang itu langsung menju tempat Angga. Mereka bercanda sambil makan.
Clara memberikan nomer ponsel pada Tama. Dua insan itu semakin dekat. Tiap istirahat selalu dihabiskan dikantin berdua. Sampai Leni gak mau lagi istirahat sama Clara. Malas jadi obat nyamuk katanya.
***
Hari ini anak tata busana dapat giliran pengajian di mushola. Pengajian itu di adakan tempat kursus itu secara rutin dan bergilir. Hanya siswa reguler saja sebenarnya yang wajib ikut. Siswa swadana seperti Clara sebenarnya tidak diwajibkan. Ia dapat banyak keistimewaan karena bayar. Tidak harus ikut apel pagi, tidak harus pakai baju hitam putih, tidak harus ikut kegiatan ini itu dan masih banyak lagi. Akan tetapi Clara tetap pakai baju hitam putih kaya yang lain. Dia terlihat mencolok kalau pakai baju beda sendiri. Agak... Tidak nyaman.
Para cewek itu sudah turun dari kelas mereka dilantai dua. Menuju mushola kecil yang tidak pernah sepi pengunjungnya. Saat mengambil wudhu, Angga nyeletuk sambil nangkring dekat tempat wudhu:
"Mbak Clara udah pacaran sama Tama yaa?"
"...." tidak terjawab sama Clara. Cewek itu masih asik wudhu.
"Mbak Clara gak mau sama Tama?" tanya Angga lagi.
"..." tidak terjawab lagi. Clara belum selsai wudhu.
"Walah, ajar ndalang reekkk. Omong dewe ( walah, belajar ndalang rek. Bicara sendiri)," kata Angga. Teman temannya yang ikut bergerombol ketawa.
"Ealah Mas, setahuku kalau wudhu itu gak boleh sambil ngobrol," jawab Clara yang udah selesai wudhu.
"Yap, itu bener. Kamu yang kebangetan Ngga," kata Tama yang muncul entah dari mana. Clara dan Tama saling berpandangan. Clara tersenyum canggung. Hatinya bergetar juga melihat Tama.
Usai sholat Duhur, para cewek tata busana menepi diujung mushola. Bersiap menerima tausiah dari Ustad yang sudah diundang. Clara malah melipat mukenanya dan bersiap pergi.
"Gak ikut pengajian?" tanya Leni.
"Gak, aku mau pulang trus bobok siang. Aku kan gak wajib," jawab Clara sok yess. Teman temannya mencibir.
"Enak ya kamu," kata Leni iri.
"Makanya bayar, biar di sepesialkan," kata Clara sombong.
"Martabak kali sepesial," kata Mbak Diah. Clara nyekikik saja dan berlalu meninggalkan teman temannya.
Di halaman mushola Clara melihat sepatu teman teman tata busananya berjejer. Mata jahilnya langsung berkilat. Clara melihat ada satu sepeda motor di halaman. Langsunglah dia centelin semua sepatu teman temannya di motor itu. Ada yang di stang, plat nomer, knalpot, dan lain lain. Pokoknya motor itu full sepatu anak tata busana. Clara tersenyum puas setelah melihatnya.
"Astaga... Kamu ternyata jahil Dek," kata Tama yang lagi lagi muncul dadakan.
"Astaga Mas Tama.... Kenapa kayak depcolector," jawab Clara sambil mengelus dadanya.
"Kok kaya depcolector?" tanya Tama sambil cemberut.
"Iya, tiba tiba datang, trus bikin deg degan," jawab Clara. Tama tersenyum mendengarnya.
"Pulang dulu ya Mas Tama," pamit Clara.
"Hati hati dijalan," jawab Tama sambil tersenyum.
***
Esoknya Clara datang setelah apel pagi.
"Mbak," panggil seseorang dibelakang Clara. Yang di panggil masih cuwek ajah.
"Wooooiiii Mbak Tas Merah!!! Jangan pura pura gak denger yaaa!!" teriak orang tadi terdengar hampir seluruh lapangan. Clara langsung diam di tempat. Dia berbalik dan melihat sosok tinggi hitam besar. Sayangnya masih napak tanah dan gak dipenuhi bulu. Pembimbing tinggi hitam besar itu melambaikan tangannya kearah Clara. Gadis itu pun menyebrangi lapangan.
"Manggil saya Pak?" tanya Clara polos polos bodoh.
"Kamu! Datang terlambat, gak ikut ngapel!! Sana berdiri sambil hormat di tiang bendera!!" kata pembimbing tadi sambil menyeret Clara menuju tiang bendera. Yang berada tepat di depan kelas mobil. Kelasnya Tama dan Angga.
"Eh, Pak tapi....." Clara mencoba berkilah, tapi posturnya yang mungil membuat dia tetap terseret pembimbing tinggi, besar, hitam itu ke dekat tiang bendera.
"Pak, dengerin saya ngomong dulu!!" kata Clara protes setelah tepat di depan tiang bendera. Aksi tarik tarikannya tadi sudah menjadi perhatian anak mobil.
"Apa?? Kamu mau alasan apa? Sudah sekolah gratis di biayai negara masih juga telat. Padahal cuma disuruh apel lima menit!!" omel pembimbing itu.
"Sayangnya saya sekolah disini dibiayai emak saya Pak. Saya ini swadana, saya masih nyimpen kwitansi pembayarannya nihh," kata Clara sambil mengobok obok tasnya. kemudian menyerahkan kwitansi pembayaran kursus tata busana itu. Pembimbing itu melihat kwitansi Clara dengan teliti.
"Swadana kok pakai baju hitam putih. Ya saya gak bisa bedain situ swadana atau reguler. Gak punya baju kamu sampai ikut ikutan pakai baju hitam putih?" kata pembimbing.
"Pak, saya ini cantik, imud, lucu, pakai baju sama kayak yang lain saja mencuri perhatian banyak orang. Apa lagi kalau saya pakai baju bebas sendiri. Bisa bisa saya bikin anak anak sini salfok semua," jawab Clara gak mau kalah.
"Halah gayamu. Cantik, imud, lucu, tapi pendek. Gak capek jongkok melulu?" kata pembimbing sambil mencibir. Senyum senyum meluhat Clara. Tinggi Clara memang hanya sebatas perut atasnya saja. Clara sampai harus mendongak agar bisa melihat pembimbing itu. Dan si pembimbing nunduk kaya bicara sama anak kecil.
"Eh, saya ini udah ukuran standar wanita ideal ya, Bapak itu yang kepanjangan. Gak capek berdiri melulu," jawab Clara. Membuat pembimbing tadi tertawa. Perutnya yang buncit sampai bergetar. Juga anak anak mobil yang ternyata menyimak perdebatan dua makhluk kependekan dan kepanjangan itu.
Clara jadi malu sendiri. Apalagi Tama menyaksikannya. Dia pun berlari cabut melintasi lapangan sambil cengar cengir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
MAY.s
Wow... Pedenya tingkat tinggi 😂
2023-04-27
1
MAY.s
Tahu... Tahu... gitu aja, Angga. biar kayak orang jual gorengan yg dikacangin 🤭
2023-04-27
0