...Happy Reading...
...****************...
Beberapa saat berlalu, perseturuan di balik perang chat pun akhirnya terselesaikan. Devan memutuskan untuk menghadiri acara pernikahan Abizar. Namun, bukan untuk menjadi saksi pernikahan. Ia datang karena menghargai keluarga mereka yang masih mempunyai ikatan persaudaraan.
*****
Abizar sedikit gugup saat duduk di depan penghulu. Di kiri kanannya duduk seorang Juno dan Alfath yang menjadi saksi pernikahan, sedangkan Kezia belum keluar dari kamar.
"Ini mempelai istrinya mana? Belum siap juga?" tanya penghulu yang sudah siap menikahkan mereka.
"Sebentar, Pak. Lagi dijemput istri saya di kamarnya," jawab Surya yang duduk di samping penghulu. Penghulu itu pun menganggukkan kepala, lalu beralih kepada Abizar.
"Kamu udah hafal belum ijab qabulnya?" tanya penghulu menggoda Abizar.
"Ud—udah," jawab Abizar gugup.
Pak Penghulu menyunggingkan senyum. "Awas, ya, kalau sampai salah! Nanti malam pertamanya bisa ditunda, loh," goda Pak Penghulu lagi. Tanpa tahu alasan pernikahan itu seperti apa. Tak pelak semua orang yang hadir pun tergelak tawa. Mungkin niatnya hanya yang mencairkan ketegangan yang menyapa si pengantin lelakinya.
Riuh tawa para tamu perlahan mereda saat Kezia datang ke mimbar pernikahan. Perempuan itu tampak cantik dan anggun dengan balutan kebaya putih dan kain batik sebagai paduannya. Walaupun sederhana, penampilannya mampu menghipnotis setiap orang. Terutama Devan yang sedari tadi berdiri di pojokan.
"Oke, kita mulai saja, ya," ucap Pak Penghulu.
Sontak wajah Abizar sedikit tegang. Pikirannya carut marut memikirkan banyak hal. Abizar tidak bisa fokus mendengarkan saat beberapa susunan acara dilakukan. Hingga saat Pak Penghulu sudah selesai membacakan khotbah pernikahan, dan kedua pihak keluarga sudah memberikan sambutan, Abizar diminta mengulurkan tangannya untuk melafalkan ijab qabul pernikahan.
Surya sebagai wali nikah Kezia menyambut tangan Abizar, lalu mengucapkan kalimat ijab dengan lantang. Kemudian giliran Abizar melafalkan kalimat qabul setelah tangannya dihentakkan oleh Surya. Abizar pun sontak berkata,
"Saya terima nikah dan kawinnya Selena binti Su—"
"Abi! Kok, Selena?"
Abizar tersentak karena mendapat teguran dari sang papa yang duduk di belakang Abizar. Ia menggigit bibir bawahnya saat menyadari kesalahan itu. Kedua matanya menyipit karena malu. Semua orang pun jadi bertanya-tanya, siapa Selena itu, sedangkan Kezia masih diam membisu. Sudah tentu dirinya juga malu.
"Maaf, maaf. Kita ulang lagi, ya," pinta Abizar, lalu menarik napas panjang sebelum kembali menjabat tangan Surya.
"Namanya Kezia. Ingat itu, Abi!" tekan Surya dengan tatapan mematikan. Ia tidak ingin membuat anaknya malu untuk kedua kalinya. Terserah siapa itu Selena, yang Surya tahu Abizar harus menikahi Kezia sekarang juga.
"I—iya, Om." Abizar sedikit canggung saat tangannya diremat sedikit kencang oleh calon mertuanya tersebut.
Kalimat ijab qabul pun kembali dilafalkan. Kali ini Abizar melafalkannya dengan lancar tanpa kesalahan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Kezia Kamila binti Surya dengan mas kawin tersebut, tuuuunai."
"Gimana saksi, sah?"
"Sah."
Kalimat yang menjadi syarat sah pernikahan itu pun menjadi penanda berakhirnya masa lajang Abizar. Semua orang berucap tahmid tanda syukur atas kelancaran acara sakral tersebut.
Rentetan prosesi pernikahan pun selesai dilakukan. Kini, Abizar dan Kezia sudah sah dalam satu ikatan. Ikatan sakral yang menjunjung tinggi kesetiaan, dengan segala janji yang diucapkan atas nama Tuhan. Menandakan pernikahan itu bukanlah sebuah permainan.
*****
Ketika malam menenggelamkan cahaya terang, beberapa tamu undangan sudah berangsur-angsur pulang. Kini hanya tinggal keluarga Abizar dan keluarga Kezia sebagai tuan rumah.
"Kami permisi pamit, Pak Surya. Nitip anak saya, ya." Jiro pamit kepada besan barunya.
"Iya, Pak. Sekarang Abi sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Kami akan menganggap dia seperti anak kami sendiri," ucap Surya dengan lengkungan tipis di sudut bibirnya.
Keluarga Abizar pun pulang meninggalkan Abizar bersama keluarga barunya. Abizar bingung harus melakukan apa setelah ini. Ia pun berpura-pura lelah dan ingin beristirahat. Dengan terpaksa Kezia mengajak suaminya tersebut untuk beristirahat di kamarnya.
"Nyaman juga kamar lo, Mbak," celetuk Abizar sesaat setelah mendaratkan bokongnya di sisi tempat tidur milik Kezia.
Kezia tidak menanggapi. Ia sibuk membuka riasan yang memenuhi rambutnya, lalu mengusapkan kapas yang sudah dibubuhi milk cleanser untuk menghapus jejak make-up di wajahnya.
"Mbak, setelah ini kita ngapain?" tanya Abizar asal ceplos.
Kezia menatap Abizar lewat pantulannya yang berada di cermin di hadapannya.
"Ya, nggak ngapa-ngapain. Kita menikah karena anak ini saja, kan? Jadi bersikaplah seperti biasanya. Anggap saja kita ini tidak pernah menikah. Kita sama-sama tidak punya hak dan kewajiban menjadi suami istri beneran," papar Kezia.
Abizar mencebikkan bibirnya. "Mbak ini pinter juga, ya," seru Abizar dengan nada sindiran.
Kali ini Kezia menoleh ke arah Abizar. Keningnya berkerut karena tidak mengerti dengan perkataan Abizar tersebut.
"Maksudnya?"
"Ya, Mbak pinter buat menjaga nama baik Mbak sendiri. Dulu Mbak menolak saat aku mau tanggung jawab. Katanya, 'lupakan saja!' Tapi pas sekarang udah ada anak dalam perut Mbak, Mbak langsung inget aku, dan cari aku buat jadi kambing hitam. Apa itu nggak pinter namanya?"
Kezia ternganga mendengar hal itu. Otaknya tidak terlalu bodoh untuk mencerna perkataan yang terlontar dari mulutnya Abizar.
"Jadi, kamu pikir anak yang aku kandung ini bukan anak kamu? Dan sekarang aku memanfaatkan kamu dengan pernikahan ini, begitu?"
"Hmmm ... begitulah. Mbak emang pinter, kan? Langsung ngerti aja ke intinya," seloroh Abizar.
Kezia beranjak berdiri, lalu berjalan mendekati ranjang. Tatapannya terlihat sengit seolah ingin menikam Abizar. "Jadi kamu pikir aku ini perempuan murahan yang suka tidur dengan banyak laki-laki? Sehingga aku lupa siapa ayah dari anak yang aku kandung sekarang ini?"
Abizar menaikkan kakinya ke atas tempat tidur, lalu beringsut mundur saat Kezia semakin memojokkannya. Perempuan itu dengan sengaja mengikuti gerak tubuh Abizar, hingga tubuh Abizar terbentur di kepala ranjang. Abizar sedikit ketakutan, saat Kezia sedikit membungkukkan tubuhnya dengan jarak yang begitu dekat. Bibirnya sulit untuk berucap. Kata-katanya seolah tercekat.
"Kalau memang aku perempuan seperti itu, aku nggak akan milih bocah ingusan seperti kamu untuk menjadi ayah dari anak ini," tampik Kezia dengan tegas.
Abizar bisa melihat dengan jelas wajah Kezia dengan jarak yang begitu dekat dengan wajahnya. Bahkan deru napas mereka saling memburu ketika harus berebut oksigen di kamar itu.
"Tapi kamu tenang aja. Sekarang kita buat kesepakatan. Kita akan mengakhiri pernikahan setelah anak ini lahir ke dunia. Anggap saja kamu beramal untuk meminjamkan nama keluargamu di belakang nama anak aku," tutur Kezia setelah dirinya menegakkan tubuhnya memberikan jarak sambil bersidekap di depan dada.
Abizar bisa menghela napas lega. Sedekat itu dengan Kezia adalah adegan berbahaya. Mungkin Abizar akan khilaf untuk kedua kalinya. Entah kenapa tubuhnya selalu bersikap tidak wajar saat berdekatan dengan Kezia. Padahal dirinya selalu berkata, jika dia tidak suka dengan perempuan yang lebih tua darinya.
...****************...
...To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Kiki Sulandari
Abizar....kata kata kamu benar bensr menyskitkan hsti
Kezia tak mungkin menikah dengan laki laki lain,karena memang anak yg dikandungannya memang anakmu,Abizar....
2023-05-14
0
@ Teh iim🍒🍒😘
Abizar mulutmu minta dikondisikan
2023-02-23
1
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
lemah banget pertahanan Abizar.mudah tergoda dengan nafsu padahal bilangnya gak suka.
2023-02-18
0