...Happy Reading...
...****************...
Kezia tertunduk malu dikelilingi oleh keluarganya. Di sampingnya duduk seorang Aruna yang tidak pernah melepaskan tangan Kezia, seolah memberikan kekuatan kepada kakaknya tersebut.
"Sekarang jelaskan sama papa! Apa benar yang dikatakan oleh mama kamu itu, Kezia?" Suara sang papa menggelegar bak petir menyambar di telinga Kezia. Kepalanya langsung mendongak, tetapi bibirnya terasa berat untuk berucap.
"Maafkan Zee, Pa! Zee udah bikin malu keluarga kita. Zee emang nggak berguna." Kezia meraung dalam kesedihan. Beranjak mendekati sang papa, dan berlutut sambil memeluk kaki lelaki paruh baya itu.
Surya hanya menatap anaknya kaku. Kepalanya menggeleng tidak percaya. Kezia adalah anak kebanggaannya. Selama ini Kezia selalu menurut apa kata orang tua, bahkan saat orang tuanya bersikap tidak adil kepadanya.
"Siapa ayah dari bayi kamu itu? Dia harus menikahimu sebelum perutmu semakin besar," seru Surya. Kezia seketika mendongak menatap wajah sang papa.
"Tapi dia udah nggak tinggal di Indonesia, Pa. Dia udah pergi ke luar negeri. Waktu kejadian itu ... dia juga mau bertanggung jawab, tapi ... Kezia langsung menolak." Kezia menundukkan kepalanya lagi di akhir kalimatnya.
"Kamu ini bagaimana, sih, Kezia. Papa nggak habis pikir sama kamu. Bisa-bisanya semudah itu kamu melepaskan laki-laki yang sudah merenggut kehormatan kamu, hah?"
Surya meraup wajahnya frustrasi. Ia bingung harus berbuat apa setelah ini.
"Pa, aku tahu siapa laki-laki itu. Dia ... sepupunya Juno."
"Apa? Sepupunya Juno?" Surya menoleh terkejut pada Aruna yang berkata demikian, "bener, Kezia?" tanyanya memastikan pada Kezia dengan penuh penekanan. Kezia mengangguk perlahan.
"Biarkan aku yang bicara baik-baik dengan Juno. Mungkin dia bisa membantu." Aruna kembali berkomentar, seolah sedang membantu kakaknya berbicara.
"Baiklah, papa harap keluarga mereka segera datang dan sepupunya Juno itu mau menikahi Kezia." Surya bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan keluarganya di ruang tengah.
"Kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatan kamu, Zee. Ingatlah, janin di dalam rahim kamu itu punya nyawa. Jika kamu berani menggugurkannya, berarti kamu lebih jahat dari seorang psikopat, yang tega membunuh darah dagingnya sendiri," ujar Erna—sang mama, sambil menepuk pundak Kezia lalu pergi mengikuti suaminya.
Tangisan Kezia semakin terdengar keras. Perasaan menyesal semakin membelit hatinya. Aruna yang merasa kasihan hanya bisa memeluk sang kakak. Kezia pun meluapkan rasa bersalahnya dalam pelukan adiknya.
...****************...
Malam yang dingin di negeri bersalju, membuat tubuh membutuhkan selimut yang lebih tebal untuk membungkusnya ketika tidur. Begitupun dengan Abizar yang masih belum beradaptasi dengan hawa dingin tersebut, bahkan lelaki itu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Tok! Tok! Tok!
"Bi, keluar lo!"
Suara ketukan pintu diiringi teriakan seseorang tak membuat Abizar bergerak sedikit pun. Ia masih nyaman di balik selimut tebalnya. Hingga berulang kali suara tersebut terdengar, dan berhasil membuat keributan.
"Ada apa, sih, Jun? Kenapa teriak-teriak di depan kamar Abi?" tegur Angelina. Ia, Jiro, dan Aludra yang merasa terganggu dengan teriakan heboh Juno langsung menghampiri pusat keributan tersebut. Waktu memang belum terlalu malam. Masih pukul sembilan, dan belum semua penghuni rumah tersebut tertidur seperti Abizar.
"Tante tahu, anak Tante yang brengsek itu udah ngelakuin hal yang sangat memalukan. Dia patut dihajar!" murka Juno dengan rahang mengeras, dan otak yang panas.
"Ngelakuin apa?" Jiro pun ikut bertanya dengan raut penasaran, sedangkan Aludra masih anteng menjadi penonton saja.
"Lebih baik tanyain sendiri sama si Abi. Dari tadi aku gedor pintunya nggak bangun-bangun. Dia tidur apa sudah mati?" dengus Juno, lalu menggedor-gedor pintu kamar Abizar lagi. Kali ini dibantu oleh Angelina dan Jiro. Sehingga suara itu semakin berisik dan berhasil menembus gendang telinga Abizar.
"Ada apa, sih, berisik banget!" decak Abizar yang merasa terganggu tidur nyamannya, lantas menyibak selimut yang membungkus tubuhnya serampangan. Kakinya mengayun malas menuju pintu kamar.
Ceklek!
Pintu pun terbuka. Kening Abizar berkerut dalam melihat satu persatu wajah keluarganya yang tengah melaksanakan demo di luar kamar tidurnya. "Ngapain kalian demo di sini? Aku bukan pejabat," celetuk Abizar.
Namun, bukannya dijawab, melainkan sebuah bogem mentah yang dia dapat.
"Abi!" pekik Angelina terkejut. Ia langsung menghambur pada tubuh anaknya yang tersungkur ke lantai.
"Apa-apaan, lo, Bang? Tiba-tiba mukul gue. Salah obat, lo?" sentak Abizar sambil menghunuskan tatapan tajam, dengan sebelah tangan menyentuh sudut bibirnya yang sedikit lebam.
"Iya, Jun. Kamu itu kenapa tiba-tiba mukul Abi. Apa salah dia?" Jiro pun ikut menimpali. Sebagai ayah, dia kasihan melihat anaknya dipukuli tanpa alasan yang pasti.
"Tanya sama si brengsek itu, Om. Apa yang udah dia lakuin sama teman aku, Kezia!"
"Mbak Kezia?" Abizar mengulang nama itu dengan lirih, "kenapa sama dia?" tanyanya sambil beranjak berdiri.
"Lo jangan berlagak bego, ya! Dia hamil sekarang."
Pernyataan Juno membuat Abizar sontak melongo, sedangkan Jiro, Angelina, dan Aludra hanya mengernyit tidak mengerti. Pasalnya, mereka tidak tahu siapa perempuan yang bernama Kezia tersebut.
"Ini apa, sih, maksudnya? Siapa sebenarnya Kezia itu? Memangnya kenapa kalau dia hamil?" tanya Angelina belum bisa mencerna perdebatan mereka.
"Kezia adalah sahabat sekaligus kakaknya pacar aku, Tante. Dan anak lelaki Tante ini udah kurang ajar menghamili dia."
"Apa?" Semua orang memekik terkejut. Pandangan mereka pun tertuju pada Abizar yang tertunduk.
"Katakan itu tidak benar, Abi! Mama nggak pernah ngajarin kamu berbuat hal rendah seperti ini!" raung Angelina sambil mengguncang bahu Abizar dengan kasar.
Abizar perlahan mendongakkan pandangan. Ingin menyangkal, tetapi dirinya memang berbuat demikian. Namun, mengenai kenyataan jika Kezia hamil, Abizar belum bisa percaya perempuan itu tengah mengandung anaknya.
"Maaf, Ma. Kami memang pernah melakukannya, tapi Abi nggak yakin kalau anak yang dikandung Mbak Zee itu anaknya Abi. Soalnya waktu Abi mau tanggung jawab, dia malah menolak."
Plak!
Satu tamparan keras mendarat sempurna di pipi mulus Abizar. Lelaki itu sontak mengusap pipinya yang terasa kebas. Lengkap sudah deritanya, belum hilang rasa sakit di sudut bibirnya, kini ditambah tamparan pula.
"Bisa-bisanya kamu tetap tenang setelah kamu merusak kehormatan seorang perempuan!" sentak Angelina geram.
"Lo ngaku pernah nidurin Kezia, tapi kenapa lo nggak ngakuin anaknya dia? Otak lo ditaro di mana, brengsek! Lo pikir benih lo bisa hilang gitu aja, hah?" Juno ikut menimpali dengan nada tinggi.
"Dia sendiri yang nolak, Bang. Waktu itu gue langsung mau tanggung jawab, tapi dia langsung nolak. Katanya lupain aja! Mungkin ... dia udah terbiasa melakukan itu dengan laki-laki lain. Jadi—"
"Dasar brengsek! Gue tahu siapa Kezia. Dia bukan perempuan gampangan seperti yang lo kira." Juno hendak menyerang Abizar lagi, tetapi kali ini berhasil dihadang oleh Jiro.
"Tenang dulu, Jun. Kita selesaikan masalah ini dengan pikiran dingin. Jangan pake emosi!"
Napas Juno tersengal menahan emosi. Rahangnya mengeras dengan urat kemarahan yang terlihat jelas. Tangannya yang sudah mengepal pun tak jadi melayangkan pukulan. Juno masih menghormati om dan tantenya.
...****************...
...To be continued...
...Jangan lupa like, gift, dan komentarnya 🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Kiki Sulandari
Sabar Juno....jangan emosi semuanya bisa diselesaikan dengan cara baik baik...yang penting Abizar mau bertanggung jawab......
2023-02-21
1
Pembaca Yth
Abi y Allah kezel
2023-02-17
0
@ Teh iim🍒🍒😘
Tdk sepenuhnya salah Abizar juga seh , karena Kezia juga menolak waktu Abi mo bertanggung jawab.
Tp Abizar juga salah maen nuduh Kezia perempuan nggak bener waktu menolak Abi bertanggung jawab.
2023-02-17
0