...Happy Reading...
...****************...
Ketika sang fajar sudah menyingsing di ufuk timur, Abizar masih sibuk mendengkur. Semalam lelaki itu kurang tidur, lantaran tidurnya tidak memakai kasur.
"Bi ... Abi ... bangun! Ini udah siang." Kezia mengguncangkan bahu Abizar.
Abizar menggeliat, kedua matanya menyipit menyesuaikan cahaya yang sudah menyeruak memenuhi ruangan kamar Kezia. "Aku baru tidur, Mbak. Masih ngantuk," ucap Abizar dengan suara serak.
"Ini bukan rumah kamu. Memangnya kamu nggak malu bangun siang di rumah mertua, hah? Baru hari pertama nikah, bangun siang aja."
Dengan helaan napas kasar, Abizar terpaksa beranjak. Perkataan Kezia memang ada benarnya.
"Cepetan mandi! Abis itu kita sarapan di bawah."
"Hmmm ...." Abizar hanya bergumam, lalu melangkahkan kakinya dengan malas. Namun, tujuannya bukan kamar mandi, melainkan tempat tidur Kezia yang sepertinya nyaman untuk menyambung tidurnya.
"Heh, kenapa tidur lagi?" Kezia menarik tubuh Abizar yang sudah berbaring di tempat tidurnya.
"Bentar aja, lah, Mbak. Aku nggak bisa tidur gara-gara semalam dingin banget tidur di lantai. Mana alasnya cuma pake selimut doang." Abizar malah membungkus tubuhnya dengan selimut milik Kezia. Terasa nyaman dan hangat.
"Nggak bisa, nggak bisa. Kamu harus bangun sekarang juga!" Kezia menarik-narik tangan Abizar, tetapi Abizar berontak. Tenaganya terlalu kuat saat menarik balik tangan Kezia, sehingga membuat tubuh Kezia terhuyung dan menindih tubuh Abizar.
Walaupun mengantuk, Abizar tentu terkejut. Kedua bola matanya terbuka lebar seperti hendak keluar. Bagaimana tidak? Kini tubuh mereka menempel tanpa jarak. Hanya kepala Kezia yang sedikit mendongak, dengan tatapan yang begitu lekat.
Sejenak beradu napas, Kezia sadar dan bangkit dengan segera. Abizar pun jadi salah tingkah dibuatnya. Rasa ngantuknya tiba-tiba sirna.
"Cepetan mandi! Papa udah nungguin kamu di meja makan. Katanya ada yang mau papa bicarakan sama kamu." Kezia mengalihkan rasa canggungnya. Ia berdiri dan membenahi pakaiannya yang sedikit berantakan gara-gara insiden tadi.
"Iya." Hanya kata itu yang terlontar dari mulut Abizar. Kezia pun lebih dulu meninggalkan kamar.
...****************...
Setelah selesai menyelesaikan ritual mandinya yang singkat, Abizar segera menemui keluarga Kezia yang sudah menunggu di ruang makan rumah itu. Sudah ada Surya, Erna, Aruna, dan Putri—adik angkat Aruna, yang sudah memulai menyantap sarapan mereka.
"Pagi," sapa Abizar pada semua orang yang menatap kedatangannya. Semuanya pun membalas sapaannya.
Abizar datang dengan wajahnya terlihat kuyu dan tidak bersemangat. Kantung hitam yang menggelayut di kelopak matanya begitu jelas terlihat. Hal itu membuat Aruna berpikir yang tidak-tidak.
"Kak, semalam kalian ngapain aja?" tanya Aruna berbisik di telinga Kezia yang duduk di sebelahnya.
"Tidur, lah," jawab Kezia enteng, tetapi dengan nada pelan juga, "jangan mikir macam-macam, ya!" imbuhnya menekankan.
Aruna terkekeh pelan. "Kali aja, kan? Soalnya itu mukanya si Abi kusut banget kayak kurang tidur gitu. Kasian aku lihatnya."
Kezia jadi menatap wajah Abizar dengan seksama. Benar kata Aruna, lelaki itu terlihat sekali raut ngantuknya. Namun, sejurus kemudian Kezia mengedikkan bahu. Ia tidak peduli tentang itu.
"Ehem ... Abi, saya mau bicara sesuatu sama kamu."
Tiba-tiba saja suara tegas Surya mengalihkan atensi semua orang. Abizar yang tengah ngantuk pun sedikit lebih segar. "I—iya, Om. Mau bicara apa?" tanyanya gugup.
"Loh, masa manggilnya masih 'Om', sih. 'Papa', dong, Abi! Kamu sekarang udah resmi jadi suaminya Kezia. Berarti sekarang kamu udah jadi anak kami juga," protes Erna dengan senyuman manis mengiringi perkataannya.
"Uhuk!" Kezia langsung tersedak mendengar itu. Ia lantas menyahut sebuah gelas yang berisi cairan bening untuk dia minum. Entah kenapa terdengar menggelikan di telinganya. Sungguh tidak ada dalam bayangannya, lelaki asing yang baru dikenalnya itu kini sudah menjadi suaminya. Kezia seperti tengah bermimpi saja.
"Kenapa, Kak? Terharu, ya, dengarnya?" ledek Aruna pelan sambil tersenyum menyeringai.
"Berisik!" Kezia mendengkus, lalu melanjutkan lagi menyantap sarapannya.
"Baik, Ma. Maaf, Abi belum terbiasa," sahut Abizar. Erna hanya tersenyum menanggapinya.
"Abi, walaupun pernikahan kalian terjadi karena paksaan, papa harap kalian bisa menghormati yang namanya pernikahan. Apa pun alasannya, pernikahan kalian itu sah di mata hukum dan agama. Janji pernikahan yang kamu ucapkan bukan hanya disaksikan oleh semua tamu undangan, juga oleh Tuhan. Jadi, jangan pernah punya rencana untuk mengakhiri pernikahan kalian setelah anak itu lahir tanpa alasan yang jelas."
Surya berkata demikian, seolah tahu rencana buruk dari pengantin baru tersebut. Kezia dan Abizar pun saling melemparkan pandangan.
"Satu lagi, Abi. Kezia memang sedikit keras kepala, tapi walaupun usia kamu lebih muda daripada Kezia, kamu adalah imam bagi dia. Jadi, kamu berhak membimbing dia jika dia berbuat salah. Hanya satu yang papa pinta, jangan pakai kekerasan saja. Jika kamu tidak bisa mendidiknya, kembalikan saja sama kami. Tangan kami selalu terbuka untuk Kezia," tambah Surya.
"Iya, Pa," sahut Abizar, sedangkan Kezia merasa terharu mendengar itu. Sebisa mungkin ia menahan cairan bening yang mendesak di pelupuk matanya. Sebesar itu ternyata kasih sayang mereka.
"Oh, iya, Pa. Abi dapat amanat dari mama. Karena tugas Abi di Jepang belum selesai, jadi dua hari lagi Abi harus berangkat ke sana."
"Bagaimana dengan Kezia?" tukas Surya.
"Kata mama, karena Mbak Zee lagi hamil, dia tidak bisa ikut aku ke Jepang. Jadi mama ingin dia tinggal di rumah kami saja. Katanya biar mama bisa memantau perkembangan cucunya yang belum lahir."
"Kalau kamu memang mau pergi ke Jepang, pergi aja! Biar aku tinggal di sini. Aku bisa memberikan hasil pemeriksaan kehamilan setiap bulannya sama mama kamu." Kezia menimpali perkataan Abizar.
"Nggak bisa. Pokoknya Mbak harus tinggal bersama mama."
"Kenapa? Kalau aku nolak gimana? Lagian menurutku sama saja dengan aku tinggal di sini juga. Orang tua kamu cuma mau tahu tentang kabar cucunya saja, kan?"
Abizar mendengkus mendengar penolakan Kezia. Di situ dia sadar jika Kezia benar-benar keras kepala. Sebenarnya Abizar juga enggan memaksa, tetapi itu semua adalah permintaan sang mama. Abizar tidak tega kalau sampai mamanya sedih lantaran keinginannya tidak terpenuhi. Terlebih setelah dirinya berhasil membuat perempuan yang sudah melahirkannya itu pingsan gara-gara sikapnya kemarin. Membuat Abizar tidak berani membantah perintahnya lagi.
"Mbak nggak dengerin omongan papa barusan, ya? Nggak baik menentang suami," ucap Abizar.
Tatapan sengit pun dilayangkan oleh Kezia. Ia tidak tahu ada niat apa di balik sikap Abizar yang memaksanya untuk tinggal di rumah mereka.
"Kezia, Abi benar. Kamu nggak boleh bersikap seperti itu sama suami kamu. Bagaimanapun juga dia memang berhak mengajak kamu untuk tinggal di rumahnya, dan kamu Abi ...." Surya menoleh pada Abizar, "berhenti memanggil Kezia dengan panggilan 'Mbak'! Nggak enak didengarnya. Kamu seperti menikahi kakakmu saja," protes Surya.
Abizar menyengir. Dalam hatinya dia berkata, "Emang udah mbak-mbak, kok. Dia, kan, lebih tua dari gue."
"Maaf, Pa. Lain kali nggak lagi," ucap Abizar pura-pura menyesal.
"Zee, menurut mama juga nggak ada salahnya kalau kamu tinggal di rumah mertua kamu. Mungkin mereka ingin menggantikan Abi untuk menjaga kamu, selagi dia pergi." Kini giliran Erna yang berkomentar.
"Tapi, Ma—"
"Nggak ada tapi-tapi! Mulai sekarang tanggung jawab kamu bukan sama kami lagi, Kezia." Surya memotong perkataan Kezia.
"Papa udah nggak sayang aku?" Kezia menatap ayahnya sendu.
"Bukan begitu. Rumah ini akan selalu terbuka buat kamu. Kamu bisa menginap di sini kapan saja, jika suami kamu mengizinkannya. Kamu ini sudah dewasa. Belajarlah menjadi istri yang baik untuk suami kamu!"
Kezia menatap nanar papanya. Sedih baginya harus tinggal terpisah dengan mereka.
"Udahlah, Kak, terima aja! Lagian si Abi juga nggak akan tinggal di sana. Dia, kan, mau ke Jepang. Kakak akan bebas tanpa melayani suami berondongmu itu di rumah Tante Angelina. Cukup fokus dengan anakmu saja." Suara bisikan penuh provokasi terdengar dari bibir Aruna.
Kezia sempat menolehkan kepala. Kerutan di keningnya terukir ketika dia sejenak berpikir. Beberapa detik kemudian bibirnya pun mengulas senyuman. Ia membenarkan apa yang adiknya katakan. Dengan begitu, sandiwara pernikahannya akan berjalan lancar, jika dia tidak sering bertemu Abizar.
...****************...
...To be continued...
Dua bab hari ini. Yuk, tambahin lagi giftnya. Biar aku tambah semangat 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Kiki Sulandari
Kezia,,kamu jangan keras kepsla...
Sekarang kamu sudah menikah,jika suami ingin kau ikut tinggal bersams di rumah orang tuanya,maka kau harus menurutinya
Lagipula ,Abizar juga akan pergi ke Jepang,....
Kezia,selamat menikmati tinggal di Villa Mertua Indah,ya🤭🤭🤭
2023-05-15
0
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
tidak ada yang tau apa yang akan terjadi kedepannya dengan Abi dan Kezia.apa akan seperti rencana awal mereka atau malah jadi sebaliknya.
semangat buat up nya kak.
2023-02-18
1