Bab 17

"Sayang, lebih baik kamu duduk dulu biar aku jelaskan," perintah Fian sambil memegang tangan sang istri.

"Apa maksudnya kamu membawa perempuan aneh ini?" tanya Wulan dengan menatap Laras penuh dengan kebencian.

"Perempuan aneh kamu bilang," ucap Laras dengan sedikit membentak Wulan.

"Sayang, jaga sikapmu dan ikuti perintahku," jawab Fian sambil meminta sang istri duduk.

"Kamu! Cepat duduk," ucap Fian kepada Wulan yang masih berdiri dengan terus menatap Laras.

"Mbak, pesen 1 orange jus ya," ucap Fian kepada seorang pelayan yang berdiri tidak jauh dari mereka. 

"Sekarang cepat jelaskan kenapa kamu membawa perempuan aneh ini," Wulan kembali bertanya kepada Fian sambil terus menatap Laras yang duduk dihadapannya.

"Aku harap kamu bisa jaga cara bicaramu," jawab Fian Sambil menoleh ke arah Wulan.

"Aku mengajak Istri ku kesini karena aku tidak ingin ada mata-mata yang nantinya akan melaporkan pertemuan kita dan menambahkan pernyataan yang tidak benar, yang nantinya akan membuat masalah di dalam rumah tanggaku," jelas Fian kepada Wulan sambil menggenggam tangan sang istri.

Saat Fian sedang menjelaskan tujuannya mengajak Laras menemui Wulan. Tiba-tiba seorang pelayan datang dengan membawa segelas orange jus dan meletakkannya di atas meja. Fian pun langsung membayar minuman yang baru saja datang.

"Aku harap ini pertemuan terakhir kita, jangan pernah bermimpi aku akan meninggalkan Laras demi kembali kepadamu," ucap Fian sambil berdiri dari tempat duduknya. 

"Jadi kamu lebih memilih perempuan aneh ini dari pada aku!" teriak Wulan sambil berdiri dari tempat duduknya.

"plak!" sebuah tamparan di berikan Fian kepada Wulan yang masih menghina Laras.

"Mas!" teriak Laras sambil memegang tangan sang suami.

"Asal kamu tahu perempuan yang kamu panggil aneh ini adalah Istriku, kamu bilang dia aneh karena kamu melihat penampilannya yang begitu tertutup hingga yang terlihat hanya mata saja. Laras menggunakan pakaian ini itu karena perintahku, karena aku ingin menjaga istriku dari tatapan laki-laki yang nantinya akan menyebabkan dosa untuknya, apa kamu bersedia jika aku memintamu berpakaian yang sama dengan Laras," ucap Fian sambil mulai menggandeng tangan sang istri.

"Laras suatu saat aku akan merebut Mas Fian kembali!" teriak Wulan yang saat itu melihat Laras sudah berjalan dengan suaminya.

"Aku tidak takut, karena suamiku selalu mengajarkan untuk tidak mengkhawatirkan apa yang belum tentu terjadi, apalagi dengan ancaman seorang mantan sepertimu," ucap Laras sambil menoleh ke arah Wulan dan kemudian tersenyum memandang sang suami.

Fian dan Laras berjalan keluar cafe dengan senyum kebahagiaan. Namun, tidak dengan Wulan dia justru menyimpan dendam kepada pasangan yang ada di hadapannya. Tamparan yang diberikan Fian ternyata membuat luka yang dalam di hati Wulan.

"Sayang, apa kamu sudah yakin jika antara aku dan Wulan tidak ada hubungan apa-apa," ucap Fian sambil tersenyum saat mereka sudah berada di dalam mobil.

"Aku selalu percaya kepadamu dan akan selalu bersamamu sampai kapanpun," jawab Laras sambil tersenyum.

Mereka pun berpandangan cukup lama. Terlihat keindahan senyum Laras saat Fian membuka cadar yang menutupi wajahnya. Hingga tanpa sadar Fian mulai mencium bibir sang istri dengan penuh kelembutan. 

"Tok, tok! Permisi," terdengar suara ketukan dari luar kaca mobil. 

Fian yang terkejut langsung menutup kembali cadar sang istri. Dia langsung membuka kaca jendela mobilnya. Terlihat seorang tukang parkir yang sudah berdiri di hadapannya.

"Maaf Pak, mobilnya masih mau parkir atau keluar, karena ada mobil yang mau masuk," ucap seorang tukang parkir dengan ramah.

"Oh, iya saya mau keluar," ucap Fian sambil mengambil uang sepuluh ribu dari dalam kantongnya dan memberikannya kepada tukang parkir tersebut.

Setelah mengucapkan terima kasih Fian pun menutup jendela mobilnya dan mulai menjalankan mobilnya. Sepanjang perjalanan mereka tertawa mengingat kejadian yang baru saja mereka alami. Rasa cinta Fian membuatnya selalu ingin mencium sang istri dengan sadar ataupun tidak.

"Aku selalu terhipnotis dengan kecantikanmu, bagaimana dengan laki-laki yang lain," ucap Fian sambil tertawa dan tetap fokus mengendarai mobilnya.

"Sayangnya mereka tidak bisa melihat wajahku," jawab Laras sambil mencium pipi suaminya.

"Terima kasih ya Allah, engkau masih begitu baik kepadaku walaupun aku pernah menjadi umat yang paling hina untukmu," batin Laras sambil menatap ke arah luar jendela.

***

Wulan yang merasa dipermalukan oleh Fian dan Laras langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah Siska. Dia yakin Fian dan Laras belum ada di rumahnya jadi mereka tidak akan tahu jika dia datang ke rumah Siska. Siska yang saat itu sedang merapikan barang dagangannya terkejut saat melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan rumahnya. 

"Siapa yang datang Ma," tanya Evi kepada Siska saat baru keluar dari rumahnya.

"Mama juga tidak tahu," jawab Siska sambil teru melihat mobil yang ada di hadapannya.

"Kak Siska!" teriak Wulan sambil keluar dari mobilnya.

"Oh Wulan, ayo masuk dulu," jawab Siska sambil mempersilahkan Wulan masuk dan duduk di sofanya.

Wulan yang baru saja datang langsung masuk dan duduk di sebuah sofa tua yang ada di ruang tamu Siska. Siska langsung meminta Evi untuk segera membuatkan minuman untuk tamu kesayangannya itu. Siska yang sudah penasaran dengan pertemuan Wulan dan Fian langsung duduk dan bertanya.

"Bagaimana pertemuan kalian siang ini apa romantis?" tanya Siska sambil duduk di samping Wulan.

"Romantis, yang ada buat malu aku Kak," jawab Wulan dengan ketus.

"Bikin malu bagaimana, coba kamu cerita sama Kakak," tanya Siska sambil penasaran.

"Fian ternyata membawa Istrinya, dan yang lebih parah mereka mempermalukanku di depan pengunjung kafe itu," jawab Wulan dengan muka ditekuk.

"Laras ikut?" tanya Siska sambil terkejut.

"Iya, dan Kakak tahu Fian tega menamparku di depan pengunjung kafe hanya demi membela perempuan aneh itu," jawab Wulan dengan wajah kesalnya.

"Kenapa Fian begitu membela perempuan itu, padahal kalau dilihat dari wajahnya sangat jauh denganmu, kamu lebih cantik, kaya, bahkan soal agama," ucap Siska sambil terlihat seperti berpikir.

"Kenapa kalau soal agama?" tanya Wulan penasaran.

"Memang kamu belum tahu agama si Laras itu," jawab Siska sambil menoleh ke arah Wulan.

"Fian tidak pernah cerita tentang agama istrinya kepadaku, karena sejak menikah dia sangat menjauhi ku," ucap Wulan sambil mengambil gelas yang diberikan Evi kepadanya.

"Perempuan itu 'kan murtad," jawab Siska.

"Murtad, maksudnya?" tanya Wulan seolah tidak mengerti dengan apa yang siska katakan.

"Laras pernah keluar dari islam dan masuk ke agama kristen," jawab Siska sambil berdiri.

"Kakak tahu darimana kalau perempuan itu adalah perempuan murtad," tanya Wulan sambil meyakinkan dirinya.

"Saat itu Kakak tidak sengaja mendengar percakapan Fian dan Laras saat mereka di dalam kamar, dan kebetulan kamar itu tidak tertutup rapat jadi Kakak bisa melihat bagaimana kecewanya Fian kepada perempuan miskin itu," jelas Siska sambil menoleh ke arah Wulan.

"Sepertinya aku bisa memanfaatkan kondisi ini untuk membalas dendam kepada Laras dan Fian," batin Wulan sambil tersenyum.

"Kamu kenapa senyum-senyum seperti itu," tanya Siska saat melihat Wulan tersenyum sambil melamun.

Saat Wulan akan menjawab pertanyaan Siska dia mendengar suara ponsel dari dalam tasnya berbunyi. Wulan langsung melihat siapa penelpon tersebut. Lalu dengan cepat dia menerima panggilan itu sambil berjalan ke arah mobilnya.

"Halo, iya aku kesana sekarang," ucap Wulan sambil masuk ke dalam mobilnya.

Setelah berpamitan kepada Siska, Wulan langsung mengemudikan mobilnya menuju ke sebuah restoran. Terlihat seorang laki-laki muda, gagah dan tampan duduk di salah satu meja. Wulan yang sudah terlambat langsung duduk di hadapan pria tersebut.

"Hai Sayang," sapa Wulan sambil mencium bibir pria yang ada di hadapannya.

"Kenapa terlambat? Apa kamu bertemu dengan mantan tuamu itu," tanya pria tersebut dengan muka masam.

"Ayolah Her, aku melakukan ini demi masa depan kita," jawab Wulan sambil menggenggam tangan pria bernama Heri tersebut.

"Masa depan kita atau hanya masa depanmu," ucap Heri sambil minum secangkir kopi yang ada di hadapannya. 

"Fian bukanlah pria tua sembarangan," jawab Wulan sambil berusaha meyakinkan sang kekasih.

"Maksudmu?" tanya Heri penasaran.

"Dia adalah seorang pengusaha konstruksi sukses di kota ini, kamu tahu 'kan maksudku," ucap Wulan sambil mengerutkan dahinya.

"Jadi maksudmu dia adalah pria kaya, dan kamu ingin memanfaatkannya untuk menguras habis seluruh hartanya," jawab Heri sambil bersandar di sebuah kursi.

"Benar, kamu memang kekasih ku yang sangat pandai," ucap Wulan sambil tersenyum.

"Jadi dengan begitu kita akan mudah mendapatkan harta tanpa harus susah payah bekerja," tambah Wulan memandang wajah sang kekasih.

Saat Wulan dan Heri berbincang-bincang tentang maksud jahat mereka kepada Fian dan Laras. Tanpa mereka sadari ada seorang pria yang kebetulan mengenal sang kontraktor. Pria yang duduk bersebelahan dengan Wulan terus mendengarkan percakapan dua orang tersebut sambil menikmati makanannya.

"Fian, apa jangan-jangan yang mereka maksud Fian itu," batin sang pria yang duduk bersebelahan dengan meja Wulan dan Heri.

"Jadi kalau kamu berhasil mendapatkan pria tua itu otomatis kamu akan menguasai hartanya," tanya Heri sambil menggenggam tangan Wulan.

"Iya, dan kamu tahu dia tidak hanya kaya secara pribadi saja tapi harta warisan yang ditinggalkan orang tuanya begitu banyak dan aku ingin merebut semua itu dari mereka," jawab Wulan sambil tersenyum.

"Lalu apa kamu yakin bisa mendapatkan semua itu, sedangkan dia pasti punya keluarga yang lain," tanya Heri dengan ragu.

"Tenang saja aku pasti bisa mengatur seluruh kakak-kakaknya, dan aku jamin mereka akan berlutut dan tunduk di kaki ku," jawab Wulan sambil tersenyum sinis.

"Dasar perempuan licik, sepertinya aku harus cari tahu siapa perempuan ini," batin pria misterius yang duduk bersebelahan dengan meja Wulan.

Setelah mendengarkan pembicaraan antara Wulan dan Heri. Pria misterius itu langsung meletakkan sejumlah uang diatas meja dan berjalan keluar dari restoran itu. Setelah tiba di dalam mobil pria tersebut langsung menghubungi Fian.

"Apa kamu mengenal perempuan bernama Wulan dan laki bernama Heri?" tanya pria tersebut saat panggilan telepon sudah tersambung.

"Iya aku kenal dengan perempuan yang bernama Wulan, memangnya kenapa," jawab Fian penasaran.

"Tunggu aku di bengkel, satu jam lagi aku sampai disana," ucap sang pria tersebut sambil menutup ponselnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!