Bab 8

"Kenapa, bukannya kamu sendiri yang meminta untuk menikah dengan putriku, jangan bilang kalau kamu tidak mau bertanggung jawab atas janin yang ada di dalam kandungan putriku!" bentak Arman dengan penuh emosi.

"Maaf bukan begitu Pak, Laras harus kembali menjadi muslim baru kami bisa menikah," jawab Fian sambil menoleh ke arah Arman.

"Apa maksudmu, kami beragama muslim sama sepertimu," Tanya Sophia penasaran.

"Kalian memang muslim, tapi tidak dengan Laras," jawab Fian dengan tegas.

"Kami tidak mengerti apa maksudmu," ucap Arman bingung.

"Sayang kamu katakan yang sebenarnya," perintah Fian sambil berjalan mendekati sang istri.

"Tapi aku takut Mas," jawab Laras sambil menatap Fian.

"Kamu tidak perlu takut, karena selama aku masih hidup tidak akan ada yang bisa menyakitimu termasuk orang tuamu," jelas Fian sambil membelai rambut sang istri.

Setelah mendengar jawaban Fian, Laras mulai menceritakan tentang dirinya yang telah memutuskan keluar dari islam sejak duduk di bangku SMA. Sambil menangis Laras mulai memohon ampun kepada kedua orang tuanya. Arman dan Sophia seakan tidak percaya jika sang putri bisa berpindah agama tanpa sepengetahuan mereka.

"Maaf Pak, apa bapak bisa membantu Laras kembali ke agama islam," tanya Fian kepada Ahmad.

"Insya Allah Pak," jawab Ahmad singkat.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita selesaikan masalah ini di rumah saja," usul Sophia kepada sang suami.

"Baik kalau begitu kita pulang saja dulu," ucap Arman.

"Tapi maaf saya tidak bisa pulang bersama kalian, karena ada beberapa barang yang harus saya beli," ucap Fian sambil menoleh kepada Sophia.

"Kamu mau kemana Mas," tanya Laras penasarn.

"Kamu pulang sama orang tuamu dulu, setelah semua urusanku selesai aku akan menjemputmu," jelas Fian sambil tersenyum kepada Laras.

Laras akhirnya pulang bersama orang tuanya dan ustad Ahmad dengan menggunakan taksi. Fian yang saat itu tidak ikut bersama mereka langsung mengemudikan mobilnya menuju ke arah sebuah toko untuk membeli seperangkat alat sholat dan beberapa baju muslim untuk Laras serta beberapa perhiasan mahal yang nanti akan dijadikan mas kawinnya untuk sang istri. Setelah semua persiapan sudah lengkap Fian pun langsung melajukan mobilnya ke rumah Laras.

Laras pun mulai dituntun sang ustadz untuk mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda jika dia menyatakan diri masuk ke agama islam. Setelah Laras kembali memeluk islam, kini saatnya Fian mengucapkan akad di depan orang tua Laras. Hanya dengan satu kali ucapan akad Laras kini telah sah menjadi istri dari Muhammad Julfiansyah.

"Terima kasih Bapak dan Ibu sudah mau memberikan restu kepada kami," ucap Fian kepada Arman dan Sophia.

"Asal kamu tahu saya menikah 'kan putri saya denganmu bukan karena restu, tapi karena saya tidak mau anak saya hamil tanpa suami," jawab Arman ketus.

"Bapak," ucap Sophia sambil menatap Arman dengan tajam.

"Saya akan buktikan kepada Bapak dan Ibu bahwa saya akan menjaga dan memperlakukan Laras dengan baik," ucap Fian dengan Lantang.

Setelah meminta izin kepada orang tua Laras untuk membawa sang istri kembali ke rumahnya. Fian memberikan sebuah kantong berisi pakaian muslim serta hijab dan cadar kepada sang istri. Laras yang memang sudah mengerti maksud sang suami langsung memakai pakaian yang diberikan Fian kepadanya.

"Bapak, Ibu Laras pamit untuk ikut dengan Mas Fian ke rumahnya," ucap Laras sambil mencium tangan orang tuanya.

"Masya Allah semoga kamu selalu bahagia ya Nak," jawab Sophia sambil memeluk sang putri.

"Amiin, Laras mohon doa Bapak dan Ibu ya," ucap Laras sambil tersenyum dan mencium pipi orang tuanya.

"Kami pasti akan selalu mendoakanmu Nak," jawab Sophia sambil mengusap air matanya.

"Jangan pernah kamu membuat putri ku menangis, jika sampai itu terjadi aku akan mencarimu dan membunuhmu," Ancam Arman kepada Fian tanpa menatap wajah sang menantu.

Setelah berpamitan Fian dan Laras akhirnya berangkat menuju ke rumah Fian. Setelah hampir 1 jam mereka akhirnya tiba di bengkel sekaligus tempat tinggal Fian. Saat Laras dan Fianakan masuk ke dalam kamar tiba-tiba terdengar suara yang berteriak ke arah mereka.

"Jangan pernah bawa Perempuan murtad itu tinggal disini!" teriak seseorang dari belakang.

FIan dan Laras yang terkejut dengan suara itu langsung menoleh ke arah suara. Ternyata Ardi kakak tertua Fian mengetahui tentang masalah perpindahan Laras dari muslim ke kristen. Fian dan Laras saling menatap dengan kebingungan.

"Darimana Abang tahu jika Laras adalah perempuan murtad," batin Fian sambil menoleh ke arah Laras.

"Apa tidak ada perempuan lain sampai kamu memilih perempuan murtad seperti dia!" bentak Ardi sambil menunjuk ke arah Laras yang sudah mulai meneteskan air mata.

"Kamu masuk ke kamar, biar aku yang hadapi semua," perintah Fian sambil membuka pintu kamarnya.

"Tapi Mas …." Laras menghentikan ucapannya saat melihat sang suami menganggukkan kepala sembari membuka pintu kamar.

Setelah Laras masuk ke dalam kamar, Fian menutup pintu kamarnya. Dia segera mengajak Ardi untuk berbicara di kantornya. Kebetulan ruang kerja Fian dibuat kedap suara, jadi apabila dia berbicara dengan klien tidak akan terganggu dengan kebisingan suara alat berat dari luar.

"Apa maksud abang bicara seperti itu," ucap Fian kepada Ardi saat mereka sudah berada di kantor Fian.

"Kenapa kamu bisa menikahi wanita murtad itu, apalagi tanpa restu keluarga!" jawab Ardi sambil berteriak.

"Siapa yang memberitahu abang tentang masalah ini," tanya Fian sambil duduk di kursinya.

Fian memang memiliki sikap yang sangat santai dalam menghadapi banyak orang, terutama menghadapi masalah yang ada di kehidupannya. Ibu Fian meninggal sejak dia masih duduk di bangku SMA, sedangkan sang Ayah meninggal saat dia kuliah di sebuah universitas swasta di Jakarta. Mungkin karena itulah Fian tumbuh menjadi pribadi yang sangat mandiri dan tenang dalam menjalani kehidupannya.

"Kamu tidak perlu tahu siapa yang menyampaikan berita ini kepadaku, yang pasti cepat ceraikan perempuan itu," perintah Ardi sambil menatap Fian dengan tajam.

"Tidak ada yang berhak mengatur hidupku, termasuk Abang," ucap Fian sambil bersandar di kursinya.

"Aku berhak mengaturmu karena kamu adik terkecil di keluarga kita," jawab Ardi dengan tegas.

"Aku memang anak terkecil di keluarga ini, tapi abang harus ingat jika aku adalah laki2 dan aku berhak menentukan sendiri dengan siapa aku menjalani kehidupanku," ucap Fian dengan santai.

"Ingat aku bisa menutup tempat usahamu ini kapanpun jika kamu tidak mau mengikuti aturanku," ancam Ardi kepada sang adik.

"Silahkan, dengan senang hati saya akan tinggalkan tempat ini tapi ingat aku juga bisa menghancurkan tempat ini kapanpun juga karena semua ini aku yang membuatnya," jawab Fian sambil berdiri dan berjalan ke arah Ardi.

"Jika Abang merasa kakak tertua kenapa tidak mencegah pernikahan Siska dengan brondong miskin itu, asal Abang tahu laki-laki itu hanya memanfaatkan Siska untuk kehidupan dia dan keluarganya," tambah Fian sambil duduk di atas meja.

Mendengar ucapan sang adik yang terdengar sangat menyudutkannya Ardi langsung keluar dari ruangan Fian. Fian yang melihat sikap sang kakak hanya bisa tertawa sambil menggelengkan kepala. Setelah menyelesaikan masalahnya dengan Ardi, Fian langsung masuk ke dalam kamar menemui Laras yang saat itu masih menangis di dalam kamar.

"Apa yang kamu tangisi," tanya Fian sambil duduk di bawah tempat tidurnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!