"Terus perhatikan gerak-gerik Kak Siska, tapi ingat jangan sampai membuatnya curiga," perintah Fian sambil mendekat ke wajah Bejo.
"Baik Bos," jawab Bejo dengan sangat lantang.
"Baik kamu boleh keluar sekarang," perintah Fian sambil berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah kamarnya.
Setelah berbincang-bincang sebentar dengan Bejo Fian kembali ke kamarnya untuk melihat keadaan sang istri. Terlihat wajah cantik Laras yang telah terlelap dalam tidurnya. Melihat sang istri yang tengah tertidur pulas Fian pun langsung keluar dan berjalan menuju ke dapur.
"Mbok, tolong buatkan saya secangkir kopi," ucap Fian kepada Mbok Ijah sambil duduk di sebuah kursi yang ada di dapur.
"Iya Pak," jawab Mbok Ijah sambil mulai mengambil sebuah cangkir di dalam rak piring.
"Hari ini Mbok masak apa," tanya Fian yang terlihat lesu.
"Masak ayam goreng, sambel, sama sayur asem Pak," jawab Mbok Ijah sambil mengaduk kopi.
"Terima kasih Mbok," ucap Fian saat Mbok Ijah meletakkan secangkir kopi dihadapannya.
"Pak Fian mau makan," tanya Mbok Ijah saat berada di dekat sang majikan.
"Siapkan saja buat Laras nanti saya bawa ke kamar," jawab Fian sambil mengangkat cangkir kopi.
"Bapak kenapa kok kelihatannya lesu," tanya Mbok Ijah yang sedari tadi memperhatikan Fian.
"Entahlah Mbok, kenapa di saat saya sudah mendapatkan kebahagiaan justru ada saja masalah dan ujian yang saya terima," jawab Fian sambil meletakkan kembali cangkir yang ada di tangannya.
"Masalah Mbak Laras yang keguguran, sabar Pak. Insya Allah tidak lama Mbak Laras akan hamil lagi, apalagi Mbak Laras 'kan masih muda jadi masih sangat subur," jawab Mbok Ijah sambil menyiapkan makanan yang diminta oleh Fian.
"Bukan hanya itu Mbok, ujian pernikahan saya juga banyak sekali, terkadang saya merasa capek," jawab Fian sambil mengusap wajahnya yang sudah terlihat kusut.
"Maaf kalau Mbok lancang, yang namanya hidup itu tempatnya capek, tempatnya lelah tapi kita harus tahu bagaimana cara kita menempatkan capek dan lelah itu, caranya bagaimana ibadah cerita sama Allah tentang lelah dan capek kita. Mbok yakin rasa lelah, capek dan masalah yang berat akan teratasi," jelas Mbok Ijah sambil menoleh ke arah Fian yang masih terlihat kusut.
"Insya Allah saya akan mengingat pesan Mbok Ijah, oh iya makanannya sudah siap," tanya Fian sambil menoleh ke Mbok Ijah yang sedang menyiapkan makanan di atas nampan.
"Ini makanannya sudah siap, lebih baik sekarang Bapak kasih ke Mbak Laras, setelah itu kalian istirahat. Mbok yakin Bapak dan Mbak Laras pasti sudah capek karena berhari-hari di rumah sakit," jawab Mbok Ijah sambil memberikan nampan berisi makanan kepada Fian.
"Terima kasih ya Mbok atas nasehatnya," jawab Fian sambil membawa nampan tersebut ke dalam kamar.
Setelah mengucapkan salam Fian pun masuk ke dalam kamar dengan perlahan. Fian yang masuk ke dalam kamar melihat Laras yang sedang bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Setelah meletakkan nampan di atas meja rias Fian lalu mengambil meja kecil untuk diletakkan di atas tempat tidur agar sang istri tidak perlu turun untuk makan.
"Kamu makan dulu ya, Mbok Ijah hari ini masak sayur asem, sama ayam goreng," ucap Fian sambil meletakkan nampan di depan sang istri.
"Terima kasih ya Mas, kamu sudah makan?" tanya Laras sambil mulai menyendok sayur yang ada di dalam mangkok.
"Nanti saja aku masih belum lapar, lagipula aku mau sholat dzuhur dulu," jawab Fian sambil tersenyum dan berdiri dari tempat duduknya.
"Mas," ucap Laras sambil memegang tangan sang suami.
"Iya ada apa lagi Sayang," jawab Fian sambil tersenyum dan duduk kembali.
"Bisa minta tolong suapi aku," ucap Laras sambil tersenyum dan menyerahkan sendok kepada Fian.
"Dasar anak kecil, mau makan saja harus di suapin," ucap Fian sambil tersenyum dan mencubit hidung sang istri.
Suapan demi suapan Fian lakukan dengan penuh kasih sayang. Laras mencoba mencairkan suasana hati mereka yang terlihat masih canggung dan beku. Setelah makan Laras mulai menggenggam tangan sang suami yang ada di hadapannya.
"Mas, maafkan aku ya. Aku akui aku salah karena telah menghakimi mu, aku sadar jika setiap orang pasti punya masalalu, entah itu baik atau buruk," ucap Laras sambil memegang tangan sang suami dan menciumnya.
"Kamu tidak perlu minta maaf Sayang, ini semua salahku seandainya aku berkata jujur dari awal mungkin semua ini tidak akan terjadi, tapi aku pastikan kalau aku tidak akan pernah menutupi apapun darimu," jawab Fian sambil tersenyum dan mencium kening Laras.
Hari demi hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan dan tawa dari Fian dan Laras. Hingga suatu hari Laras yang sudah sembuh berniat untuk berkunjung ke rumah sang kakak ipar tanpa meminta izin kepada sang suami.
"Sejak aku menikah dengan Mas Fian aku belum pernah berkunjung ke rumah kakak iparku, lebih baik hari ini aku berkunjung ke rumahnya," ucap Laras sambil menggunakan hijab besarnya.
Setelah menyiapkan buah tangan untuk sang kakak ipar Laras pun bergegas berjalan ke arah rumah Siska. Dari kejauhan terlihat Siska sedang berbincang-bincang dengan Ardi di depan tempat jualannya. Laras yang baru saja tiba langsung mencium tangan Ardi dan Siska.
"Assalamualaikum," ucap Laras sambil mencium tangan abang dan kakak iparnya.
"Waalaikumsalam," jawab Ardi dan Siska.
"Bagaimana keadaanmu, apa sudah sehat?" tanya Ardi dengan ramah.
"Alhamdulillah sudah sehat Bang," jawab Laras sambil sedikit grogi.
"Menjaga anak dalam perut saja tidak bisa bagaimana mau menjaga suami," ucap Siska dengan ketus tanpa menoleh ke arah Laras.
"Siska!" bentak Ardi kepada sang Adik.
"Iya 'lah Bang, bagaimana kalau seandainya Fian menikah lagi hanya karena dia tidak bisa memberikan keturunan," tanya Siska kepada Ardi seolah menyindir adik iparnya.
"Laras kamu bawa apa itu?" tanya Ardi kepada Laras yang mulai terlihat berkaca-kaca.
"Ini Bang ada sedikit kue dan buah untuk Kak Siska dan anak-anak," ucap Laras sambil menyerahkan sebuah kantong plastik kepada Siska.
"Yaelah kalau ini sih aku bisa beli," jawab Siska sambil melempar kantong plastik pemberian Laras ke selokan di dekatnya.
"Kenapa Kak Siska begitu membenciku, padahal aku datang ke sini dengan niat baik," tanya Laras dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu mau tahu kenapa aku membencimu?" jawab Siska sambil berdiri dan bertolak pinggang.
"Siska sudah jangan teruskan, kasihan dia baru sembuh dan saat ini dia sedang berduka. Harusnya kita sama-sama menghiburnya bukan malah menyakitinya!" bentak Ardi kepada sang adik.
"Aku membencimu karena dua hal, yang pertama gara-gara kedatanganmu suamiku masuk ke dalam penjara, dan yang kedua gara-gara kehadiranmu Fian jadi batal menikah dengan Wulan, padahl Wulan itu perempuan yang sempurna dia kaya, cantik dan sangat baik tidak sepertimu dekil, miskin dan berhati busuk," jelas Siska hingga membuat Laras menangis.
"Tapi aku benar-benar tidak tahu masalah Mas Fian melaporkan suami kakak ke Polisi, dan masalah Wulan bukan aku penyebab Mas Fian dan Wulan berpisah, itu karena kesalahan Wulan sendiri," jawab Laras sambil menangis.
"Halah alasan, perempuan miskin sepertimu pasti akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan laki-laki kaya seperti adikku termasuk ilmu pelet, jadi tidak heran kalau Fian bisa cinta mati kepadamu," ucap Siska sambil mendekat ke wajah Laras yang sedang menangis.
Tanpa mereka sadari pembicaraan mereka telah didengarkan Fian yang baru saja pulang dari proyek. Fian yang melihat air mata sang istri jatuh langsung mendatangi rumah Siska dengan penuh emosi. Fian yang saat itu berdiri di hadapan sang kakak langsung menampar Siska dengan cukup keras hingga meninggalkan bekas merah di pipinya.
"Fian!" bentak Ardi yang terkejut dengan apa yang diperbuat adik bungsunya itu.
"Aku tahu pengirim pesan singkat itu adalah kamu, dan aku juga tahu kamu dan Wulan bersekongkol untuk menghancurkan pernikahanku," ucap Fian sambil menggenggam tangan Laras.
"Apa maksudmu," tanya Siska seolah tidak mengerti apa yang diucapkan sang adik.
"Kamu tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti," jawab Fian dengan wajah penuh dengan kebencian.
"Fian jaga mulutmu, orang tua kita selalu mengajarkan kita hidup rukun, tapi kenapa kalian justru bertengkar hanya karena masalah orang luar!" bentak Ardi sambil menoleh ke arah Laras dan Fian.
"Orang luar, perempuan yang Abang sebut orang luar itu Istriku dan gara-gara kelakuan adik mu ini anakku meninggal di dalam kandungan, kalau Abang mau bukti aku bisa berikan bukti kebusukan adik kedua mu ini," ucap Fian sambil menatap tajam ke arah Ardi.
"Buktikan jika memang aku berniat jahat kepada perempuan miskin ini!" ucap Siska sambil berteriak.
"Mas sudah tidak perlu diperpanjang lagi, ayo kita pulang,"ajak Laras sambil menarik tangan sang suami.
"Bejo!" teriak Fian sambil berjalan ke arah bengkelnya.
"Iya Pak Bos," jawab Bejo panik sambil berlaribke arah Fian.
"Mana rekaman suara tadi," ucap Fian sambil meminta ponsel Bejo.
"Kalian dengarkan ini," ucap Fian sambil menyalakan rekaman yang ada di dalam ponsel Bejo.
Siska yang mendengar suaranya mulai ketakutan. Dia tidak menyangka jika diam-diam Bejo merekam pembicaraannya dengan Wulan. Setelah memperdengarkan rekaman suara kepada seluruh orang yang ada disitu Fian mengembalikan ponsel tersebut kepada Bejo.
"Puas! Puas Kakak membuat calon anak ku meninggal dan membuat pernikahanku hampir berakhir, puas kalian semua," teriak Fian dengan rasa marah dan kesal.
Setelah mendengar rekaman itu baik Ardi dan Siska tidak ada yang berbicara. Mereka hanya bisa terdiam sambil menunduk dengan rasa gugul. Mereka paham jima adik bungsunya itu adalah laki-laki yang tempramen jika ada orang yang mengusik hidupnya.
"Dan kamu, jangan pernah sekali-kali datang ke rumah ini lagI," ucap Fian kepada Laras sambil menyeret tangan sang istri.
Fian pun langsung menggenggam tangan Laras dan menariknya ke arah kamar. Apa yang dilakukan Fian kepada Laras tidak luput dari pandangan orang yang kebetulan lewat bahkan karyawannya. Saat sampai di dalam kamar Fian langsung meminta Laras duduk di tempat tidur.
"Sekarang katakan padaku, kenapa kamu bisa ada disana," ucap Fian yang masih dalam kondisi marah.
"Aku hanya ingin bersilaturahmi dengan Kak Siska," jawab Laras sambil menunduk dan ketakutan.
"Buat apa! Bukankah kamu tahu jika dia itu sangat membencimu," betak Fian hingga membuat Laras semakin ketakutan dan akhirnya menangis.
"Maafkan aku Mas, aku hanya ingin sedikit mengenal keluargamu, apalagi selama aku disini dan menikah denganmu aku belum pernah mengenal keluargamu," ucap Laras sambil terisak dan menunduk.
Fian yang melihat sang istri yang begitu ketakutan dan menangis langsung menenangkan Laras di dalam pelukannya. Fian mulai menjelaskan maksud dari apa yang dia lakukan adalah semata untuk melindungi Laras dan Kak Siska. Karena dia tahu persis bagaimana sifat kakak perempuannya itu.
"Maaf jika aku menyakitimu, aku tidak bermaksud membuatmu takut ataupun menangis," ucap Fian sambil memeluk sang istri.
"Aku minta maaf, karena tadi aku keluar rumah tanpa seizin mu," jawab Laras sambil menangis terisak.
"Kamu boleh pergi kemana saja yang kamu mau, tapi tolong jangan ke rumah Kak Siska, karena sebaik apapun kamu kepadanya itu tidak akan membuatnya menerimamu," jelas Fian sambil terus memeluk sang istri.
"Mas apa kamu tidak bisa membebaskan Aldi, kasihan Kak Siska jika Aldi ada di penjara terlalu lama," ucap Laras sambil melepaskan pelukan sang suami.
"Tidak, aku tidak akan mencabut tuntutan kepada Aldi, karena dia sudah berani mencuri di bengkel ku," jawab Fian sambil berdiri.
"Tapi Mas …." belum selesai Laras berbicara Fian langsung meletakkan jarinya ke bibir Laras.
"Aku harap kamu tidak pernah memaksakan apa yang sudah menjadi keputusanku," ucap Fian sambil menatap Laras dengan tatapan tajam.
***
Siska yang tidak terima dipermalukan oleh Fian langsung masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Ardi yang masih ada di depan rumahnya. Dia merasa apa yang telah dialaminya saat ini adalah karena Laras. Sambil duduk di tempat tidur Siska terus menangis sambil terisak.
"Memang kenapa Om Adek harus berteriak-teriak seperti itu kepada Mama," tanya putra pertama Siska.
"Ini semua gara-gara perempuan miskin itu," jawab Siska sambil terlihat dendam.
"Maksud Mama Tante Laras," tanya sang putra penasaran.
"Iya siapa Lagi kalau bukan dia," jawab Siska sambil menoleh ke arah sang putra.
"Memang apa yang dia lakukan sehingga membuat Om Adek begitu marah kepada Mama," tanya sang putra penasaran.
"Dia menghasut Om mu untuk membenci kita, karena dia ingin menguasai seluruh tanah warisan nenek dan kakekmu ini," jawab Siska seolah menghasut sang putra.
"Apa dia sejahat itu?" tanya sang putra penasaran.
"Jadi sekarang kamu menuduh Mama berbohong!" bentak Siska kepada putranya.
"Bukan begitu Ma, aku hanya tidak yakin Tante Laras sejahat itu kepada Mama," jelas sang putra sambil terlihat bingung.
Siska tidak menjawab apa yang diucapkan sang putra. Dia hanya sekilas melihat sang putra yang saat itu duduk disampingnya. Terlihat dendam dan marah di wajah Siska.
"Lalu apa yang akan Mama lakukan sekarang," tanya sang putra penasaran.
"Kamu lihat saja apa yang akan Mama lakukan kepada perempuan miskin itu," ucap Siska sambil mengusap air matanya dan tertawa dengan sinis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments