Bab 15

Kehidupan pernikahan Laras dan Fian tidak jauh berbeda dengan pernikahan orang kebanyakan. Mereka juga kerap mengalami ujian baik dari keluarga bahkan ekonomi. Namun, semua itu terasa begitu ringan karena Fian selalu mengajarkan sang istri untuk tetap taat dalam ibadahnya kepada Allah. Mungkin karena itulah mereka selalu terlihat bahagia sehingga membuat orang iri kepada kebahagiaan mereka. 

"Sayang, bagaimana kalau hari ini kita berkunjung ke rumah orang tuamu," ajak Fian kepada Laras sambil mengenakan pakaiannya.

"Kenapa tiba-tiba kamu mengajakku kesana," tanya Laras penasaran.

"Tidak ada apa-apa, sejak pernikahan itu kita tidak pernah mengunjungi orang tuamu," jelas Fian kepada sang istri.

"Kalau aku ke sana apa yang harus aku katakan jika mereka menanyakan kehamilanku," batin Laras sambil duduk di tempat tidur.

Fian yang melirik ke arah sang istri melihat kebingungan dan kekhawatiran di wajah sang istri. Buatnya itu hal yang tidak wajar dari seorang anak, mengingat Laras dan orang tuanya tidak pernah bertemu. Setelah menyisir rambutnya Fian pun berjalan mendekati sang istri dan duduk di sampingnya.

"Ada apa Sayang," tanya Fian sambil duduk disamping sang istri.

"Tidak Mas, aku hanya …." tiba-tiba Laras menghentikan perkataannya seolah bingung untuk melanjutkannya.

"Hanya apa, coba kamu jelaskan siapa tahu aku bisa membantumu," tanya Fian sambil memeluk sang istri dari samping dan bersandar di bahunya.

"Aku hanya takut jika nanti orang tua ku menanyakan masalah kehamilanku," jawab Laras sambil menggenggam tangannya.

"Kamu ingat aku pernah berkata, jangan pernah mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu terjadi," ucap Fian sambil memandang wajah sang istri.

"Iya, tapi aku yakin mereka pasti akan menanyakan hal itu, dan aku takut Ayahku akan menyalahkanmu bahkan menghajarmu," jawab Laras sambil terlihat sangat khawatir.

"Aku tahu, tapi aku yakin Allah akan selalu menjaga dan melindungiku jangankan dari sikap kasar Ayahmu, binatang buas yang ingin menerkamku saja tidak dapat memakanku selama Allah ada di hati dan lisan ku," jelas Fian sambil memeluk sang istri.

"Tapi Mas …." belum sempat Laras melanjutkan perkataannya Fian langsung mencium bibir mungil sang istri.

"Sekarang kamu cepat bersiap-siap, sebelum ke orang tuamu kita ke makam orang tuaku terlebih dahulu, aku tunggu di ruang kerjaku ya," ucap Fian sambil melepaskan ciumannya lalu berjalan keluar kamar.

Laras yang masih dalam kondisi cemas dan khawatir menyempatkan diri untuk menjalankan shalat dhuha terlebih dahulu. Setelah sholat dan bersiap-siap dia pun keluar kamar untuk menghampiri sang suami yang sudah menunggunya di ruang kerja. Mereka pun berangkat ke makam orang tua Fian.

"Ini makam orang tua ku, aku mengajakmu kesini karena aku juga lama tidak pernah kemari," ucap Fian sambil berjalan ke arah sebuah makam.

"Kenapa kamu tidak pernah mengunjungi orang tuamu, padahal makam mereka tidak terlalu jauh dari rumah?" tanya Laras dengan penasaran.

"Setelah kita pulang dari rumah orang tuamu aku ceritakan kehidupanku secara gamblang kepadamu," jawab Fian sambil menghentikan langkahnya tepat di sebuah makam bertuliskan nama Raya.

"Raya, meulaboh?" ucap Laras bingung.

"Iya orang tuaku asli Aceh, tapi mereka wafat di jakarta," jawab Fian sambil mulai berjongkok.

Hampir 30 menit mereka berada di pemakaman umum tersebut. Kini mereka berdua sudah berada di dalam mobil dan akan melanjutkan perjalanan ke rumah orang tua Laras. Sebelum mereka tiba di rumah orang tua Laras, Fian membelokkan mobilnya ke sebuah supermarket yang tidak jauh dari rumah mertuanya.

"Kamu tunggu disini dulu, aku mau membeli sesuatu," ucap Fian sambil mematikan mesin mobil dan kemudian turun dari mobilnya.

Hampir 10 menit Laras berada di dalam mobil menunggu kedatangan sang suami. Tidak berapa lama Fian pun keluar dari supermarket tersebut dengan membawa begitu banyak kantong di tangannya. Setelah menata barang belanjaannya di bagasi mobil Fian pun masuk ke dalam mobil. 

"Banyak sekali barang belanjaanmu Mas," ucap Laras saat Fian sudah duduk di sampingnya.

"Iya itu oleh-oleh untuk orang tuamu, ini aku belikan minuman kesukaanmu," jawab Fian sambil menyerahkan sebuah minuman kepada sang istri.

Setelah beristirahat sejenak Fian pun mulai melanjutkan perjalanannya ke rumah orang tua Laras. Hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai ke rumah sang mertua. Arman yang saat itu duduk di teras rumahnya sambil menikmati secangkir kopi langsung berdiri saat melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumahnya.

"Assalamualaikum," ucap Laras dan Fian sambil berjalan ke arah rumah.

"Waalaikumsalam," jawab Arman dengan tatapan benci kepada sang menantu.

"Bagaimana kabar Ayah," tanya Laras sambil mencium tangan sang Ayah.

"Baik," jawab Arman dengan singkat.

"Apa kabar Yah," ucap Fian sambil mengulurkan tangannya.

"Kalian masuk saja biar Ayah panggilkan Ibu di dapur," ucap Arman sambil berjalan ke arah dapur tanpa menjabat tangan sang menantu.

"Sepertinya Pak Arman masih sangat membenciku," batin Fian sambil tersenyum kepada Laras yang memperhatikannya.

"Ayo masuk Sayang," ajak Fian sambil membawa begitu banyak barang belanjaan.

Mereka pun akhirnya duduk di teras rumah sambil menikmati langit yang saat itu mendung. Saat sedang berbincang-bincang tentang masa kecil Laras di rumah itu. Tiba-tiba terdengar suara Sophia memanggil nama sang putri. 

"Assalamualaikum," ucap Sophia yang baru saja keluar dari dalam rumahnya.

"Waalaikumsalam," jawab Laras dan Fian bersamaan.

"Bagaimana kabar Ibu," tanya Laras kepada sang ibu sambil mencium tangan ibunya.

"Alhamdulillah baik, bagaimana kabar kalian," tanya sang ibu sambil menjabat tangan sang menantu yang berdiri di samping Laras.

"Alhamdulillah baik Bu," jawab Laras sambil tersenyum.

"Ayo masuk ke dalam," ajak sang ibu sambil tersenyum.

"Bu ini ada sedikit oleh-oleh dari kami," ucap Fian sambil memberikan beberapa kantong kepada ibu mertuanya.

"Alhamdulillah, terima kasih ya Fian," ucap Sophia sambil menerima kantong dari Fian.

Mereka pun berbincang-bincang di ruang tamu terlihat keakraban antara Sophia dan sang menantu. Arman yang sejak tadi masuk untuk memanggil sang istri tidak terlihat keluar dari dalam. Sophia yang merasa tidak enak dengan Fian langsung masuk ke dalam dapur.

"Kalian tunggu disini dulu, ibu mau buatkan minuman di dapur," ucap Sophia sambil berdiri dan mengambil kantong plastik yang diberikan Fian kepadanya.

***

Saat sampai di dapur Sophia melihat sang suami yang sedang menikmati kopi dan menghisap sebatang rokok di tangannya. Setelah meletakkan beberapa kantong belanjaan Sophia langsung membuatkan segelas teh hangat untuk kedua tamunya. Arman yang heran dengan apa yang dibawa sang istri langsung membuka kantong-kantong tersebut.

"Dapat dari mana kamu sembako sebanyak ini?" tanya Arman samb membuka kantong yang ternyata berisi sembako.

"Dari Laras dan Fian," jawab Sophia sambil mengaduk teh di dalam gelas. 

"Laki-laki tua itu memberikan kita sembako sebanyak ini," tanya Arman seolah tidak percaya dengan apa yang diucapkan Sophia.

"Iya, Fian itu sudah menjadi menantu kita cepat kamu keluar dan temui mereka," jawab Sophia sambil membawa nampan berisikan gelas berisikan teh hangat.

Sophia yang baru saja keluar dari dapur langsung meletakkan gelas di atas meja. Tidak lama Arman yang sedari tadi tidak terlihat kini keluar untuk menemui Laras dan Fian di ruang tamu. Sesaat mereka berbincang-bincang. Namun, terlihat tatapan canggung antara Arman dan Fian. 

"Bu, bisa Laras dan Mas Fian minta no rekening Bapak atau Ibu," tanya Laras dengan ragu.

"Buat apa Nak," Jawab Sophia dengan sedikit kebingungan.

"Begini Bu, mulai hari ini Fian berencana untuk menanggung kebutuhan Ibu dan Bapak setiap bulannya," ucap Fian dengan nada lembut.

"Tidak perlu! Aku bisa menghidupi keluargaku walaupun tanpa bantuanmu," bentak Arman sambil berdiri dari tempat duduknya.

"Bukan begitu Pak maksud saya, saya hanya …." belum selesai Fian menjawab Arman langsung memotong ucapannya dengan mengganti topik pembicaraan.

"Bagaimana kondisi kehamilanmu Nak," tanya Arman.

"Kandungan Laras mengalami keguguran Pak," jawab Laras.

"Keguguran! Lihat dulu kamu bilang bisa memperlakukan wanita dengan baik tapi sekarang justru kamu gagal memperlakukan putriku dengan baik hingga membuatnya keguguran," teriak Arman sambil menatap Fian dengan tatapan penuh dengan kebencian.

"Ini bukan kesalahan Mas Fian, tapi ini karena Laras tidak mendengarkan nasihat suami Laras, Mas Fian sudah menjadi suami terbaik buat Laras," jawab Laras sambil menggenggam tangan suaminya.

"Halah kamu tidak perlu membela laki-laki tua ini, jika kamu tidak bisa membahagiakan putriku lebih baik kembalikan dia padaku!" bentak Arman sambil menarik tangan Laras untuk menjauh dari Fian.

"Tidak Ayah, aku tetap ikut pulang dengan Mas Fian," jawab Laras sambil melepaskan tangan sang Ayah.

"Sudah Yah, kamu tidak perlu terlalu berlebihan begitu lagipula Laras sudah menjelaskan kenapa dia bisa keguguran," ucap Sophia sambil memegang pundak sang suami.

"Suatu saat saya akan buktikan jika saya mampu membuat Putri kesayangan Ayah dan Ibu bahagia bersama saya," ucap Fian sambil menatap sang ayah mertua.

Laras yang khawatir dengan ancaman sang ayah langsung menarik tangan suaminya untuk segera pulang. Melihat sang putri yang keluar sambil menangis Sophia langsung mengejar mereka. Sophia yang memang sangat menyayangi Laras langsung memeluk sang putri dengan penuh kasih sayang.

"Aku percaya jika kamu pasti akan membahagiakan dan menjaga Laras," ucap Sophia kepada Fian sambil melepaskan pelukannya kepada Laras.

"Saya janji akan selalu setia kepada Laras dan akan selalu menjaga serta membahagiakannya," janji Fian kepada Sophia.

"Ibu nanti kirimkan nomor rekening kepada Laras lewat pesan singkat ya," ucap Laras sambil membuka pintu mobilnya.

"Iya, kamu hati-hati ya Nak, jaga dirimu baik-baik dan jadilah Istri yang terbaik untuk suamimu," pesan Sophia sambil mencium kening Laras.

***

"Maafkan aku ya, karena kesalahanku kamu harus disalahkan oleh Ayahku," ucap Laras saat mereka sudah berada di kamar mereka.

"Jangan dibahas lagi ya Sayang, kita shalat isya' dulu yuk," ucap Fian sambil berjalan ke kamar mandi. 

Mereka pun shalat isya' berjamaah di dalam kamar. Banyak doa dan syukur yang mereka ucapkan dalam setiap sujudnya. Termasuk tentang keinginan mereka untuk bisa segera memiliki keturunan.

"Mas," tanya Laras sambil berbaring di samping Fian yang sedang membaca sebuah al quran.

"Iya ada apa Sayang," tanya Fian sambil menutup al quran yang ada di tangannya dan meletakkannya di meja kecil sampingnya.

"Tadi kamu berjanji mau bercerita kepadaku tentang masa lalumu," ucap Fian sambil menatap sang suami dengan tatapan penasaran.

"Kamu tidur sini," perintah Fian sambil menepuk dadanya dengan lembut.

Setelah Laras sudah tidur di dadanya Fian pun mulai menceritakan masa lalunya. Masa lalu yang begitu suram dimana saat itu Fian bukanlah laki-laki yang mengenal agama. Hal terberat yang pernah dialami adalah saat kepergian sang ayah yang selama ini menjadi sosok yang begitu dia banggakan.

"Saat kepergian ibuku aku masih kelas 1 SMA  jadi saat itu aku belum terlalu mengerti apa kematian, saat itu juga aku belum seperti sekarang, aku masih sangat hobi tawuran, minum, pakai obat-obatan terlarang," jelas Fian sambil membelai rambut sang istri dengan lembut.

"Memang Almarhum Ibu sakit apa hingga dia meninggal dunia di usia muda," tanya Laras sambil menatap wajah sang suami.

"Ibuku menderita kanker tulang, hampir 1 tahun beliau berjuang melawan penyakitnya, tapi Allah berkehendak lain," jawab Fian sambil mencium rambut sang istri.

"Lalu apa kalian semua tinggal disini setelah Ibu meninggal," Laras kembali bertanya.

"Tidak, saat itu aku hanya tinggal bersama Bapak dan 3 saudaraku, karena Siska lebih dahulu menikah daripada yang lain sehingga dia harus ikut suami pertamanya ke bandung," jawab Fian sambil menatap ke arah tembok.

"Suami pertama, berarti ini suami kedua," tanya Laras yang semakin penasaran.

"Iya, suami pertamanya meninggalkan Kak Siska dan 5 anaknya tanpa kabar dan status yang jelas, dan akhirnya dia menikah dengan seorang brondong yang bekerja sebagai kuli panggul di pasar," jawab Fian sambil menoleh ke arah Laras.

"Berarti Kak Siska poliandri dong," ucap Laras sambil berfikir.

"Kenapa kamu bisa bilang begitu," tanya Fian penasaran.

"Iya 'kan tadi kamu bilang suaminya meninggalkan Kak Siska tanpa kejelasan, jika memang dalam agama mereka sudah bercerai tapi dalam negara mereka belum bercerai dan masih sah sebagai suami istri, berarti Kak Siska tidak akan pernah bisa menikah sah secara negara seperti kita," jelas Laras sambil duduk dan menoleh ke arah Fian.

"Iya Sayang kamu benar," jawab Fian sambil tersenyum dan mencubit hidung sang istri.

"Lalu apa yang menyebabkan Ayah mertua ku meninggal dunia," tanya Laras sambil kembali bersandar di dada sang suami.

"Sayang, bisa tidak ceritanya nanti saja," jawab Fian sambil membelai rambut sang istri.

"Kenapa, bukannya kamu tadi berjanji akan menceritakan pengalaman masa lalu mu kepadaku saat kita sudah di rumah," ucap Laras dengan penasaran.

"Iya sih, tapi itu," jawab Fian ragu.

"Tapi apa Mas," tanya Laras panik sambil mengamati sekitar kamarnya dengan takut.

Fian yang melihat wajah panik Laras langsung mengulum bibir kecil sang istri dengan liar. Sesaat Laras hanya melotot dan terkejut dengan apa yang dilakukan Fian kepadanya. Fian yang sudah sangat merindukan Laras mulai membisikkan kata-kata indah di telinga sang istri.

"Sayang aku sudah sangat merindukanmu, apakah malam ini kamu sudah sembuh," tanya Fian sambil berbisik di telinga sang istri.

"Aku sudah siap menjalankan kewajibanku sebagai istri Mas," jawab Laras sambil mulai berbaring seakan menyambut pelukan sang suami.

Malam itu adalah malam pertama Fian menyentuh Laras. Setelah Laras mengalami keguguran dua bulan lalu Fian tidak berani mengajak sang istri untuk berhubungan intim. Keduanya saling mengeluarkan hasrat yang sudah lama terpendam di dalam diri mereka.

Setelah melakukan hubungan suami istri mereka yang sudah kelelahan langsung tertidur dengan berpelukan. Hanya selimut lebar yang menutupi tubuh mereka hingga pagi menyambut. Setelah mandi dan bersiap untuk pergi ke proyek Fian dan Laras dikejutkan dengan suara ponsel yang ada di atas meja.

"Siapa yang sudah menghubungi ku sepagi ini," ucap Fian sambil melirik ponselnya.

"Siapa yang menghubungimu Mas," tanya Laras saat melihat suami terkejut melihat sebuah nama di ponsel.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!