Bab 11

Fian yang saat itu berjalan terburu-buru langsung terkejut saat melihat Laras sedang berbincang-bincang dengan seorang perempuan di depan bengkel. Seorang wanita yang sangat dia kenal dan pernah ada di hatinya. Perempuan yang memiliki nama Wulan itu adalah salah satu mantan kekasih Fian yang saat itu pernah meninggalkannya karena lebih memilih untuk mengikuti kemauan orang tuanya.

"Wulan," ucap Fian sambil berjalan mendekati Laras.

"Wulan, jadi ini mantan istimewa Mas Fian," batin Laras sambil mengambil kunci yang ada di tangan sang suami.

Saat Laras sedang sibuk membuka pintu gerbang. Tiba-tiba Rani sang perempuan warung datang dengan membawa sebuah kantong berisi makanan. Laras yang sudah marah kepada sang suami hanya melihat sekilas ke arah Rani.

"Mbak Laras ini makanannya," ucap Rani sambil menyerahkan makanan ke Laras.

"Kasih kucing aja Mbak," jawab Laras dengan kesal.

"Kasih kucing, makanan enak kok dikasih kucing," jawab Rani sambil sedikit mengomel.

"Sini biar nanti saya yang kasih ke dia, terima kasih ya," ucap Fian sambil menerima kantong plastik dari Rani.

"Mari masuk dulu," ajak Fian kepada wulan dengan ramah.

"Terima kasih," jawab Wulan sambil tersenyum manis.

Usia wulan dan Laras tidak jauh berbeda, tapi Wulan berusia 2 tahun lebih tua dari Laras. Sekilas Laras memperhatikan penampilan Wulan yang begitu modern. Sangat berbeda dengannya yang menggunakan hijab besar dengan cadar jadi yang terlihat hanya mata saja.

"Cantik, pantas saja Mas Fian begitu mencintainya," batin Laras sambil kemudian masuk ke dalam kamar.

"Sebentar ya, kamu tunggu saja di ruang kerjaku," ucap Fian kepada Wulan sambil berjalan ke arah kamarnya.

"Assalamualaikum," ucap Fian saat masuk ke dalam kamar.

"Waalaikumsalam," jawab Laras dengan wajah cemberut 

"Kamu kenapa sih Sayang, apa kamu cemburu kepada Rani dan Wulan," tanya Fian sambil duduk di samping sang istri yang masih saja cemberut.

"Nggak, udah sana urusin saja mantanmu," jawab Laras ketus.

N"Aku temui Wulan dulu ya, kamu makan saja dulu," ucap Fian sambil mengecup kening sang istri.

Setelah memberikan makanan kepada Laras, Fian pun langsung jalan menuju ruang kerjanya untuk menemui Wulan. Laras yang penasaran dengan pembicaraan Fian dan sang mantan mengendap-endap di balik tembok. Untungnya Fian saat itu tidak menutup pintu ruang kerjanya jadi Laras bisa mendengar semua pembicaraan mereka.

"Bagaimana kabarmu Mas," tanya Wulan saat Fian sudah duduk di hadapannya.

"Seperti yang kamu lihat, ada apa kamu datang ke sini," tanya Fian tanpa basa basi.

"Aku kesini hanya ingin minta maaf karena aku sudah pernah meninggalkanmu saat itu," jawab Wulan dengan sedikit ragu.

"Aku tidak mempermasalahkan soal itu, apa ada lagi yang mau kamu sampaikan," tanya Fian sambil bersandar di tempat duduknya.

"Apa kamu masih mencintaiku," tanya Wulan penasaran.

"Cinta, aku tidak mau munafik, aku masih mencintaimu tapi tidak sebesar dulu dan sekarang aku ingin sedikit demi sedikit membuang rasa itu," jawab Fian sambil tersenyum.

"Kalau kamu mencintaiku kenapa kita tidak kembali menjalin hubungan seperti dahulu," tanya Wulan sambil berdiri dan berjalan mendekati Fian.

"Seperti …." Fian menghentikan ucapannya saat mendengar sebuah benda jatuh dari luar ruangannya.

"bruak," Laras tidak sengaja menendang sebuah kotak besi berisi alat-alat kerja Fian hingga dia terjatuh.

"Kamu kenapa," tanya Fian sambil membantu sang istri berdiri.

"Tidak, aku hanya mencari cincinku yang tidak sengaja terjatuh disini," jawab Laras sambil berpura-pura mencari sebuah cincin.

"Cincin, ehm aku tahu dia pasti sedang menguping pembicaraanku dengan Wulan," batin Fian sambil melirik Cincin yang dipakai Laras.

"Aku masuk ke kamar dulu, sepertinya cincinku tidak jatuh disini," ucap Laras gugup.

"Ayo ikut aku," ucap Fian sambil menggandeng Laras masuk ke ruang kerjanya.

"Kamu tadi bertanya kepada ku jika aku mencintaimu kenapa kita tidak menjalin hubungan seperti dahulu lagi, benar 'kan?" tanya Fian kepada Wulan sambil menggandeng tangan sang istri masuk ke ruang kerjanya.

"Iya benar," jawab Wulan dengan kebingungan saat melihat seorang perempuan yang sedang berjalan di samping Fian.

"Kenalkan ini Khania Larasati, dia adalah Istri dan juga Ibu buat calon anak ku," ucap Fian sambil mengusap perut Laras.

"Istri, secepat itu kamu menikah sedangkan kamu bilang kamu masih mencintaiku," jawab Wulan dengan kebingungan.

"Aku memang masih mencintaimu, tapi maaf cintaku saat ini tidak sebesar dulu, dan kini aku justru sangat mencintai perempuan sholeha yang ada di hadapanmu," jawab Fian sambil terus menggenggam tangan Laras.

"Tidak! Aku tidak terima kamu menikah, aku pastikan kamu akan kembali kepadaku dan meninggalkan perempuan aneh ini," bentak Wulan sambil berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari ruangan Fian.

Laras yang mendengar ucapan Fian Langsung tersenyum. Dia tidak menyangka jika Fian begitu sangat menyayanginya. Saat Laras sedang melamun sambil tersenyum tiba-tiba Fian mencubit hidungnya.

"Sekarang kamu jujur, kenapa kamu sampai jatuh di depan ruang kerjaku," ucap Fian sambil menatap mata Laras.

"Aku hanya mencari cincinku yang hilang," jawab Laras gugup.

"Cincin yang kamu cari dari tadi ada di jarimu, apa kamu mau menguping pembicaraan ku dan Wulan," tanya Fian sambil terus menatap mata sang istri.

"Tidak Mas, aku hanya …." belum selesai Laras menjawab Fian langsung mengangkat tubuh Laras dan berjalan ke arah kamar.

"Kamu mau tahu seberapa besar aku mencintaimu," ucap Fian sambil berdiri di hadapan Laras yang sedang berbaring di tempat tidur.

Laras yang saat itu berbaring di tempat tidur hanya bisa terdiam sambil menutup matanya. Sambil tersenyum Fian mulai membuka satu persatu pakaiannya. Kemudian perlahan mulai mendekat ke wajah Laras yang masih memejamkan matanya.

Ciuman demi ciuman Fian berikan kepada sang istri. Sentuhan lembut pun Fian lakukan di seluruh tubuh sang istri. Hingga membuat Laras mulai mengeluarkan suara ******* di telinga sang suami. 

Hampir 30 menit mereka melakukan hubungan suami istri. Setelah selesai Fian yang saat itu masih berbaring di samping Laras yang masih tertutup selimut langsung memeluk sang istri. Laras merasa hari ini adalah hari yang sangat berkesan buatnya.

"Jangan pernah berfikir jika aku akan meninggalkanmu untuk perempuan lain," ucap Fian sambil berbisik di telinga sang istri.

"Tapi bukannya dia kekasih yang selalu ada di hatimu," tanya Laras sambil memegang selimut yang menutupi tubuhnya.

"Iya, tapi itu dulu jauh sebelum dia meninggalkan ku dan jauh sebelum aku bertemu denganmu," jawab Fian sambil bangun dari tidurnya lalu berjalan ke arah kamar mandi.

Setelah membersihkan diri mereka langsung menuju ke tikar yang ada di halaman depan bengkel. Laras yang sudah lelah dan lapar langsung menikmati makanan yang sudah di pesannya dari warung. Fian yang melihat Laras makan dengan lahap hanya bisa tersenyum bahagia.

"Kamu mau lagi," tanya Fian sambil tersenyum ke arah sang istri.

"Tidak, aku sudah kenyang," jawab Laras sambil masih mengunyah nasi yang ada di mulutnya.

"Sayang kalau makan hati-hati, makan nasi sampai keluar seperti ini," ucap Fian sambil membersihkan nasi yang menempel di bibir Laras dengan menggunakan jarinya. 

"Maaf Mas, makanan ini benar-benar enak entah kenapa aku sangat suka dengan makanan ini, lain kali kita beli lagi ya," ucap Laras sambil tersenyum.

"Iya kita akan beli makanan ini, habiskan saja punyaku, kebetulan aku sudah kenyang," ucap Fian sambil menyuapi sang istri.

"Makanan ini buat aku juga Mas," tanya Laras sambil membuka mulutnya.

"Iya habiskan saja, aku senang kamu makan dengan lahap," jawab Fian sambil terus menyuapi sang istri.

***

Keesokan harinya sebelum berangkat ke proyek Fian menyempatkan diri untuk membeli makanan kesukaan sang istri di warung. Setelah meletakkan surat, setangkai mawar dan nampan berisi makanan Fian pun keluar dari kamarnya untuk menuju ke proyek. Laras yang melihat setangkai mawar merah langsung tersenyum bahagia.

"Assalamualaikum Istriku Sayang, aku yakin kamu pasti bangun kesiangan karena setelah shalat subuh kamu tidur lagi, maaf ya aku tidak bisa menunggumu bangun karena hari ini aku ada meeting dengan beberapa klien, tapi kamu jangan khawatir aku sudah menyiapkan makanan kesukaanmu di atas meja rias, jangan lupa dimakan dan satu lagi obatnya jangan lupa diminum. I love you Sayang," tulis Fian di dalam suratnya.

"Ya Allah romantis sekali kamu Mas," ucap Laras sambil meletakkan surat di atas bantal dan berjalan ke arah meja rias.

 Setelah menikmati sarapan yang disiapkan Fian untuknya. Laras bergegas untuk mandi dan segera membersihkan kamarnya dan sholat dhuha. Setelah melaksanakan sholat dhuha Laras segera menggunakan jilbab dan cadarnya untuk bergegas ke dapur untuk membantu Mbok Ijah.

"Assalamualaikum Mbok," sapa Laras yang saat itu sedang melihat Mbok Ijah sedang mengupas bawang.

"Waalaikumsalam Mbak," jawab Mbok Ijah sambil tersenyum.

"Mbok datang jam berapa?" tanya Laras sambil berjalan ke arah rak piring.

"Tadi pagi Mbak, bersamaan dengan Pak Fian yang sedang berangkat ke proyek, Mbak Laras mau buat susu," tanya Mbok Ijah sambil meletakkan pisau dan langsung mencuci tangannya.

"Tidak, pagi ini saya ingin minum teh hangat," jawab Laras sambil mengambil gelas dari lemari piring.

"Sudah Mbak Laras di kamar saja biar Mbok yang buatkan, nanti kalau Bapak tahu dia bisa marah," ucap Mbok Ijah sambil mengambil gelas yang ada di tangan Laras.

"Tidak apa-apa Mbok, saya duduk sini saja soalnya saya bosan kalau harus dikamar terus," jawab Laras sambil duduk di sebuah kursi.

"Hari ini Mbok masak apa," tanya Laras sambil mulai mengupas bawang merah.

"Tadi Bapak minta Mbok masak jengkol, sambal, ikan asin sama tempe. Ini teh nya Mbak," jawab Mbok Ijah sambil meletakkan teh di hadapan Laras.

"Aduh Mbak, jangan pegang apapun yang ada disini, Mbok takut kalau Bapak tahu dia bisa marah," tambah Mbok Ijah sambil mengambil pisau dan bawang dari tangan Laras.

"Mbok Laras boleh tanya sesuatu," tanya Laras sambil mengambil gelas teh yang ada dihadapannya.

"Mbak Laras mau tanya apa," jawab Mbok Ijah sambil mengupas bawang.

"Mbok 'kan sudah lama tinggal di kampung ini, apa Mbok kenal baik sama keluarga Mas Fian," tanya Laras penasaran.

Mbok Ijah sejak muda memang tinggal di sekitar rumah Fian. Namun, baru kali ini dia bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah Fian. Mbok Ijah sangat mengenal baik orang tua Fian dari mereka masih hidup hingga meninggal.

"Mbok kenal baik sama orang tua Pak Fian, almarhum dan almarhumah adalah orang yang baik, mereka orang yang suka menolong bahkan mereka adalah orang terkaya di kampung ini," jawab Mbok Ijah sambil berfokus pada bawang merah yang ada di tangannya.

"Memangnya Mas Fian berapa bersaudara Mbok," tanya Laras penasaran.

"Pak Fian itu 5 bersaudara dia anak terakhir dan dia adalah anak kesayangan ayahnya, Ardi itu abang pertamanya, kedua Siska, ketiga Ratna dan keempat kerja sebagai PNS namanya Randi," jawab Mbok Ijah.

"Mbok Ijah kenal dengan perempuan bernama Wulan," tanya Laras penasaran.

"Tidak, sejak orang tua Pak Fian meninggal Mbok jarang main ke rumah mereka, apalagi saat rumah yang ditempati Siska masih menjadi tempat tinggal anak keempat," jawab Mbok Ijah.

"Kenapa begitu Mbok," tanya Laras.

"Karena Istri dari kakak keempat Pak Fian galak, karena dia juga Pak Fian harus pergi dari sini," jawab Mbok Ijah sambil mulai memotong bawang.

"Pergi dari sini, maksudnya," tanya Laras bingung.

"Memang Mbak Laras nggak tahu kalau dulu Pak Fian merantau ke luar pulau dan sempat jadi gelandangan di pulau orang," tanya Mbok Ijah.

"Jadi gelandangan, lalu bengkel ini milik siapa," tanya Laras yang semakin penasaran dengan kehidupan sang suami.

"Jadi gini Mbak, Pak Fian dulu sempat diusir sama Istri Abang keempatnya, dan akhirnya dia pergi merantau ke pulau Bali dengan berbekal uang seadanya, kalau bengkel ini ya punya Pak Fian hasil jerih payahnya selama di Bali," jawab Mbok Ijah.

Laras tidak menyangka jika suaminya pernah mengalami kehidupan yang sangat pahit di masa lalu. Namun, kini dia bersyukur Allah masih memberikan kesempatan kepada Fian untuk menjadi orang yang sukses. Ternyata apa yang dia pikirkan tentang kesuksesan Fian selama ini salah. Laras berfikir jika semua ini termasuk bengkel dan perusahaan konstruksi ini adalah peninggalan orang tua Fian.

"Kamu memang laki-laki yang hebat dan sangat bertanggung jawab Mas," batin Laras sambil tersenyum.

"Lebih baik Mbak Laras masuk ke kamar, Mbok takut Pak Fian pulang cepat, nanti dia marah kalau lihat Mbak Laras ada di dapur," perintah Mbok Ijah hingga membuat Laras tersadar dari lamunannya.

"Iya Mbok, setelah habis teh ini Laras langsung masuk," jawab Laras sambil terkejut.

Saat Laras dan Mbok Ijah sedang berbincang-bincang di dapur. Tiba-tiba salah satu karyawan Fian yang bernama Bejo datang ke dapur. Dia memberitahukan kepada Laras jika di depan ada seorang perempuan yang mencarinya. 

"Maksudmu mencari Mas Fian," tanya Laras memastikan.

"Bukan, tapi mencari Mbak Laras," jawab Bejo dengan tegas.

"Mencari ku, siapa ya aku tidak punya teman di sini," jawab Laras sedikit bingung.

"Mungkin Mama Mbak Laras,"sahut Mbok Ijah.

"Bukan Mbok, orangnya masih muda, cantik lagi," jawab Bejo tanpa basa basi.

"Ya sudah suruh dia menungguku di ruangan Mas Fian, sebentar lagi aku kesana," ucap Laras kepada Bejo.

Setelah menghabiskan sisa teh yang ada di gelasnya. Laras langsung bergegas menemui perempuan yang sedang mencarinya di ruang kerja sang suami. Laras yang baru saja masuk terkejut saat melihat tamu yang ada di hadapannya.

"Kamu," ucap Laras sambil terkejut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!