Setelah menebus beberapa vitamin untuk sang istri Fian langsung mengemudikan mobilnya ke arah bengkelnya. Setelah mengantar Laras ke kamar untuk istirahat. Fian langsung keluar menuju ke ruang kerjanya sambil memanggil Bejo.
"Apa benar listrik di sini padam karena diputus oleh Kakak ku," tanya Fian kepada Bejo.
"Benar Bos, tadi saya sudah coba datang dan tanya kepada Bu Siska tapi beliau malah membanting pintunya," jawab Bejo sambil duduk di sebuah kursi.
"Sekarang sudah jam 5 tidak mungkin ada orang PLN mau pasang listrik," batin Fian sambil menoleh ke arah jam dinding.
"Kamu ajak Eko ke Depo Bangunan dan beli genset 2 biji, lalu segera bawa ke sini, biar aku langsung hubungi petugas PLN," perintah Fian kepada Bejo sambil menyerahkan sejumlah uang.
"Baik Bos," jawab Bejo sambil berjalan keluar ruangan.
"Kak Siska benar-benar keterlaluan," ucap Fian sambil mengepalkan tangannya dan berjalan ke arah rumah sang kakak.
"Apa maksudmu memutuskan saluran listrik di rumah ku!" bentak Fian kepada Siska yang saat itu sedang makan bersama anak-anaknya.
"Kenapa! Listrik itu aliran dari rumah ku, jadi terserah aku dong kalau kamu mau listrik pasang sendiri lah," jawab Siska dengan ketus sambil bertolak pinggang.
"Yang memasang listrik itu alm. Mama dan tiap bulan aku juga memberimu uang listrik sesuai tagihan dari PLN, jadi secara tidak langsung aku yang bayar listrik itu tiap bulan," ucap Fian sambil menunjuk wajah Siska.
"Sudah sana pergi aku tidak mau berurusan dengan Adik durhaka sepertimu!" bentak Siska sambil mendorong Fian keluar dari rumahnya.
Selama ini Listrik Fian masih jadi satu dengan sang kakak. Bukan karena Fian tidak mau memasang listrik sendiri. Namun, karena rasa kasihan Fian kepada Siska yang saat itu masih hidup sendiri dengan kelima anaknya tanpa seorang suami.
"Ada apa Mas," tanya Laras saat Fian masuk ke dalam kamar.
"Kak Siska memutus listrik yang disalurkan ke tempat kita, jadi malam ini kita pakai genset dulu," jawab Fian sambil melepaskan kemejanya.
"Kamu yang sabar ya, oh ya kamu shalat magrib dulu, kebetulan aku baru selesai shalat," perintah Laras sambil tersenyum kepada sang suami.
"Masya Allah, kamu benar-benar istri yang sholeha tapi apa kamu bisa bacaan shalat," tanya Fian dengan penasaran.
"Tidak Mas, aku hanya baca bismillah saja," jawab Laras sambil menunduk.
"Ya Allah, kalau begitu setelah aku selesai shalat aku akan ajari kamu bacaan-bacaan shalat," jawab Fian sambil mengusap kepala sang istri.
Setelah selesai shalat magrib Fian meminta sang istri untuk duduk di sampingnya. Fian pun mulai mengajari Laras bacaan-bacaan shalat dengan penuh kesabaran. Tidak hanya itu Fian juga mengajarkan surat-surat pendek di dalam al quran salah satunya surat al falaq, karena dari sekian surat pendek surat itulah yang belum bisa Laras baca.
"Terima kasih ya Mas, aku jadi lebih mengerti tentang bacaan-bacaan shalat," ucap Laras sambil tersenyum.
"Insya Allah aku akan mengajarkanmu tentang bacaan-bacaan ayat alquran yang lain dan aku yakin kelak kamu akan menjadi istriku di surganya Allah," jawab Fian sambil mencium kening sang istri.
***
Keesokan harinya setelah Fian bersiap untuk berangkat ke proyek dia melihat sang istri yang masih tertidur nyenyak. Seperti biasa Fian selalu menyiapkan sebuah nampan berisi makanan di atas meja rias dan sepucuk surat diatas bantalnya dengan ditemani setangkai mawar merah. Setelah meletakkan semua itu Fian langsung berangkat ke proyek.
"Mawar, pasti Mas Fian yang meletakkannya untukku," ucap Laras sambil tersenyum.
"Selamat pagi Tuan putri, maaf hari ini aku tidak bisa menemanimu sarapan tapi aku sudah menyiapkan makanan dan vitamin di nampan yang ada di meja riasmu, jangan lupa dimakan ya biar kamu dan si kecil selalu sehat. Aku janji akan menemanimu makan saat aku pulang dari proyek nanti sore, oh ya jangan kemana-mana ya ingat pesan Dokter, kamu harus banyak istirahat. I love you Tuan putri," tulis Fian di dalam suratnya.
"Kamu benar-benar anugerah terindah yang Allah berikan kepadaku Mas," ucap Laras sambil meletakkan suratnya dan berjalan ke arah meja rias.
Laras mulai memakan satu persatu makanan yang sudah disiapkan Fian untuknya. Saat Laras sedang menikmati sarapannya tiba-tiba terdengar suara ponselnya. Laras yang saat itu sedang menikmati makanannya langsung mengambil benda pipih yang terletak di samping nampan.
"Halo assalamualaikum," ucap Laras saat mulai tersambung.
"waalaikumsalam," jawab Fian dari seberang ponsel.
"Maaf ya Mas saat kamu berangkat aku malah tidur," ucap Laras seolah merasa bersalah.
"Tidak apa-apa Sayang, kamu sudah makan dan minum vitamin," tanya Fian seolah ingin mengingatkan sang istri.
"Iya ini sedang makan, kamu sendiri tadi sudah sarapan," tanya Laras dengan khawatir.
"Alhamdulillah sudah, Sayang aku tutup dulu ya karena aku mau ada pertemuan jangan lupa istirahat dan sholat, assalamualaikum," ucap Fian sambil menutup ponselnya.
"Waalaikumsalam," jawab Laras.
Fian begitu sangat menyayangi sang istri, jadi tidak heran jika dia sangat memanjakan Laras. Apa yang dilakukan Fian kepada Laras justru membuat orang lain berpikiran negatif tentang Laras. Banyak yang beranggapan bahwa Laras hanya memanfaatkan Fian untuk kepentingan pribadinya saja.
“Assalamualaikum," ucap Fian sambil masuk ke dalam kamarnya.
"Waalaikumsalam," jawab Laras sambil tersenyum.
"Lihat apa yang aku bawa buat Tuan putri," ucap Fian sambil menunjukkan sebuah kantong hitam kepada sang istri.
"Apa itu Mas," tanya Laras penasaran.
"Coba kamu buka sendiri," jawab Fian sambil memberikan kantong plastik kepada sang istri.
"Martabak keju!" teriak Laras bahagia.
"kamu suka 'kan," tanya Fian sambil tersenyum.
"Suka, terima kasih ya Mas," ucap Laras sambil mulai menikmati martabak manis dari sang suami.
Di mata Fian sang istri adalah bocah kecil yang selalu ingin dia lindungi dan di manjakan. Apapun yang menjadi kesukaan Laras harus diberikannya setiap hari. Apalagi dengan kondisi kehamilan yang membuatnya susah makan seperti sekarang.
"Kalau begitu aku mandi dulu ya," ucap Fian sambil mengusap rambut sang istri.
"ehm," jawab Laras yang sedang makan dengan lahapnya.
"Hati-hati kalau makan, tidak perlu buru-buru nanti kalau kurang aku akan belikan lagi untukmu," ucap Fian sambil masuk ke dalam kamar mandi.
Sejak menikah dengan Fian, Laras memang tidak pernah keluar dari rumah. Bahkan untuk keluar dari kamar pun dia tidak pernah. Fian memang tidak mengizinkan Laras keluar dari kamarnya karena dia tidak ingin Laras mendengar ucapan-ucapan kotor karyawannya yang hampir tiap hari terdengar, ditambah lagi kondisi bengkel yang penuh dengan barang-barang tajam membuat Fian sangat khawatir akan keselamatan sang istri. Hal itulah yang akhirnya membuat Siska memanfaatkan kondisi tersebut untuk merusak nama Laras di mata keluarga besarnya dan seluruh tetangga yang ada disekitar.
***
Pagi ini adalah hari minggu, biasanya di hari minggu seluruh karyawan Fian biasanya pulang ke kampung halamannya termasuk Mbok Ijah yang memang masih memiliki anak dan cucu. Hari ini di rumah hanya ada Fian dan Laras. Untuk menghilangkan jenuh Laras yang sedang berbaring di tempat tidur mengajak Fian untuk membersihkan ruang kerjanya.
"Mas, kita bersih-bersih di bengkel yuk," ajak Laras sambil menoleh sang suami yang berbaring di sampingnya sambil membaca sebuah buku.
"Kenapa tiba-tiba kamu mengajakku bersih-bersih di bengkel," tanya Fian sambil menutup bukunya.
"Aku hanya ingin menghilangkan jenuh saja Mas, lagipula 'kan tidak ada karyawan yang kerja," jawab Laras sambil tersenyum.
"Lebih baik kamu istirahat di sini, bukannya dokter sudah bilang kalau kamu tidak boleh banyak gerak ataupun terlalu capek," ucap Fian sambil mencubit hidung Laras.
"Mas, aku ini hanya hamil bukan orang sakit yang harus dikurung setiap hari dan disuruh tidur setiap waktu, aku juga bosan jika harus di dalam kamar setiap hari," protes Laras dengan bibir manyun.
"Iya boleh, tapi janji ya jangan terlalu capek dan jangan banyak gerak aku seperti ini karena aku tidak mau kamu dan calon anak kita kenapa-kenapa," jelas Fian sambil membelai rambut sang istri.
Laras yang mendengar jawaban Fian langsung berlari ke keluar kamar. Tingkah Laras persis seperti seorang bocah yang baru saja diberikan izin oleh orang tuanya untuk bermain. Sambil terlihat bahagia Laras mulai menyapu, mengelap dan bahkan membersihkan sampah-sampah di sekitar bengkel.
Fian yang melihat tingkah sang istri hanya tersenyum bahagia. Dia tidak menyangka jika hal kecil seperti ini saja bisa membuat Laras tertawa lepas di balik cadarnya. Hampir 3 jam mereka membersihkan bengkel itu.
"Ya Allah terima kasih engkau telah mengirimkan seorang istri yang sangat berbakti untukku, semoga kita akan selalu bersama sampai di jannah Mu," batin Fian sambil terus menatap sang istri yang sedang bahagia dengan kegiatannya.
"Sayang!" teriak Fian kepada Laras yang sedang duduk di depan bengkel.
"Ada apa Mas," jawab Laras sambil sedikit berteriak.
"Sini sebentar," ucap Fian sambil melambaikan tangannya ke arah sang istri.
"Ada apa Mas, aku masih ingin melihat jalanan di depan bengkel ini," jawab Laras sambil duduk di samping suami.
"Sudah adzan dzuhur kita sholat dulu ya, setelah itu kamu makan dan minum vitaminnya," jelas Fian sambil tersenyum kepada sang istri.
"Mas," ucap Laras sambil berdiri di hadapan sang suami.
"Ada apa, apa yang kamu ingin katakan kepadaku," tanya Fian sambil memegang tangan sang istri.
"Aku pengen sekali makan di depan situ," ucap Laras sambil menunjuk sebuah tikar yang biasa digunakan untuk karyawan istirahat dan makan.
"Tidak kita makan di dalam kamar saja, tempat itu kotor Sayang aku takut nanti akan menjadi penyakit buatmu," jelas Fian kepada Laras yang sudah mulai manyun.
Mendengar jawaban sang suami Laras langsung masuk ke dalam kamar sambil menahan air matanya. Setelah melaksanakan shalat dzuhur bersama Laras yang masih marah langsung tidur sambil membelakangi sang suami. Fian yang sangat paham dengan sikap manja Laras langsung mencoba merayu sang istri agar tidak terus marah kepadanya.
"Sayang," panggil Fian sambil mengusap pundak Laras dari belakang.
"Dengarkan aku baik-baik, aku bukannya tidak mengizinkanmu makan di tempat itu tapi kamu lihat sendiri tempat itu kotor, aku hanya tidak mau kamu sakit," jelas Fian sambil mencium pundak sang istri dari belakang.
Laras yang sudah merasa marah dan kesal sama sekali tidak menjawab apapun yang diucapkan sang suami. Bahkan melihat Fian pun tidak, dia terus membelakangi Fian yang terus memberi penjelasan kepadanya. Saat Fian sedang berusaha menjelaskan kepada Laras tiba-tiba dia mendengar suara isak tangis dari Laras.
"Sayang kamu kenapa, apa aku sudah menyakitimu," tanya Fian yang saat ini sudah di hadapan sang istri.
"Aku hanya ingin makan di tempat itu kenapa kamu tidak mengizinkan ku," jawab Laras sambil terisak.
"Ya Allah, baik aku izinkan tapi janji kamu harus makan yang banyak," ucap Fian sambil tersenyum.
"Iya aku janji Mas," jawab Laras sambil langsung duduk dan mengusap air matanya.
Fian pun langsung menggandeng tangan sang istri keluar dari kamar menuju sebuah tikar yang ada di depan bengkel. Fian lantas meminta Laras untuk duduk di situ sambil menunggunya yang akan menyiapkan makanan di dapur. Sambil menggenggam tangan sang suami Laras meminta sang suami mengajaknya di warung makan yang tidak jauh dari bengkel.
"Kita mau kemana," tanya Fian penasaran sambil mengikuti langkah kaki sang istri.
"Aku mau makan masakan yang ada disini," jawab Laras sambil tersenyum.
"Tapi bukannya kamu …." belum selesai Fian bertanya Laras langsung masuk ke dalam warung tanpa mempedulikannya.
"Eh Mas Fian, sejak menikah lama tidak kesini," sapa sang pemilik warung dengan ramah.
"Iya Bu, saya sibuk di proyek," jawab Fian dengan masih terlihat bingung.
"Eh Om adik ganteng, mau pesan apa Om," tanya seorang karyawan yang bernama Rani dan kebetulan dia memiliki perasaan lebih kepada sang kontraktor.
Mendengar ucapan Rani kepada sang suami Laras langsung menggandeng tangan Fian dengan erat. Hingga membuat sang perempuan terkejut dengan sikap Laras yang begitu tiba-tiba. Fian yang sudah tahu dengan sikap cemburu sang istri langsung memintanya untuk segera memilih lauk yang dia mau.
"Mbak aku mau jengkol, tempe sambel sama ikan asin ya," jawab Laras sambil menatap Rani dengan tajam.
"Kok itu, kenapa bukan ayam, telur, daging atau ikan," tanya Fian sambil menoleh ke arah Laras.
"Nggak tahu aku tiba-tiba ingin makan itu, boleh ya Mas," rengek Laras sambil duduk di sebuah kursi dengan terus menggenggam tangan sang suami seolah takut direbut oleh Rani.
"Tapi bukan itu juga, apa bayi kita boleh makan makanan itu," jawab Fian bingung.
"Sepertinya nggak papa Om asal tidak sering-sering," ucap Rani sambil tersenyum.
"Nggak jadi deh Mbak," jawab Laras sambil berjalan pulang.
"Kamu bungkusin ya nanti antar ke rumah, buatkan aku dengan menu yang sama," ucap Fian sambil terburu-buru dan mengejar sang istri.
Laras yang sudah ngambek dengan Fian langsung berjalan pulang sambil terlihat kesal. Namun, saat dia hampir sampai di depan gerbang dia berhenti sejenak karena melihat seorang perempuan yang sedang berdiri di depan bengkel sambil mengintip ke dalam. Laras yang penasaran langsung menghampiri sang perempuan.
"Maaf Mbak siapa," tanya Laras kepada sang perempuan.
"Mas Fian ada," tanya perempuan itu sehingga membuat Laras kaget.
"Siapa dia, kenapa dia mencari Mas Fian," batin Laras sambil melirik perempuan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments