Suasana malam ini memang sangat dingin, tapi tidak sedingin dengan makan malam yang saat ini sedang terjadi antara keluarga Dapa dan juga Senja. Canggung dan juga gugup yang mereka alami karena insiden beberapa minggu yang lalu, masih sangat jelas terekam di benak mereka semua.
"Gimana hubungan kalian berdua?." Tanya Edgar yang berusaha mencairkan suasana makan malam saat ini dengan obrolan singkat.
Dapa hanya diam, ia bingung akan menjawab apa yang di lontarkan oleh sang Papah, yang akhirnya "Baik, Pah. Senja dan mas Dapa menjalani nya dengan semestinya, tidak ada yang perlu di khawatirkan." Ucap Senja sembari tersenyum manis, seolah perkataannya adalah benar.
Edgar tersenyum kecil sembari mengangguk, "syukurlah jika seperti itu, Papah minta kalian segera menikah dengan sakral. Maksud Papah adalah Pernikahan kalian di gelar dengan mewah dan di hadiri banyak orang beserta beberapa liputan." Ucap Edgar sembari menatap sang Putra yang kini umurnya sudah berkepala 3, seharusnya ia bisa memberikan jalan yang terbaik.
Dapa diam, ia lagi dan lagi bungkam tanpa mengucapkan satu katapun. "Tidak apa-apa, Pah. Senja juga sudah senang meski kecil seperti minggu kemarin, mungkin kami butuh adaptasi terlebih dahulu jadi acaranya kita rencanakan kapan-kapan lagi." Jawab Senja, ia lagi dan lagi menyelmatkan Dapa dari pertanyaan sang Papah suaminya.
'Ini menyakitkan! Aku harus telihat baik-baik saja seperti ini supaya tidak ada yang tahu bahwa banyak luka yang aku sembunyikan. Miris sekali! Tahan Senja, tahan! Jangan terbawa suasana, kamu tidak boleh menangis untuk malam ini. Kuatkan dirimu!.' Batin Senja seraya menundukkan kepalanya, berharap mata nya yang berkaca-kaca bisa seperti biasa lagi.
"Senja izin ke toilet dulu ya!." Izin Senja yang di angguki oleh semuanya, termasuk Dapa yang kini menatapnya lekat.
Setelah itu, Senja dengan gerak sedikit cepat berjalan menuju toilet yang kini letaknya di dekat dapur. Ia masuk dengan tergesa-gesa, air matanya ingin segera jatuh dan itu harus ia tutupi dengan rapat. 'Ayolah Senja! Kamu kuat, jangan lemah! Kak Anjani, maafkan Senja yang sangat-sangat lemah ini. Aku rindu Kakak, mengapa harus secepat ini.' Batin Senja seraya air mata yang sedari tadi Senja tahan kini jatuh tepat di pipi mulusnya.
"Aku tidak boleh menangis! Aku tidak boleh terlihat menyedihkan, aku pasti bisa." Gumam Senja yang langsung menghapus sisa air mata di pipinya, ia harus meneltralkan suasana hatinya yang saat ini masih kacau.
Setelah di rasa sudah lebih baik, Senja dengan segera keluar dari toilet. Ia tidak mau terlalu lama karena akan menumbuhkan pertanyaan di benak mereka, dan itu akan menjebak dirinya untuk menjawab.
DEG!
Saat Senja keluar dari toilet, sosok tegap kini sudah berdiri di hadapan pintu toilet. Sosok itu sangat menatap intens Senja dengan tatapan tajam yang tak bisa Senja artikan maksudnya.
"Mas, kamu mau ke toilet? Maaf nunggu lama, aku ke sana lagi ya!." Ucap Senja sembari tersenyum kecil, ia berniat melangkah kembali menuju ruang makan yang berisikan orang tuanya dan juga orang tua Dapa yang menunggu.
Tapi belum genap Senja melangkah, sebuah tangan sudah lebih dulu mencekal lengannya dan membawanya masuk ke dalam toilet kembali. Sudah pasti kalian bisa menebaknya bukan siapa sosok itu?.
"Menangis?." Kata itu keluar dari mulut sosok tersebut yang tak lain dan tak bukan adalah Dapa, ia kini menatap Senja sangat tajam yang mungkin mampu menghunus sampai ke mataya.
"A-aku tidak menangis, ini hanya kelilipan." Ucap Senja sembari tertawa kecil, ia tidak mungkin memberitahukan hal ini kepada Dapa, cukup dirinya saja yang menyimpan.
"Ingat kata-kata saya! Saya tidak suka orang yang berbohong." Ucap Dapa yang semakin menatap Senja tajam, ia tahu bahwa gadis di depannya yang berstatus Istrinya sedang berbohong.
Senja diam, ia tidak mau mengaku bahwa dirinya sehabis menangis hanya karena suasana hatinya yang saat ini sedang tidak baik-baik saja. "Aku benar-benar tidak menangis, aku duluan Mas, pasti mereka udah nunggu." Ucap Senja yang langsung keluar dari toilet tanpa menunggu jawaban dari Dapa.
Dapa yang melihat kepergian Senja hanya diam mematung, hatinya serasa tercubit melihat Senja yang kini menangis dalam diam. 'Ingat Dap! Dendam dan rasa benci.' Batin Dapa yang kini menatap dirinya dari pantulan kaca sebelum dirinya benar-benar pergi keluar dan segera menghampiri yang lain.
Kini semua sudah berkumpul di ruang tamu, mereka saling menikmati secangkir kopi dan teh yang sudah di buatkan oleh ketiga wanita yang sudah bersuami.
"Papah hanya menitip pesan kepada kamu, Dap. Kamu tolong jaga Senja dengan baik seperti kamu menjaga Anjani dahulu, Papah berharap kamu bisa menerima ini dengan lapang dada. Papah tidak mau ada rasa benci dan dendam yang bersarang di dalam diri kamu hingga menghancurkan segalanya yang selama ini kamu punya." Ucap Arman panjang lebar, ia benar-benar berniat mengatakan ini langsung kepada Dapa tepat di hadapan Edgar dan Maya.
Dapa hanya diam, selama ini ia belum bisa memperlakukan Senja seperti dirinya memperlakukan Anjani. Itu masih berat dan terasa sangat tidak adil jika dirinya memperlakukannya seperti itu. "Dapa masih mencintai Anjani, pah." Ucap Dapa jujur, sejujur-jujurnya ia masih menyayangi dan mencintai Anjani dengan penuh dan masih belum ada rasa cinta itu ada untuk Senja, mungkin hanya ada rasa dendam dan benci.
Arman menghela nafasnya pelan, "seharusnya kamu mencoba untuk mencintai Senja, Dap. Ia sekarang adalah Istri kamu, Anjani mungkin ingin kamu seperti itu, cobalah!." Ucap Arman, ia benar-benar tak menyangka jika Dapa akan berkata jujur.
Jangan tanyakan perasaan Senja, ia hanya diam tanpa ingin menjawab apapun. Rasanya sakit dan sesak, ia harus biasa saja! Tidak boleh merasa sedih di depan semuanya. 'Padahal aku sudah mencoba untuk menerima dan belajar mencintainya, ternyata perjuangan ku tidak ada hasilnya. Kak Anjani, aku ikhlas menggantikan Kakak saat itu. Biarkan aku yang mati, jangan Kakak.' Batin Senja menangis diam, ia coba untuk menahan tanpa mengungkapkan.
"Maafkan Dapa, Pah. Dapa masih mencintai dan menyayangi Anjani sepenuhnya, Dapa tidak mau membohongi perasaan Dapa sendiri." Ucap Dapa yang kini masih tetao dengan keyakinan hatinya.
"Kamu harus tahu kebenarannya, Dapa. Senja tidak bersalah dalam hal itu, ia benar-benar menjadi korban juga." Ucap Edgar yang mencoba memberi pemahaman kepada Putra tunggalnya ini.
"Terserah Pah! Yang Dapa mau saat itu Anjani tidak pergi meninggalkan Dapa secara mendadak, itu benar-benar menyakitkan bagi Dapa, Seharusnya--"
"Seharusnya Senja yang pergi dan menggantikan posisi Mommy bukan? Jadi yang ada di hadapan saat ini bukan Senja, melainkan Mommy." Ucap Senja yang meneruskan perkataan Dapa yang terpotong olehnya.
Semua hanya diam, tidak ada yang mampu menjawab setelah Senja mengatakan itu. "Tanpa di suruh pun, Senja ingin sekali. Biarkan Senja yang mati dan Mommy yang hidup, mungkin Senja akan bahagia diatas." Ucap Senja sembari menatap seluruh orang di depannya dengan senyuman manisnya.
"Senja!." Tegur Arman yang kini menatap sang Putri dengan khawatir, ia sangat tahu bahwa suasana hatinya sedang kacau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments