Suara derap kaki banyak yang menghampiri ruangan UGD yang saat ini di tempati oleh Anjani, membuat Senja menoleh dan mendapati dua pasang pasutri yang sudah rentan berlari ke arah sini, dengan mimik wajah yang khawatir.
"Dapa, bagaimana keadaan Putri Mamah?." Tanya Sinta, Mamah Anjani. Senja yang mendengar itu sudah menyimpulkan bahwa wanita tua di hadapannya ini adalah Ibu dari Mamah nya.
"Masih di dalam, Mah. Dokter belum keluar sedari tadi, Dapa benar-benar takut sesuatu terjadi kepada Anjani." Ucap Dapa lirih, rasanya setengah hati yang ia miliki hilang di bawa pergi oleh Anjani. Ia takut, takut jika apa yang ia pikirkan terjadi.
"Dapa, kamu tenang. Berdoa yang baik untuk Anjani." Ucap Maya, Ibu dari Dapa yang saat ini merasa kasihan kepada sang Anak di tambah dengan penampilan nya yang sudah berantakan.
"Dia? Siapa Dap?." Tanya Romi, Papah Dapa yang kini menyadari keberadaan Senja yang mengenaskan dengan bercak darah yang ada di baju nya.
"Maaf Pah, Mah. Dapa dan Anjani belum cerita mengenai ini, sebenarnya Anjani berinisiatif mengadopsi anak di sebuah panti asuhan, dan sekarang gadis yang berada di hadap Papah dan Mamah adalah Anak adopsi yang Dapa dan Anjani perjuangkan." Jelas Dapa yang mencoba memberitahukan kepada Mamah dan Papah nya serta mertuanya mengenai identitas Senja.
Sepasang pasutri yang sudah lansia saling tatap menatap, mereka sebenarnya sangat terkejut dengan keputusan Dapa dan Anjani yang mengadopsi anak di panti asuhan.
"Masalah ini, kita bahas nanti. Sekarang yang terpenting adalah keadaan Anjani di dalam sana, kita berdoa yang terbaik." Ucap Sinta yang saat ini masih merasa tak tenang karena belum mengetahui kondisi sang anak.
Dapa mengangguk paham, ia menghanpiri Dapa berniat mengobati luka Putrinya di siku dan dagu. Meskipun saat ini ia masih mengkhawatirkan keadaan sang Istri, tapi Dapa juga akan tetap menjaga keadaan Putrinya ini.
"Sayang, ikut Daddy yah! Luka kamu, harus kamu obati." Ucap Dapa lembut, ia harus bisa berbicara dengan baik kepada Senja supaya suasana hatinya ikut membaik.
Senja menggelengkan kepalanya, "gak Dad, aku gak mau pergi dari sini. Aku mau tahu dulu kondisi Mommy, aku takut sesuatu terjadi kepada Momy." Keukeh Senja yang tidak ingin beranjak dari sana, suasana hatinya belum membaik.
Dapa menghela nafasnya pelan, tak ada pilihan lain selain menggendong Senja ala bridle style untuk membawanya ke ruang periksa agar di obati lukanya. "Daddy!!." Pekik Senja tak kala ia terkejut ketika sang Daddy mengangkat nya tanpa aba-aba.
"Kamu harus tetap peduli dengan keadaan mu juga, sayang. Jangan jadikan ini sebagai alasan mu, Daddy juga merasakan apa yang kamu rasakan. Tapi Daddy tahu, Mommy kamu tidak mau jika melihat orang yang ia sayang sakit juga." Ucap Dapa menjelaskan panjang lebar, Senja hanya diam, tak mampu mengatakan apapun.
"Pah, Mah. Dapa bawa putri Dapa untuk mengobati lukanya ya!." Izin Dapa yang di beri anggukkan kepalanya.
Dapa dan Senja melintas, mata Sinta dengan Senja sedikit bertabrakan membuat jantung Sinta berdegup lebih kencang dari biasanya. "Ada apa, Mah?." Tanya Arman kepada sang Istri.
"Pah, mata itu, seperti mata Senja." Lirih Sinta yang kin terisak menangis, air matanya tak henti-henti untuk berhenti keluar. 'Nak, apa kamu seperti dia?.' Batin Sinta.
Sinta mengingat kejadian 21 tahun yang mungkin sudah sangat-sangat lama, bahkan dirinya terbilang masih muda saat itu. 'Maafkan Mamah, Senja.'
21 tahun Lalu...
Suara gemericik air hujan mampu membuat seorang wanita yang saat ini menggedong bayi kelimpunan, dirinya seperti mencari tempat untuk berteduh.
"Aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku membawa anak 'ini' ke rumah." Gumam wanita tersebut sembari menghibur bayi tersebut agar tetap tenang.
"Maafkan aku, bMas. Aku harus melakukan ini supaya keselamatan Senja aman, aku tidak ingin orang 'itu' mengambil Senja dari aku." Ucap wanita tersebut dengan lirih, sudah bisa kalian tebak bahwa itu adalah Sinta.
Kini dirinya terjebak dengan pilihan yang sulit, ia harus memilih antara mempertahankan anak nya untuk di bawa ke rumah dan berakhir di bawa oleh orang 'itu' dengan mudah atau menyembunyikannya ke suatu tempat yang terjangkau aman dan terlindungi.
"Sayang, maafkan Mamah yang harus memilih untuk kamu pergi sementara. Mamah tidak akan pernah pergi dari kamu untuk selamanya, setelah semua masalah yang terjadi selesai, Mamah akan mencari kamu dan memberikan kamu kasih sayang yang begitu lebih dari pada ini." Ucap Sinta dengan air mata nya yang sudah jatuh sedari tadi.
Dengan berat hati, Sinta menaruh anaknya di depan sebuah Panti sembari menuliskan secarik kertas yang sudah di selipkan di pinggirnya. Sinta mencium lamat kening sang anak sebelum benar-benar pergi meninggalkannya, mungkin itu adalah kejadian dan penyesalan terbesar Sinta.
Hingga tak lama, rengekan suara bayi mampu membuat sang pemilik panti asuhan mendengarnya. Ia menggendong bayi tersebut dan mendapati secarik kertas yang tertuliskan...
"Saya sebagai Mamah dari anak tersebut, meminta untuk menjaga dan merawatnya dengan sepenuh hati. Biarkan beberapa tahun ini, dia bersama anda. Dan suatu saat nanti, saya pastikan akan membawa anak saya pulang kembali."
"Anak tersebut bernama, Mutiara Senja. Panggil saja ia, Senja. Ada selēmbar Cek di pinggirnya, pakailah! Semoga bermanfaat untuk semua."
Isi dalam kata tersebut mampu membuat hati sang ibu panti tersentuh, hingga ia dengan senang hati menjaga dan merawatnya. Bahkan tak segan-segan dirinya memberikan segalanya yang terbaik bagi bayi tersebut.
Hingga sampai kinilah, sang pemilik panti tersebut masih mengasuh bayi tersebut yang kini ia namai, Mutiara Senja. Nama yang di berikan ibu yang masih terbilang belum sempurna, alhasil dengan senang hati menyempurnakannya.
Kini anak dari Sinta, Mamah dari Anjani adalah Mutiara Senja, Anak yang Dapa dan Anjani adopsi. Dan sampai kini mereka belum mengetahuinya, hanya Anjani saja yang tahu.
"Mamah ingin memeluknya, Senja. Mamah ingin bertemu dengan mu, maafkan Mamah." Suara lirih itu terdengar seperi sebuh penyesalan yang sangat besar bagi Sinta karena melakukan hal tersebut, 21 tahun lalu. Itu adalah kenangan yang terburuk, kenangan yang sebenarnya tidak ingin ia ingat.
-
-
2 Jam berlalu...
"Keluarga pasien!." Seru Dokter yang baru saja keluar dari Ruang UGD yang di tempati Anjani.
"Saya, Dok! Saya Suaminya, bagaimana dengan keadaan Istri saya?." Tanya Dapa yang sudah tidak sabar ingin mendengar kabar mengenai keadaan sang Istri.
Dokter menghela nafasnya pelan, "keadaan pasien saat ini masih belum sadarkan diri, mungkin karena benturan yang kuat di kepalanya hingga mengakibatkan banyak nya darah yang keluar." Jelas sang Dokter yang sudah memeriksa keadaan Anjani.
"Tapi tak apa, pasien masih bisa di selamatkan meski..." Ucapan sang Dokter terhenti kala belum siap mengucapkan kalimat yang pasti akan membuat keluar pasien di hadapannya lemas.
"Meski apa, Dok? Keadaan Mamah saya baik-baik saja kan?." Tanya Senja yang kini sudah tidak sabar menunggu penuturan dari sang Dokter.
"Meski, terkadang pasien akan sedikit lemas dan pingsan sewaktu-waktu. Kondisi fisik dan mental pasien saat ini sangat tidak stabil, maka dari itu saya meminta kepada keluarga untuk menjaga ekstra pasien agar kondisinya tetap terjaga." Jelas Dokter kembal, ia harus membicarakan ini supaya sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tak terduga.
"Apakah saya boleh masuk, Dok?." Tanya Dapa, kakinya sangat lemas untuk menumpu berat badannya.
"Silahkan, mohon untuk menjaga ketenangan pasien." Peringat Dokter sebelum ia berlalu pergi, kakinya bahkan bergetar karena kini menghadap langaung dengan pengusaha yang terkenal itu.
"Pah, Dapa masuk ke dalam dulu ya." Ucap Dapa yang di beri anggukan oleh semuanya, ia menatap sang Putri yang kini tersenyum tipis dan mengangukkan kepalanya, menandakan bahwa ia akan baik-baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments