Makan Malam Yang Hambar

"Tempat tidur kamu masih sama, saya tidak sudi tidur dengan kamu! Dan hari ini, detik ini, saya tidak mengizinkan kamu masuk ke dalam kamar saya!. Jangan mengatur hidup saya, dan jangan membuat masalah!." Ucap Dapa setelah itu berlalu pergi tanpa mengetahui bahwa perkataannya mampu membuat seseorang terluka, sangat terluka.

Senja tertawa hambar, kehidupannya yang dulu tidak pernah seperti ini. Bahkan dirinya bebas melakukan apapun ketika disini, tapi ingatlah! Itu dulu, dan sekarang sudah berubah drastis. 'Harus dengan cara apa lagi aku menjelaskannya.' Batin Senja seraya berjalan menuju kamarnya.

Di sisi lain, Dapa membanting pintu kamarnya dengan keras. Sebenarnya Dapa sudah di beri peringatan keras oleh sang Papah mertua dan Papahnya, untuk tidak melakukan hal bodoh yang mampu menghancurkan semuanya.

"Kamu tidak bisa menyalahkan Senja sepenuhnya, disini sudah ada takdir yang menjalankannya, Dapa. Dan perlu kamu tahu, Senja bukan dalang dari semua ini! Kamu harus mengetahui kebenarannya, dan jangan buat sesuatu yang bodoh." Itu mungkin kata-kata yang Dapa dengar tak kala Romi, sang Papah memberi kejelasan mengenai perihal ini.

"Dia tetap harus menderita dalam genggaman saya, dia yang telah mencelakai Anjani." Ucap Dapa sembari menajamkan matanya, sepertinya dendam membara sudah lebih dulu menguasai Dapa.

Dapa teringat perkataan Arman, Papah mertuanya yang sepertinya masih marah kepada dirinya atas kejadian di rumah sakit. Tapi yang membuat Dapa bingung adalah,

mengapa Papah mertuanya sangat menjaganya? Ada apa sebenarnya?.

"Papah tidak akan memaafkan kamu jika sewaktu-waktu kamu melakukan hal yang bodoh kepada Senja, dan Papah tidak segan-segan untuk memisahkan kamu dan Senja jika kamu melakukan kekerasan kepada Senja tanpa meminta persetujuan dari kamu! Dan perlu kamu ingat, Senja sangat berharga bagi kami dan juga mendiang Anjani

." Ucap Arman seraya menatap tajam Dapa yang kini diam sambil menghadap Arman. Sedangkan Senja sedang berada di dalam karena perintah sang Papah.

"Apa yang membuat Papah mau menjaga gadis yang telah mencelakai Anjani, Pah? Apa Papah termakan omongan gadis yang tidak berpendidikan itu?." Ucap Dapa yang merasa aura ketajamannya meningkat tak kala mendengar penuturan dari sang Papah.

"Karena Senja adalah A-."

"Pah." Cegah Senja yang beruntung datang tepar waktu, ia tidak ingin Dapa mengetahui kebenaran nya bahwa dirinya adalah Adik dari Anjani, mendiang Istrinya.

"Senja.." Ucap Arman lirih, ia tahu mengapa sang Putri bungsung nya sangat melarang keras memberitahu kebenaran tentang identitasnya.

"A apa Pah? Jangan memotong nya,Pah!." Ucap Dapa yang penasaran dengan jawaban dari Arman, Papah mertuanya.

Arman tertawa sinis, "seharusnya kamu tahu perihal ini, tapi kamu benar-benar tidak mengetahuinya bukan? Jadi selama ini kau menjadi suami yang baik tidak? Kau bahkan pergi jauh tak kala Anjani membutuhkan seseorang untuk melindunginya, kau seharusnya tahu siapa Senja bagi Kami dan Anjani. Tapi ternyata tidak, seharusnya kau yang intropeksi diri terlebih dahulu di mana letak kesalahan mu, bukan mengurusi kesalahan orang lain yang tak tahu kebenarannya." Ucap Arman panjang lebar, ia sangat menahan rasa kekesalannya tak kala mengingat perlakuan Dapa kepada Putri bungsungnya saat di Rumah sakit.

Perkataan itu mampu membuat Dapa bungkam, ia benar-benar terkejut dengan perkataan sang Papah mertua kepada nya. Ia sama sekali tak menjawabnya, benar-benar membuat Dapa bungkam.

-

-

Senja sudah selesai menyelesaikan hidangan makan malamnya, memang sedari awal di rumah Dapa dan Anjani tidak ada pembantu jika di malam hari, mereka hanya datang pagi dan pulang sore.

Senja menunggu Dapa turun, dirinya sudah menyiapkan makanan ini dengan susah payah. Apakah sang Daddy tidak akan menghargai usahanya? Jika tidak, mungkin sangat sakit sekali untuk dirinya.

Tidak lama, Dapa datang dengan pakaian santainya. Ia menatap Senja yang kini tersenyum manis ke arah dirinya, entah kesambet apa gadis di depannya ini. "Ada apa?."

"Aku udah masakin buat Daddy, sekarang Daddy makan ya! Jangan sampai telat, tidak baik untuk kesehatan Daddy bukan?." Ucap Senja, ia berniat mengambil makan malam untuk Dapa tapi terhenti dengan ucapan Dapa.

"Haruskah saya makan dari makanan yang di buat oleh seorang pembunuh? Sepertinya menjijikan, mukamu yang polos sangat mampu mengelabui semua orang, tapi tidak untuk saya." Ucap Dapa, rasa sakit yang Senja pendam untuk tidak di ungkit kembali, kini harus tergali karena omongan dari Daddy nya sekaligus Suaminya.

"Aku sudah menjelaskan berulang kali, Dad. Aku benar-benar tidak melakukan itu semua, aku hanya ingin menolong Mommy." Ucap Senja sembari menatap Dapa dengan bola mata yang lembut.

Dapa tertawa sinis, "saya tidak akan mudah percaya kepada kamu, dan saat ini kamu tidak di perbolehkan untuk memanggil saya dengan sebutan 'Daddy'!. Itu sangat membuat saya ingin membunuhmu lebih awal dari rencana saya, seharusnya kau memderita terlebih dahulu bukan?." Ucap Dapa yang mampu membuat hati kecil Senja sakit, sangat sakit.

"Dan perlu kamu ingat! Ini semua karena ulah mu! Kau seharusnya mat! saja tanpa hidup. Saya tidak sudi melihat wajah polos mu, dasar wanita kurang pendidikan." Ucap Dapa tajam, ia benar- benat di liputi rasa marah dan dendamnya.

Dapa berniat pergi dari sana, tapi sebuah tangan mencekalnya dengan erat. "Aku mohon, jangan seperti ini. Aku sudah lelah hidup di dunia ini, aku kuat hanya karena pesan dari Kak Anjani. Apa aku harus mengingkari pesan itu? Apa aku harus menyusul untuk bertemu dengan Kak Anjani? Aku mencoba bertahan supaya aku bisa menjalankan pesan itu. Pesan menjaga Suami nya supaya terurus dan bisa menjadi lelaki yang kuat dan penuh kasih sayang." Ucap Senja lirih di iringi air mata jatuh tepat di pipinya.

Dapa hanya diam, ia tidak menyangka jika sisi lemah Senja keluar di hadapannya. Serta pesan itu? Pesan yang di berikan oleh sang Wanita yang menjadi Cinta Pertamanya. "Apa peduli saya? Jika kamu mati pun saya tidak peduli, mungkin lebih baik seperti itu bukan?." Ucap Dapa dingin, ia menarik pergelangannya dengan kasar yang mampu membuat Senja diam terdorong ke belakang.

Dapa pergi begitu saja, meninggalkan luka batin di Senja. Hanya Senja yang mampu merasakan itu, tapi apa dunia tidak pernah puas dengan segala kesengsaraan ini? Senja tertawa hambar, entah sudah berapa kali dia tertawa miris seperti ini. "Ini awal penderitaan mu bukan Senja? Seharusnya kau kuat, tidak lemah." Gumam Senja seraya menangis kecil.

Tak kata lagi selain kata Sakit, Terluka dan juga Sesak yang kini Senja rasakan. Dirinya duduk kursi sembari menatap hidangan makan malam yang seharusnya di santap bukan hanya di diamkan.

Hening, Senja makan dengan sendiri. Tak ada satu katapun yang keluar, tak ada candaan dan juga tawaan yang biasanya hadir di ruang makan ini. Senja kembali menangis, rasanya semua ini hanya mimpi buruk yang ingin segera Senja akhiri. "Mom, aku makan sendiri. Tak ada yang menemani aku seperti dulu, apakah Mommy tidak ingin menemani ku?." Ucap Senja lirih, tersirat rasa sakit dan kepedihan di sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!