"Jangan takut, keluarlah!" pria yang menolong Viona mengajak gadis cantik bermata bulat itu ke sebuah apartemen.
Viona kira dirinya akan di bebaskan begitu saja, tapi ternyata ia juga terjebak dengan orang yang berbeda.
"Pak, saya mohon jangan sakiti saya! Saya tidak mau." Viona sudah menangis sebelum mereka keluar dari mobil.
"Hahaha kamu ini lucu sekali, saya tidak mungkin menyakiti gadis manis secantik dirimu. Saya hanya akan memberikan kamu tempat tinggal agar kamu bisa tidur nyenyak, kepanasan dan juga tidak kehujanan."
"Pak, Anda tidak bohong 'kan?" Viona yang ada di bagian belakang memandang serius kedua pria yang ada di depannya.
Pria itu menoleh ke belakang, ia tersenyum ramah. "Saya tidak mungkin berbohong kepada kamu. Mungkin kamu bertanya-tanya siapa saya dan kenapa saya membantumu. Untuk saat ini, saya tidak bisa memberitahukan apa yang saya inginkan, tetapi kalau mengenai saya, saya adalah Bramantyo Christopher. Kamu bisa memanggil saya Om, atau papa."
Viona sempat mengerutkan keningnya mendengar permintaan pria bernama Bramantyo. Mungkin sebutan Om, lebih masuk akal, tetapi untuk sebutan papa, ia merasa heran. Namun, satu hal yang membuat Viona tidak takut mengikuti Bramantyo ialah, mata pria itu terlihat meneduhkan, seperti ingin melindungi dan juga terlihat jujur.
"Om serius tidak akan macam-macam kepadaku?" tanya Viona lagi memastikan bahwa pria yang ada di hadapannya tidak akan macam-macam kepada dia.
"Tidak akan, Nak. Saya bukan orang jahat, percayalah." Ucapan Bramantyo terdengar serius dan meyakinkan. Ia turun dari mobil, lalu membuka pintu mobil bagian belakang. Viona hanya memperhatikan pergerakan pria seusia ayahnya.
"Keluarlah, kamu akan tinggal disini untuk sementara waktu."
Viona meneliti setiap tempat, netral matanya terus memperhatikan bangunan megah yang ada di sekeliling dia.
"Ayo." Bramantyo kembali mengajak Viona turun, matanya mengisyaratkan agar Viona ikut dengannya.
Meski ragu dengan perkataan Bramantyo, Viona mencoba mengikutinya. Meski ada rasa takut yang masih bersarang di benaknya, tapi ia mencoba untuk mempercayai pria yang saat ini sedang berdiri menjulang tinggi.
*****
Ternyata, Bramantyo membawa Viona ke salah satu apartemen yang entah milik siapa. Dia juga membuka pintunya dam mempersilahkan Viona masuk.
"Masuklah, ini akan menjadi tempat tinggal mu, dan ini ..." Bramantyo menyodorkan tangannya dan memberikan kunci apartemen kepada Viona. Gadis itu sempat kebingungan, "ini maksudnya apa, Om?"
"Kunci ini akan kamu pegang, sekarang kamu istirahat di sini. Nanti, akan ada yang menemanimu di sini."
"Om, apa ini serius? Apa kunci ini beneran Vio yang pegang?" ada keraguan sekaligus rasa senang. Ragu karena ini baru pertama kali bertemu, dan senang karena ia mendapatkan tempat tinggal. Jika boleh jujur, Viona tidak tahu akan pergi kemana setelah keluar dari rumah orangtua yang ternyata keluarga angkat.
"Serius, Nak. Saya tidak main-main dalam berkata. Ambillah!" Viona menatap kuncinya kemudian beralih menatap Bramantyo. Pria itu kembali mengangguk seakan meyakinkan Viona untuk mengambilnya.
Tangan Viona pun perlahan terulur mengambil kuncinya. Senyum manis melengkung menghiasi bibirnya.
"Makasih, Om. Om sidah baik banget mau membantuku. Apapun yang om minta, aku akan berusaha mengabulkannya. Tapi jangan jual aku pada mereka, Om." Viona mendongak menatap Bramantyo dengan tatapan senang.
Bramantyo hanya membalas dengan senyuman saja. Namun, tangannya mengusap lembut kepala Viona.
Deg ....
Viona tertegun mendapatkan sentuhan itu, ia merasa nyaman dan merasa ada perasaan yang berbeda, tapi ia tidak tahu perasaan itu.
"Kamu baik-baik di sini, saya pergi dulu."
Lalu, Bramantyo pergi dari sana meninggalkan Viona sendirian.
Vio masuk dan memperhatikan kamarnya, terlihat luas, rapi, dan juga sangatlah mewah.
"Setelah ini, Aku tidak tahu nasib seperti apa yang akan ku alami. Semoga saja Tuhan melindungi ku." Gadis bermata bulat itu duduk di kasur, tubuhnya perlahan ia rebahkan.
*****
Setibanya di parkiran, Bramantyo menghubungi seseorang. "Jaga apartemen milik saya dan juga jaga gadis itu!" titahnya sambil masuk ke dalam mobil. Bramantyo pun mengakhiri panggilan itu.
"Pak, kita pulang. Dan saya minta Pak Kris mencari tahu siapa gadis itu!" ucapnya lagi kepada supir yang ada di hadapannya.
"Siap, Tuan."
Bramantyo memejamkan mata, dan helaan nafas berat pun keluar dari mulutnya.
*****
Keesokan harinya.
"Apa? Jadi gadis itu lolos dari kejaran kalian?" pekik Adit begitu marah mengetahui Fiona lepas dari jeratnya. Dia yang sudah tertarik kepada gadis itu begitu menginginkannya dan ingin mendapatkan Viona.
"Maaf, Tuan. Dia begitu cerdik dan sulit sekali kami tangkap. Anak buah ku saja bisa ia kelabui. Kami tidak bisa mengejarnya, Tuan. Kami juga tidak tahu dia bersembunyi dimana." Louis melancarkan aksinya membohongi. Dia tidak mau Adit tahu jika dirinya menjual Viona lebih dulu kepada orang lain. Jika Adit tahu, maka pria itu pasti akan menghancurkan barang-barang yang ada di club malam.
"Bodoh, kalian semua bodoh!"
"Tuan, Bagaimana jika wanitanya diganti saja?" Louis mengusulkan pergantian wanita.
"Ck, jangan harap saya mampir ke sini lagi sebelum kau memberikan gadis itu padaku." Lalu, dengan langkah lebar menahan kesal, Adit pergi dari sana.
Louis menghelakan nafas lega, setidaknya ia selamat dari amukan pria casanova seperti Adit. Namun, setelah beberapa jam kepergian Adit dari tempatnya, ada keributan di luar.
"Hancurkan tempat ini! Ratakan semuanya dengan tanah!" ujar seorang pria memakai seragam proyek.
"Hei, siapa kalian? Kenapa kalian mau menghancurkan tempat ini?" Beno si pengawal setia Louis berdiri tegak di hadapan alat berat.
"Kami hanya di perintahkan oleh bos kami untuk menghancurkan tempat ini."
"Tidak bisa begitu! Ini milik bos kami."
Mendengar suara kebisingan di luar sana, Louis cepat-cepat keluar dan melihat apa yang terjadi. Matanya melotot sudah ada alat berat di depan bangunan dia.
"Mau kalian apakan alat ini?" tanya Louis terkejut menghalangi alat itu meruntuhkan bangunannya.
"Menghancurkan bangunan ini. Kalian, lakukan sekarang!"
Dan orang yang ada di dalam alat berat itu menggerakkan alatnya meruntuhkan tembok bangunan.
"Hei, kalian tidak bisa seenaknya menghancurkan milikku. Mana surat izinnya, hah? Berhenti!" Louis panik dan mencoba mencegah orang yang sedang meruntuhkan klub itu. Banyak pasang mata memperhatikan kejadian ini, ada yang kasihan dan ada juga yang senang sebab tempat hiburan malam ini dibongkar secara paksa.
"Hentikan! Berhenti! Jangan hancurkan. Kau, siapa yang sudah berani mengusik ketenangan ku? Beni, Beno, hentikan mereka!" Louis berteriak mencoba menghadang. Anak buahnya ingin bertindak, tetapi mereka berdua berhenti ketika pria berseragam proyek bangunan itu menghalanginya.
"Jangan ada yang mengganggu kegiatan kita. Ini perintah dari Tuan Bramantyo Christopher." Dan dia menyebutkan siapa orang yang memerintahkannya.
Deg ....
Louis tercengang mengetahui siapa dalang dibalik semua ini. "Bramantyo Christopher!" Lesu, itulah yang Louis rasakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Liswati Angelina
apa mungkin dia ayah kandung viona......
2023-02-05
2