Tubuh Mona terpaksa mundur, Mona melihat ke arah siapa yang telah menabrak dirinya.
Mona menatap tak percaya, di depannya, berdiri seorang gadis muda yang cantik, yang sangat Mona hapal, namanya "Chika!" bathin Mona memanggil nama wanita itu.
"Dia tambah cantik sekarang, tapi agak terlihat tidak sopan" ucap Mona, mengomentari sikap Chika yang acuh, saat tahu dia bersalah telah menabrak orang lain, tidak ada kata maaf dari keluar dari mulut Chika.
"Kalau jalan lihat ke depan!" sentak Chika.
"Maaf Bu, dia memang begitu, di sini yang baik hanya neng Salsa" ucap Bi Marni.
Mona tersenyum mendengar ucapan Bi Marni, *setidaknya ada salah satu gadis itu yang baik* bathin Mona, menenangkan hatinya, jika begini rasa bersalah makin menguat.
Mona akhirnya meninggalkan tempat itu, tempat di mana orang-orang yang dekat dan dia sayangi di masa lalu tinggal, dengan kondisi yang sangat memperihatinkan, tanpa sadar air mata nya keluar dengan mudahnya, mengingat orang-orang tersebut "Karin, Daffa, restu, Chika dan Salsa maafkan ibu" lirih Mona di sela tangisnya.
Mona ingat bagaimana dulu, ia dengan tega nya meninggalkan buah hatinya, karena sudah tidak tahan dengan tingkah Baron suami nya yang pulang selalu dalam keadaan mabuk.
Mona merasa Baron makin ke sini, makin tidak benar, Baron sudah mulai ringan tangan padanya, dan tak pernah mau mendengarkannya apalagi tuntutan ekonomi yang makin memperkeruh rumah tangga mereka.
Akhirnya suatu hari Mona nekat meninggalkan anak-anak nya, demi hidup yang lebih baik, Mona saat itu hanya meninggalkan sebuah surat untuk suami nya Baron, agar menjaga anak-anak mereka dengan baik.
Tapi semua itu sepertinya, tidak di hiraukan Baron, buktinya sampai sekarang Baron masih jadi pemabuk, Mona jadi sedih membayangkan anak-anaknya di bawah pengasuhan Baron yang pemabuk itu.
***
Salsa yang sedang dalam ruang meeting terlihat gelisah, keringat dingin mulai terlihat di pipinya, kepala Salsa terasa agak pusing.
"Kalian berisik!" bentak Salsa tiba-tiba, mendengar perdebatan dalam meeting, wajah Salsa yang imut, tampak sedikit menyeramkan karena kemarahan di hatinya, Danuarta dan Setyo, saling adu pandang, tak mengerti apa yang sedang terjadi pada Salsa, Danuarta mengambil segelas air putih, untuk di minum Salsa, tapi Danuarta terkejut, karena Salsa menangkis air itu, hingga terlepas dari tangan Danuarta, dan pecah di lantai, hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.
Membuat situasi meeting tambah kacau, Setyo membubarkan meeting kali ini, di kantor itu, langsung ramai, cerita tentang Salsa yang mengamuk.
Salsa yang meringis kesakitan, di bawa oleh Setyo dan Danuarta ke rumah sakit.
Di rumah sakit, Salsa langsung di tangani oleh dokter, Salsa menjalani beberapa tes.
"Sebenarnya, apa yang terjadi di rumah kamu, yang buat Salsa jadi stress seperti itu!" tanya Danuarta marah.
"Apa maksud kamu??" tanya balik Setyo.
"Ada juga kamu, yang buat dia pusing dengan tugas-tugas dari mu!" tuduh balik Setyo.
"Keluarga dari nona Salsa" panggil seorang perawat.
"Saya suaminya" ucap Setyo.
"Anda di minta masuk oleh Dokter, ada beberapa pertanyaan yang akan beliau ajukan pada anda" jelas perawat itu.
Setyo segera menemui dokter yang sedang memeriksa Salsa "apa istri anda sedang mengkonsumsi suatu obat?" tanya dokter.
"Setahu ku tidak dokter" jawab Setyo, Setyo memang tak pernah melihat ada sebutir obat pun dalam kamar Salsa.
"Tapi kami menemukan sesuatu dalam darah istri anda" ucap dokter.
"Maksudnya bagaimana?"
"Dalam darah istri anda, ada semacam obat untuk merangsang otak supaya emosi atau marah, dengan kata lain, ada seseorang yang ingin istri anda marah-marah tak jelas, hingga di katakan kurang waras" ucap dokter itu, Setyo menatap tak percaya ke arah dokter itu.
Setyo keluar, lalu menceritakan semua yang di katakan oleh dokter.
"Jaga Salsa bodoh!!" bentak Danuarta marah, sambil menarik kerah leher Setyo.
"Lepaskan!!" Setyo terduduk lemas di kursi, pikirannya hanya tertuju pada ibunya, yang memang membenci Salsa, tapi rasanya tak mungkin ibunya sampai nekat berbuat seperti ini.
Salsa terpaksa harus menginap di rumah sakit, hari itu. Setyo dengan setia menunggu Salsa, karena rasa bersalah nya.
***
Mona hari ini ada janji makan siang dengan suami nya, yang seorang dokter. Dengan tampil cantik dan mempesona, Mona tiba di rumah sakit, para perawat di rumah sakit ini, sudah mengenal siapa dirinya.
"Dokter Burhan sudah menunggu Anda dari tadi nyonya" ucap salah satu perawat yang mengenal dirinya.
"Dia ada di dalam?" tanya Mona pada perawat itu, sambil tersenyum ramah, perawat itu mengangguk.
"Selamat siang sayang, maaf aku sedikit terlambat" ucap mona pada suaminya.
"Tidak masalah sayang, aku pun baru selesai menangani pasien yang baru datang" balas Burhan sambil mencium pipi istri tercintanya.
"Ada pasien baru sepertinya" ucap Mona.
"Iya, seorang wanita muda yang cantik, tapi kasian sepertinya tanpa dia sadari seseorang memberinya obat yang bisa memancing amarah yang tak jelas dalam dirinya" jelas Burhan.
"Kasihan sekali, apakah suami nya?" tanya Mona penasaran.
"Sepertinya bukan, karena aku melihat ada cinta yang besar, untuk istrinya di mata pria itu" ucap Burhan.
"Jadi tidak kita pergi makan siang?" tanya Burhan melihat istri nya penasaran dengan ceritanya.
Mona tersenyum lebar, lalu menggandeng tangan suaminya, mereka berdua tertawa bersama
Selesai makan siang bersama, Mona mengikuti suaminya kembali ke rumah sakit, Mona berniat menemani suaminya sampai jam pulang.
Mona yang merasa bosan, keluar dari ruangan suaminya, berjalan-jalan melewati lorong-lorong rumah sakit, rumah sakit ini cukup ramai, pantas suami nya cukup sibuk, selalu telat pulang ke rumah.
Mona melihat pintu kamar pasien VVIP terbuka, dengan rasa penasaran yang Mona punya, Mona masuk ke dalam kamar itu, ingin melihat siapa yang sedang di rawat di sana, Mona ingat kalau pasien baru yang di racun itu, masuk ruang VVIP.
Mata Mona terbelalak, terkejut saat melihat siapa yang sedang, tidur di atas tempat tidur rumah sakit "salsa" ucap Mona mengenali wanita yang sedang tidur itu, Setyo yang sedang duduk termenung di samping Salsa, mendengar suara menyebut nama istri nya, terkejut melihat ada seorang wanita berdiri di dalam kamar.
"Siapa anda?" tanya Setyo.
"Maaf, aku istri dokter di sini" jawab Mona.
"Apa yang terbaring itu, istri anda?" tanya Mona.
"Iya, apa anda mengenalnya? aku tadi mendengar anda menyebut namanya" tanya balik Setyo.
Mona terdiam "aku membaca nama di papan nama itu" jelas Mona.
"Aku, kira anda mengenal istri ku" Setyo menatap sedih ke arah Salsa, mengusap pipinya lembut.
"Kenapa dengan istri anda?" tanya Mona penasaran, dengan menahan rasa sedihnya, ingin rasanya Mona memeluk Salsa saat ini juga, tapi dengan sekuat tenaga nya, Mona mencoba untuk bertahan tetap di tempatnya.
"Dia begini, karena aku!" lirih Setyo, dengan nada penuh penyesalan.
"Apa ada masalah dalam perkawinan kalian?"
"Banyak, tapi salah ku, yang melibatkan wanita sebaik dia ke dalam hidup ku"
Mona melihat kesedihan dan penyesalan yang amat sangat, di wajah Setyo yang tampan.
"Apa anda sangat mencintai istri anda?" tanya Mona lagi.
"Mungkin" lirih Setyo yang membuat Mona sedikit geram.
"Jika anda tak mencintai nya tapi membuat nya seperti ini, bukankah lebih baik, anda meninggalkan nya, sebelum terlambat" ucap Mona.
"Mungkin anda benar, tapi saya tak bisa melakukan itu sekarang!"
"Kenapa??"
"Kurasa itu bukan urusan Anda" jawab Setyo, membuat Mona seketika terdiam.
Mona melihat ke arah Salsa sekali lagi, dengan berat hati Mona meninggalkan Salsa bersama Setyo.
Mona terduduk di kursi rumah sakit, menangis sedih, membayangkan nasib buruk yang dialami Salsa, pada pernikahannya.
"Aku harus menyelidiki nya, dan membantu putriku agar terbebas dari Setyo, suami nya yang plin plan itu" gumam Mona.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments