Hanna, mulai terbiasa dengan aktivitas paginya sebagai sekertaris.
Sebelum Rey datang, ia sudah merapikan meja kerja Rey. Menyusun semua berkas dan meletakkan dokumen-dokumen penting yang harus segera ditandatangani di tempat yang mudah dilihat oleh Rey.
"Selamat pagi." Sapa Hanna semangat.
"Pagi." Balas Rey. Tumben sekali, ia membalas sapaan Hanna kali ini.
Rey masuk ke ruangannya. Dan seperti hari-hari sebelumnya, ia akan selalu memeriksa dokumen penting terlebih dahulu.
"Rey, kau mau kopi?" Tawar Hanna, yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu ruangan Rey.
"Jangan terlalu manis." Jawab Rey, kemudian kembali menyibukkan diri dengan dokumen yang berada di hadapannya.
"Baik." Ucap Hanna, setelah itu langsung bergegas ke small kitchen.
*
"Hai, Hanna." Sapa salah seorang karyawan, saat melihat Hanna memasuki small kitchen.
"Hai.." Balas Hanna ramah. Padahal sebelumnya gadis itu tak pernah menyapa Hanna. Semenjak Hanna menjadi sekertaris direktur, memang tak sedikit yang seakan cari perhatian didepan Hanna. Dan itu, sudah sangat biasa terjadi di kota-kota besar. Walaupun nyatanya, di belakang Hanna ia membicarakan Hanna.
Hanna sudah sangat hapal dengan wajah-wajah munafik sepertinya.
Sally, yang berada tepat disamping gadis itu, langsung memasang wajah juteknya.
Gadis itu berjalan menghampiri Hanna yang sedang sibuk menyeduh kopi. Meninggalkan Sally seorang diri di minibar yang masih berada dalam satu ruangan dengan small kitchen.
"Kopi untuk pak Rey?" Tanyanya basa basi, saat melihat Hanna menyeduh dua gelas kopi sekaligus.
"Hmm.." Jawab Hanna masih menunjukkan senyumannya. Lalu menoleh ke arah belakang, dan melihat Sally masih sedang menatapnya tajam.
"Sepertinya temanmu tidak suka jika kau berbicara denganku." Imbuh Hanna kemudian.
"Maksud mu, Sally?" Tanya gadis itu sambil terkekeh. "Dia bukan temanku! Apa kau tahu, tak ada yang mau berteman dengannya setelah apa yang sudah ia lakukan padamu. Seluruh perusahaan tahu, jika dia dengan jelas-jelas merebut posisimu!" Bisik gadis itu bergebu-gebu.
Hanna hanya membalasnya dengan senyuman yang sedikit di paksakan. Karna dia sangat yakin, sebergebu-gebu itu juga pasti gadis itu saat menggosipi Hanna di belakang.
"Aku duluan." Imbuh Hanna sambil mengangkat dua gelas kopi di tangannya.
Sedangkan gadis itu, tampak sedikit kesal karena di acuhkan Hanna.
"Hanna.." Panggil seseorang.
Hanna yang sedang memapah gelas kopi itu menghela napas, karena banyak sekali yang memanggil namanya hari ini.
Hanna menoleh ke arah sumber suara. Lalu terbelalak dibuatnya. "Tante.." Imbuh Hanna yang hampir menjatuhkan gelas kopi di tangannya. Perasaannya langsung tidak enak, saat melihat Mama Lalita datang menemuinya.
"Bisa kita mengobrol sebentar?" Tanya Mama Lalita.
"Tapi aku harus mengantar kopi ini, Tan-"
"Sebentar saja." Mama Lalita langsung menarik pelan lengan Hanna.
Mereka berakhir di ruang santai tak jauh dari small kitchen. Dan mengobrol disana.
Setelah obrolan panjang itu, Hanna kembali ke meja kerjanya. Pun dengan Tante Lalita, yang langsung pulang setelah menemui Hanna
Rey, keluar dari ruangannya saat menyadari Hanna sudah kembali ke meja kerjanya.
Sebelumnya Rey sudah beberapa kali mengecek meja kerja Hanna yang masih juga tetap kosong.
"Kenapa lama sekali?" Tanya Rey, berdiri di ambang pintu ruangannya sambil menyilangkan tangan di depan dada.
Namun, tak ada jawaban dari Hanna. Hanna justru termenung di balik meja kerjanya.
Rey melangkah mendekat. Mengetuk beberapa kali meja kerja Hanna untuk menyadarkan Hanna dari lamunannya.
Hanna menoleh ke arah Rey.
"Mana kopinya?" Tanya Rey.
"Sudah dingin!" Jawab Hanna, sambil kembali menghadap ke arah depan dengan tatapan kosongnya.
Rey mengernyitkan keningnya, mendapati Hanna yang seakan tiba-tiba saja bersikap aneh.
"Apa dia kerasukan?" Gumam Rey, setelah itu meninggalkan Hanna seorang diri disana.
Rey masuk ke dalam ruang kerjanya, setelah beberapa saat, Rey kembali keluar. Dengan beberapa dokumen di tangannya.
"Antar dokumen ini ke departemen produksi." Rey menyodorkan dokumen itu ke arah Hanna.
Hanna menerima dokumen itu tanpa menoleh. Ia perlahan beranjak dari duduknya. Namun saat akan melangkah, kakinya justru tersandung dengan kaki meja kerjanya dan hampir terjatuh. Untung saja Rey dengan sigap langsung menarik lengan Hanna, hingga Hanna yang tadinya akan tersungkur ke lantai justru jatuh ke pelukan Rey.
"Apa kau tidak bisa lebih fokus?" Gertak Rey lengkap dengan raut wajah paniknya.
"Maaf." Ujar Hanna, yang langsung mendorong pelan tubuh Rey agar ia terlepas dari pelukan itu.
"Biar aku saja yang antarkan sendiri." Kesal Rey, ia kembali meraih dokumen itu dari tangan Hanna. Setelahnya, langsung berlalu pergi, memilih mengantar dokumen itu sendiri.
Sedangkan Hanna, kembali terduduk lemas di balik meja kerjanya.
Pembahasannya dengan Mama Lalita cukup mengganggu pikiran Hanna.
Padahal untuk beberapa hari belakangan ini, Hanna sudah mulai bisa bernafas lega. Tapi kini, ia kembali di buat sesak dan sulit bernafas lagi.
*
"Pak Rey, kenapa Anda mengantar dokumennya sendiri. Dimana sekertaris Anda?" Tanya manager produksi.
"Dia sedang sibuk." Ujar Rey, setelah itu berlalu pergi.
Semua tatapan langsung silih berganti menatap ke arah Rey. Jarang-jarang mereka bisa menikmati pemandangan indah dan kesempurnaan ciptaan Tuhan itu. Tentu saja, keberadaan Rey selalu menjadi pusat perhatian. Ia seakan seperti memiliki magnetnya tersendiri.
Sally, si wanita licik itu. Langsung dengan sengaja menabrakkan diri ke arah Rey. Alih-alih menangkap tubuh Sally, Rey justru membiarkan Sally tersungkur.
"Au.." Pekiknya kesakitan.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Rey, datar seperti biasa.
Sally, dengan cepat langsung bangkit dan kembali berdiri. Sakitnya tak seberapa, malunya luar biasa.
Lagi pula Sally sih, ada-ada saja. Salah pilih sasaran kan jadinya.
Padahal ekspetasi Sally, Rey akan menangkap tubuhnya dan menariknya kedalam pelukan Rey. Dan disitulah semua akan dimulai, pendekatan demi pendekatan akan dilanjutkan.
Tapi sayangnya, ekspetasi Sally terlalu tinggi.
Rey, justru bergegas pergi setelah memastikan Sally bisa bangkit dengan sendirinya.
Sally, menatap punggung Rey yang berlalu pergi dengan kesal.
"Aku tidak akan menyerah, Hanna. Akan aku dapatkan apapun yang kau miliki!" Dan sekarang, target Sally yaitu jabatan sekertaris Presdir.
Entah kapan Sally akan berhenti mengganggu hidup Hanna.
*
Rey kembali dengan coffe latte ditangannya.
"Untuk membuatmu kembali fokus." Ujar Rey, sambil meletakkan coffe latte itu di hadapan Hanna.
Setelahnya ia langsung masuk kedalam ruangannya.
"Bukan ini yang aku butuhkan, Pak Rey." Gumam Hanna seakan ingin menangis. Memandang ke arah coffe latte pemberian Rey yang kini tergeletak di hadapannya.
Hanna menghela napas kasar. Setelah itu meraih coffe itu dan menyeruputnya. "Terima kasih untuk coffenya." Hanna kembali bergumam lesu.
*
Rey, pulang lebih dulu. Karena malam ini, ia harus menghadiri acara makan malam keluarga besarnya.
Sebelum masuk keruangan restoran yang sudah di booking itu. Rey menarik napas dalam, mempersiapkan diri dengan pertanyaan-pertanyaan yang pastinya akan membuat ia kewalahan menjawabnya.
Rey berjalan, sambil mengedarkan pandangannya.
"Hanna!" Gumam Rey, ketika melihat didalam sana. Mama Lalita sedang memperkenalkan Hanna kepada seluruh keluarga besar.
TO BE CONTINUE>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Deasy Dahlan
Apa yg dipikirkan si hanna.... apakah ada pembicaraan yg se iya dgn mama Lalita?
2023-12-23
1
Kimo Miko
wah ...ada rivalmu satu lagi hana. hati hati
2023-12-10
1
Jingyi Xiao
Selly belum tau aja kalo sebenarnya Hanna itu bukan cuman jadi sekertaris....bagaimana panasnya hati Sally pas tau kalo Hanna itu Istrinya CEO...apa Dia mau jadi pelakor..🤔🤔
2023-12-06
1