"Kenapa justru melamun? Bukankah katamu tadi kau lapar?" Tanya Raffael yang melihat Hanna hanya mengaduk-aduk makanannya saja alih-alih memakannya.
"Aku jadi tidak berselera." Imbuhnya, dengan tatapan kosongnya.
"Apa terjadi sesuatu? Aku serius bertanya." Imbuh Raffael, yang seakan peka dengan kondisi perasaan Hanna.
"Entahlah.." Hanna menggeleng, dengan tatapan kosong memandang makanan di hadapannya. Sebenarnya ia sedang berpikir, bagaimana caranya menghindari ajakan Rey untuk menemui keluarga besarnya.
"Hanna.." Imbuh Raffael sambil menggenggam tangan Hanna. Hanna langsung mengalihkan pandangannya, menatap Raffael. "Kau bisa cerita apapun padaku, apapun! Aku pasti akan menjadi pendengar dan pemberi solusi terbaik. Percayalah!" Ucap Raffael tulus.
"Tapi, ini bukan hal yang bisa aku ceritakan pada siapapun, Raf. Mungkin aku hanya bisa memberitahu mu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja. Hanya itu, dan aku harap kau bisa mengerti." Ujar Hanna tak kalah serius.
Raffael tersenyum lembut. "Aku mengerti, tentu. Aku tidak akan memaksa mu. Tapi jika kau butuh tempat bersandar, aku selalu siap." Ujar Raffael kemudian.
"Ehemmm .." Suasana langsung berubah. Ketika Rey tiba-tiba saja datang dan mengganggu suasana yang sedang penuh keharuan itu. "Apa kalian tidak menyadarinya, kalau kalian sedang jadi bahan tontonan!" Imbuh Rey sambil melepaskan dengan paksa tangan Hanna dari genggaman Raffael.
Hanna langsung mengedarkan pandangannya. Dan benar saja, semuanya sedang menatap ke arah mereka.
Padahal yang menarik perhatian orang-orang adalah kedatangan Rey di tengah-tengah Raffael dan Hanna. Bak seseorang yang sedang cemburu dan ingin meluapkan rasa kecemburuannya. Rey datang sebagai pengganggu.
"Apa Myesa sudah pergi?" Tanya Raffael polos.
"Sudah!" Jawaban singkat dari Rey.
"Apa ronde semalam kurang? Sampai dia datang menyusul mu kesini?" Goda Raffael yang tak dapat menahan kekehannya. "Sebaiknya kau dengar usulan ku, pergi honeymoon itu penting. Jangan pikirkan pekerjaan, biar aku dan Hanna yang handle. Papa Surya juga biar aku yang urus. Kau tenang saja!" Ucap Raffael masih terus menggoda Rey.
"Apa kau sudah selesai dengan ocehanmu? Jika sudah, ada pekerjaan yang menunggumu!" Pungkas Rey.
Rey beralih menatap Hanna. "Kau juga, ini masih jam kerja. Cepat kembali ke meja kerjamu!" Perintah Rey dengan tegas, setelah itu langsung bergegas pergi.
"Ada apa dengannya?" Tanya Raffael bingung.
"Sudahlah, jangan dipikirkan. Ayo, sebaiknya kita kembali sekarang." Ajak Hanna, lalu mendahului.
Ternyata Rey masih menunggu di depan lift. Tampaknya dia sengaja menunggu Hanna, buktinya saat Hanna masuk ke dalam lift, Rey pun langsung menyusul dan dengan cepat menekan tombol close button, agar pintu lift segera tertutup.
"Maaf." Rey meraih tangan Hanna.
"Eh.." Ujar Hanna spontan. Kaget, karena tiba-tiba saja Rey meraih tangannya.
Ternyata maksud Rey meraih tangan Hanna hanya untuk memotret cincin pernikahan itu.
Setelahnya, ia kembali melepaskan tangan Hanna. Lalu sibuk dengan ponselnya.
Ia langsung memesan cincin yang sama persis. Namun yang akhirnya membuat Rey kembali harus berfikir adalah, ukuran cincin yang harus dibuat. Rey tidak tahu ukuran jari manis Myesa.
"Berapa ukuran jari manismu?" Rey bertanya tanpa menoleh ke arah Hanna, ia masih sibuk dengan ponselnya.
"Aku tidak pernah mengukurnya, jadi aku tidak tahu."
"Apa kau bisa ikut denganku sekarang?" Tanya Rey kemudian.
"Kemana?" Hanna justru kembali bertanya.
"Kau hanya perlu menjawab, bisa atau tidak." Imbuh Rey, flat.
Hanna menghela napas. "Asal bukan untuk bertemu dengan keluarga besar mu saja." Ujar Hanna sedikit jutek.
Rey langsung menoleh. "Jadi kau bisa ikut atau tidak?" Rey kembali memastikan.
"Iya, bisa." Jawab Hanna sekenanya.
Rey, Langsung menekan tombol G. Untuk kembali ke lantai dasar perusahaan.
Hanna, hanya mengikuti langkah Rey dari belakang sesampainya di basement. Berjalan hingga masuk kedalam mobil.
Keduanya sama-sama terdiam seribu bahasa, seakan sedang sibuk dengan pikiran masing-masing.
Rey, membawa Hanna ke toko perhiasan di mana cincin itu dibeli.
"Selamat siang, Pak Rey." Sapa Karyawan toko yang memang sudah menunggu kedatangan Rey.
"Pakai ukuran jadi manisnya." Imbuh Rey sambil melirik ke arah Hanna.
"Baik." Karyawan itu mengangguk. "Maaf Nona, bisa saya ukur jari Anda?" Imbuh sang karyawan.
Hanna perlahan menyodorkan tangannya ke arah karyawan tersebut.
"Terima kasih, Nona." Imbuh Karyawan itu setelah mengukur jari Hanna.
"Apa tidak bisa siap lebih cepat?" Rey kembali memastikan.
"Itu sudah paling cepat, Pak. Pekerja kami membuatnya dengan sangat hati-hati, maka dari itu membutuhkan waktu cukup lama."
"Baiklah, hubungi aku jika cincinnya sudah selesai." Sarkas Rey.
"Baik, Pak." Diiringi anggukan kepalanya.
Hanna kembali mengikuti langkah Rey yang sudah beranjak dari sana. Tanpa bertanya sepatah katapun.
Ia hanya mengikuti Rey seperti bayangan. Keduanya kembali ke perusahaan untuk melanjutkan pekerjaan masing-masing.
***
Setelah hari yang panjang, Rey pulang ke rumah cukup larut. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, meletakkan lengannya di atas keningnya, menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran yang kacau. Semuanya terasa semakin rumit.
Keesokan paginya, di meja makan...
"Apa kau sudah tanya pada Hanna, Rey?" Tanya Mama Lalita antusias.
"Dia tidak setuju, dan tidak mau menghadirinya." Jawab Rey datar. Seakan ia tak ingin lagi membahas masalah itu. Ia sudah bertekad untuk menghadapi keluarga besar seorang diri.
"Hemm, baiklah.." Mama Lalita menghela kecewa.
"Perencanaan yang kau kirimkan kemarin cukup menarik, Rey. Papa rasa kalian bisa langsung mengerjakannya." Sarkas Papa Surya.
"Baik, Pa. Rey akan persiapkan pemotretannya dalam waktu dekat."
"Itu idemu?" Tanya Papa Surya.
"Bukan, itu ide Hanna." Jawab Rey, sambil melahap sarapannya.
Papa Surya dan Mama Lalita langsung saling lirik-lirik kan.
"Rey sudah selesai. Rey berangkat dulu Ma, Pa." Ucap Rey setelah itu berlalu pergi setelah meraih jasnya yang tadinya di letakkan di sandaran kursinya.
"Hati-hati mengemudinya." Mama Lalita mengingat kan.
"Baik, Ma." Jawab Rey sambil sedikit berteriak karena jaraknya sudah menjauh.
"Gadis itu cukup menarik." Imbuh Mama Lalita diiringi senyuman di wajahnya.
**
Ditempat yang berbeda...
"Jadi kau menyetujuinya begitu saja?" Protes Tante Rosa, Mamanya Myesa.
"Lalu Myesa harus apa, Ma. Myesa tak punya pilihan atau Rey akan marah dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami." Balas Myesa.
"Bukankah katamu dia sangat menyukaimu?"
Myesa hanya bisa terdiam. Ia tak lagi bisa memastikan itu. Ketika kemarin melihat ekspresi Rey tak seperti biasanya.
"Semua itu salahmu! Bisa-bisanya kau hamil dengan lelaki lain. Dan keguguran di hari pernikahan kalian. Andai saja itu tidak terjadi, sekarang kau sudah menjadi nyonya besar di rumah itu." Pungkas Tante Rosa meluapkan kekesalannya.
"Ma, please! Jangan bahas itu lagi. Bukankah kita sudah setuju untuk tidak lagi membahas tentang kehamilan sialan itu!" Kesal Myesa. Ia langsung mengambil langkah meninggalkan Mamanya diruang tamu. Lalu masuk kedalam kamarnya.
Kehamilan dan keguguran itu seperti mimpi buruk dalam hidupnya.
Karena kecerobohannya sendiri, ia sampai hamil. Tanpa tahu siapa ayah bayi itu. Sialnya, ia tak bisa mengatakan anak itu, anak Rey. Karena nyatanya Rey tak pernah menyentuhnya melebihi sekedar ciuman dan pelukan.
Akhirnya Myesa harus memaksa Rey untuk menikah dengannya. Dan disaat selangkah lagi menuju keberhasilan, ia justru mengalami keguguran di hari penting itu. Dan menggagalkan segalanya. Bahkan hingga hubungannya dengan Rey pun mulai terasa merenggang.
"Arghtt..." Geram Myesa, sambil menghamburkan semua yang berada di atas meja riasnya.
TO BE CONTINUE >>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Wouw....ternyata sgt parah myesa hidup nya , tdak sebersih Hanna yg bisa jaga diri.....🙄🙄🙄
2023-12-28
1
yeonjunlope
brp lakimu sya smpe gk tau siapa bpknya ckckk
2023-12-24
1
Deasy Dahlan
Tuhhkan... Bener... Dasar myesa.... Perempuan bebas.....
2023-12-23
1