Deg deg deg.
Detak jantung Melinda semakin cepat di menit-menit terakhir jam pulang kerja. Tanpa Melinda sadari jam pulang kerja berakhir, satu-persatu karyawan berjalan keluar meninggalkan kantor tempat mereka bekerja menyisakan hanya dirinya dan temannya yang masih berkemas sendiri.
"Mel, tidak pulang kamu?" tanya Nanda yang melihat Melinda masih duduk di depan komputernya.
"Masih ada yang belum ku selesaikan ni, kamu pulang duluan saja, kalau bertemu Ayahku bilang saja aku pulang agak terlambat," sahut Melinda.
"Siap, aku pergi dulu kalau begitu," ucap Nanda sambil berlalu pergi.
Setelah memastikan tidak ada lagi karyawan di kantor Melinda langsung berdiri, Melinda berjalan cepat ke arah ruangan Hero dan berhenti tepat di depan pintu sebelum akhirnya menghela nafas dan masuk ke dalamnya.
"Aku kira kamu sudah pulang," ucap Hero menatap Melinda sambil tersenyum.
"Bagaimana mungkin aku berani pulang," sahut Melinda.
"Jujur saja aku masih sangat menyukai pekerjaanku saat ini," sambung Melinda.
"Baguslah, kalau begitu silahkan duduk," ucap Hero menunjuk kursi di depannya.
"Ya, terima kasih," sahut Melinda.
Deg deg, deg deg, deg deg.
Detak jantung Melinda terasa semakin cepat dari sebelumnya, Linda menggenggam tangannya sendiri mencoba untuk tidak menebak-nebak siapa pria di depannya saat ini.
"Apa kamu benar-benar tidak ingat denganku," ucap Hero.
"Tidak ingat," sahut Melinda.
"Yang benar, kita bahkan cukup dekat dulu," ucap Hero lagi.
Melinda mengernyitkan dahinya karena dirinya memang benar-benar tidak mengingat sedikitpun tentang pria yang ada di depannya saat ini, Melinda yakin kalau pertemuan mereka pertama adalah kemarin.
"Tapi aku sama sekali tidak mengingatnya, kemarin adalah pertemuan pertama kita," sahut Melinda sambil memegangi kepalanya.
Semakin mencoba mengingat Melinda merasa sakit kepalanya, Melinda ingat kata Ayahnya dirinya mengalami amnesia beberapa tahun yang lalu, mungkin itu juga sebab dirinya tidak bisa mengingat siapa Hero.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Hero yang melihat Melinda memegangi kepalanya sambil menutup matanya.
"Aku baik-baik saja, maaf Pak aku benar-benar tidak mengingat kalau kita pernah kenal, Ayah pernah bilang aku amnesia beberapa tahun yang lalu," sahut Melinda.
"Amnesia, yang benar."
Hero langsung bangkit dari tempatnya dan berjalan ke arah Melinda, Hero yang tiba-tiba memijat kepala Melinda membuatnya salah tingkah sendiri.
"Maaf Pak ini tidak baik," ucap Melinda beranjak dari tempat duduknya.
"Aku hanya memijatmu, maaf aku tidak tau kalau kamu amnesia," sahut Hero.
"Tidak masalah Pak, apa aku boleh bertanya ?" ucap Melinda.
Melinda menatap Hero yang berdiri di depannya, Melinda sudah bertekad akan mencari tahu semuanya saat ini juga agar tidak lagi merasa sangat penasaran.
"Tentu, tanyakan saja," sahut Hero kembali ke tempat duduknya.
"Kita pernah bertemu di mana, dan seberapa dekat kita dulu?" tanya Melinda dengan sangat serius.
"Hem, haruskah aku memberitahu yang sebenarnya, tapi bagaimana jika dia sakit kepala lagi," dalam hati Hero yang hanya menatap Melinda.
"Ah kita pernah satu sekolah saat SMP dulu, sebenarnya aku dulu pernah diam-diam menyukaimu," ucap Hero berbohong, Hero berbohong demi kebaikan Melinda juga sakaligus untuk mendekatinya.
"Wah maaf, aku tidak seharusnya bertanya," sahut Melinda menahan malu, Melinda sama sekali tidak curiga dengan perkataan Hero.
Melinda bahkan tidak bertanya di mana SMP nya dan Hero dulu dan malah mempercayainya begitu saja.
"Tidak apa," ucap Hero sambil tersenyum.
Senyum yang keluar dari bibir Hero bukanlah senyuman bahagia yang sebenarnya. Hero tidak menyangka ternyata setelah hari itu Melinda harus mengalami kesulitan gara-gara Ibunya.
"Mau aku antar pulang, sudah menjelang malam tidak baik pulang sendirian," ucap Hero yang melihat Melinda masih memegangi kepalanya.
"Ti tidak perlu Pak, aku bisa pulang sendiri," sahut Melinda.
Melinda tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi, walau Melinda masih bingung apa hubungan antara menyukai secara diam-diam dan Ayahnya yang begitu membenci Hero.
"Kalau begitu hati-hati ya. Maaf," ucap Hero yang langsung memeluk Melinda.
Melinda yang terkejut di peluk Hero tanpa sadar mendorongnya, Melinda masih tidak mengerti kenapa Hero tiba-tiba memeluknya begitu saja.
"Maaf Pak, maaf aku tidak bermaksud," ucap Melinda sebelum akhirnya berjalan pergi meninggalkan ruangan Hero.
Hero hanya tersenyum melihat Melinda yang berjalan pergi meninggalkannya, Hero merasa bersalah Tapi saat ini dirinya tidak bisa mengatakan apapun padanya apalagi menjelaskan semuanya.
"Aku sungguh minta maaf, aku berjanji akan menebus kesalahan yang dibuat Ibuku," ucap Hero.
Hero yang meninggalkan kantor langsung menuju salah satu rumah sakit jiwa, Hero memasuki sebuah ruangan khusus untuk bertemu sang Ibu. Sudah lama ibunya berada di sana, lebih tepatnya setelah perpisahan dengan ayah Melinda.
"Hero kamu datang Nak," ucap Ibu Hero yang terlihat sangat senang.
"Iya, maafin Hero ya Bu karena jarang mengunjung Ibu," sahut Hero sambil mencium tangan Ibunya.
"Tidak apa Nak, Ibu senang kamu datang. Hehehe" Ibu Hero tertawa sendiri sambil memegangi pipi Anaknya.
"Bu Hero mendatangi rumahnya," ucap Hero.
"Haaaah, rumah, rumah siapa?" Ibu Hero menggaruk kepalanya.
"Pak Sandiaga," sahut Hero.
"Didi a bagaimana kabarnya?" tanya Ibu Hero penuh antusias.
"Bagaimana kabar Putrinya, ahhhh. Pasti sekarang Putrinya sudah sukses karena didikanku. Hehehehe, didikanku memang benar," sahut Ibu Hero terus tertawa.
"Aku ingin bertemu dengannya, Nak bawa aku bertemu dengannya," ucap Ibu Hero sambil mengguncang-goncang bahu Putranya.
"Iya lain kali," sahut Hero pelan.
Plaaaaaak.
"Aku tidak mau lain kali, aku mau sekarang," ucap Ibu Hero yang baru saja menampar Hero karena menolak permintaanya.
"Maaf Hero tidak bisa Bu," sahut Hero.
"Pergi kau anak tidak berbakti, aku tidak mau melihatmu lagi. Jangan pernah kembali," teriak Ibu Hero.
Hero walau merasa sakit mencoba menahannya, ini bukan pukulan pertama yang diberikan ibunya padamu sejak ibunya mengalami gangguan jiwa, Hero selalu bersabar dan tetap menyayangi ibunya itu.
"Ibu Mega harus diberi obat penenang, silahkan berkunjung lain kali," ucap suster perawat.
"Baik Sus," sahut Hero sambil berjalan keluar.
Begitulah keadaan Ibunya sejak 12 tahun yang lalu, setelah berpisah dari Ayah Melinda kejiwaan Ibunya terganggu hanya ini yang bisa dilakukan Hero untuk saat ini, tapi apa bila ada cara lain tentu saja Hero akan malakukannya yang penting Ibunya bisa sembuh kembali.
"Jaga dia baik-baik, aku sudah mendidiknya jangan ada yang berani mengganggunya," teriak Ibu Hero yang masih di dengar oleh Hero.
"Ibu tenang saja," dalam hati Hero.
Hero berjalan pergi meninggalkan ibunya yang disuntik lalu tertidur, jika tidak diberi penenang ibunya akan terus berteriak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments