"Sialan! Mengapa jadi seperti ini? Gara-gara anak wanita kampung itu, Gio jadi marah padaku. Kenapa nggak ikutan mati saja, anak itu." Issabell kesal karena harus mencari keberadaan Rosyana yang menghilang.
Sejak bertemu dengan Giovano, langsung ditanyai tentang gadis mungil itu. Bertanya Rosyana yang harusnya dijemput. Namun apa yang terjadi, Issabell malah mengatakan hal yang sebenarnya. Anak itu menghilang tanpa ada yang tahu. Bahkan jika itu adalah penculikan, maka akan segera meminta tebusan.
Hingga malam hari, mereka belum juga menemukan anak yang dicari. Untuk mempermudah, Issabell tidak sendirian. Ia menyewa orang-orang yang bekerja untuknya untuk membunuh Viola sebelumnya. Sementara wanita itu masih dalam keadaan kesal.
"Apa sudah ada kabar tentang anak dari wanita kampung itu? Kalau belum dapat kabar, jangan hubungi!" bentak Issabell pada orang yang menghubunginya dalam panggilan online.
"Ti-ti-dak ... hanya saja kami dapat informasi, ada seorang wanita muda yang membawa nona kecil."
"Nona kecil kepala kamu! Dia itu hanya anak dari wanita kampungan itu! Cepat temukan anak bodoh itu dan bawa ke sini! Sialan, gara-gara anak kecil itu, bikin kesabaran habis."
Issabell membanting ponselnya ke lantai. Ia tidak peduli apa lagi, yang penting bisa menemukan keberadaan Rosyana. Sepanjang siang sampai menjelang malam masih belum menemukan keberadaan anak yang dicari.
Kesalahan terbesar adalah tidak membunuh Rosyana bersama Viola. Andai saja waktu itu mereka dibunuh bersamaan, maka tidak akan ada lagi penghalang untuk mendapatkan Giovano.
"Meski sudah mati, kenapa Gio masih mengingat si kampungan itu, sih? Bagaimana aku bisa bertahan jika wanita itu memberikan racun pada pria yang aku cintai? Dasar!"
***
Di apartemen tempat tinggal Violete, Rosyana berada. Saat ini mereka berada di kamar dan bersiap untuk mandi. Setelah seharian bermain dan bernyanyi di sekolah dan dilanjutkan ke taman bermain. Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagi gadis kecil imut itu.
"Kamu bawa handuknya, yah. Apa kamu mau mandi bareng denganku?" tawar Violete. Ia ingin memandikan Rosyana seperti dulu lagi. Saat masih berstatus sebagai Viola Maurent.
"Iya, makasih, Bu guru cantik. Buka bajuku dulu." Setelah mendapatkan handuk, ia membuka pakaiannya. Lalu melilitkan handuknya.
Hal yang sama dilakukan oleh Violete. Setelah melepas seluruh pakaiannya, ia memakai handuk dan bersama Rosyana masuk ke kamar mandi. Keduanya masuk ke dalam bathub yang sama. Saling memandikan dengan menggosok punggung satu sama lain.
'Badan Bu guru sama kayak mama. Apa bu guru mau jadi mamaku? Maafkan aku, ma. Apakah mama di surga tidak marah, Rosy menganggap bu guru jadi mamaku?' pikir Rosyana. Mengusap bagian depan Violete. Ia merasakan saat ia menyentuhnya, kulit dan kehangatannya memang sama persis dengan mamanya.
"Ada apa, sayang? Kamu seperti memikirkan sesuatu? Apakah kamu beneran mau tidur di apartemen ibu guru? Soalnya ibu guru tidak tahu rumahmu di mana. Ibu guru baru mengajar hari ini dan belum tahu informasi," ucap Violete berbohong.
"Eh, enggak kok. Rosy senang di sini sama Bu guru yang cantik. Dada ibu guru sama besarnya seperti punya mamaku. Halus dan lembut."
"Ah, aku kira ada apa. Kalau kamu dewasa nanti, kamu juga punya yang seperti ini. Kalau begitu, giliran bu guru yang memandikan kamu. Sini aku gosok badanmu."
Di kamar mandi mereka saling memandikan. Hingga dirasa cukup, mereka pun menyelesaikan mandi dan melilitkan handuk mereka. Barulah mereka kembali ke kamar untuk mengganti pakaian.
Di lemari besar, Violette menunjukan pakaiannya. Ada juga pakaian kecil berukuran yang sama dengan Rosyana. Setelah itu mereka berganti pakaian. Gadis itu juga merasa senang karena memakai pakaian baru dan sangat cocok untuknya.
"Bu Guru, kok kamu punya pakaian yang ngepas seperti ini? Dan masih banyak di lemari. Apa ibu guru ingin punya anak kayak aku? Atau Bu guru memang sudah punya anak?" tanya Rosyana.
"Huumm ... apa, yah? Bagaimana jika kamu sendiri yang menebaknya, Anak manis. Menurutmu Bu guru sudah pernah menikah atau belum? Kamu masih lihat, Bu guru yang cantik ini masih muda, kan?"
"Bu guru cantik. Mau jadi mama Rosy, nggak? Kamu seperti mama aku, huhuhu." Rosyana menangis memeluk Violete. "Aku kangen mama, huwaaa!"
"Cup cup cup, tenang anak manis. Ibu guru akan jadi mama kamu, yah. Tapi sekarang bukan waktunya menangis. Bagaimana jika kita makan malam? Mau ibu guru buatkan makanan atau pesan saja? Kamu mau makan apa, sayang?"
"Mau makan apa saja, yang penting masakan ibu guru yang cantik." Rosyana memeluk Violete dengan sumringah.
"Baiklah, kalau begitu. Kamu harus makan apa yang ibu guru masak. Awas saja kalau tidak mau makan. Kamu nonton televisi saja dulu." Violete tersenyum lebar penuh arti.
Sejak dulu Rosyana tidak suka makan sayuran. Maka dari itu, malam ini ia memasak sayuran agar bisa dimakan oleh gadis itu. Bukan sengaja ingin membuatnya tersiksa, bahkan bukan hanya sayuran yang dimasak hari ini.
Meski sudah memasak daging dan makanan kesukaan Rosyana, Violete sengaja hanya menyajikan sayuran dan nasi di atas meja. Ia masih menyimpan makanan utamanya terlebih dahulu. Menantikan ada protes dari gadis tersebut.
"Hehehe, maafkan mama, sayang. Sekarang kamu harus makan sayuran biar nggak gendut-gendut banget." Violete telah menata sayuran di atas meja makan dan berjalan menuju ke kamar.
Di dalam kamar, Rosyana sudah ketiduran dalam keadaan lapar. Namun karena belum makan malam, Violete membangukannya dengan menepuk pipinya. Beberapa saat kemudian mata Rosy terbuka dan melihat Violete tersenyum padanya. Ia merasakan seperti mamanya sendiri yang membangukannya.
"Rosy masih mengantuk, Ma. Tapi juga sangat lapar, ahh. Mama masakin kesukaan Rosy, kan?" tanya Rosyana tanpa sadar bahwa yang ada di depannya adalah sosok Violete untuk saat ini.
"Ayo makan bersama. Ibu guru sudah memasak yang enak untuk Rosy. Nanti kamu bisa tidur lagi setelah makan malam." Violete membantu gadis itu bangun dari tempat tidur.
Mereka menuju meja makan dan senyuman Rosyana memudar karena hanya ada sayuran yang tidak disukai olehnya. Tidak ada daging ayam atau sapi yang ia sukai berada di meja makan. Atau setidaknya ada telur atau apa yang biasa ia makan.
"Kamu harus makan dulu, yah. Pokoknya malam ini kamu harus kenyang. Biar cepat besar, makan yang banyak yah, hihihi." Sengaja Violete menggoda gadis itu, merasa lucu karena wajah Rosyana yang ekspresinya berubah.
Dalam hati, Violete hanya bisa tersenyum karena sudah tahu apa yang ada di pikiran gadis itu. Setelah melihat makanan yang berupa sayuran, Rosyana mau menangis dan kembali memeluk wanita itu. Ia mengingat apa yang biasa dikatakan oleh mamanya untuk makan sayur lebih banyak.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments