"Saya akan membantu anda untuk kali ini. Untuk sementara, kami hanya bisa menamai nona dengan nama Violete Renata. Ini adalah nama yang diberikan oleh penolong anda." Gerald memeriksa keadaan pasiennya dan menjelaskan semuanya.
Flashback
Saat itu seorang pria yang datang terburu-buru ke rumah sakit, membawa wanita yang bersimbah darah. Saat itu juga bertepatan dengan terjadinya bencana alam yang membuat rumah sakit tidak bisa menampung banyak orang. Sehingga harus dirawat di rumah sakit di mana pria itu membawa wanita yang bersimbah darah.
Melihat itu, semuanya panik dan ketakutan. Terutama anak-anak yang melihat pakaian bernoda darah begitu banyaknya. Petugas rumah sakit mengantar ke sebuah ruangan dan langsung saja merawatnya di suatu ruangan khusus.
"Pasien ini sudah kehilangan banyak darah. Cepat bantu saya, Sus." Gerald mulai mengambil langkah awal untuk menyelamatkan wanita yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Melihat wajah yang hancur dengan serpihan kaca yang masih menancap di wajah.
Pemandangan itu sungguh menyeramkan. Bahkan darah masih terus mengalir walau sudah diberikan obat untuk menghentikan pendarahan. Pakaian Gerald sudah banyak darah wanita Viola. Keringat dingin di kening seakan tidak hentinya menetes. Ini pasien kesekian kali yang sudah ditangani hari ini. Rumah sakit sangat sibuk karena banyaknya rujukan ke rumah sakit besar itu.
"Kau periksa darahnya, golongan darahnya jenis apa. Lihat, darahnya sudah banyak berkurang."
"Baik, Dok. Akan saya ambil sampel darahnya." Perawat lantas mengambil suntikan dan mengambil darah pasien. Peluh keringat menetes di dahinya.
Walaupun ada pendingin udara, rasanya sangat pengap di ruangan. Akibat sesaknya pasien yang berada di luar. Dengan kondisi berbagai macam keluhan. Namun wanita di ruangan itu mendapat prioritas utama. Setelahnya sang perawat segera keluar dari ruangan, menuju ke laboratorium.
Setelah melalui proses panjang, dengan berbagai masalah dengan golongan darah, dokter muda itu keluar dari ruangan. Di lobi masih ada orang yang telah menunggu kabar dari pasien wanita itu.
"Bagaimana, Dok? Apakah wanita itu baik-baik saja?" tanya pria muda berperawakan tinggi rambut acak-acakan. Ia memegang jas yang ternoda darah.
"Sabar, Pak. Kami sudah melakukan yang semaksimal mungkin. Kita serahkan saja semuanya yang di atas sana. Heh, sepertinya masih banyak pasien yang memerlukan bantuan. Untuk sementara kami butuh beberapa waktu menunggu cek golongan darah. Permisi, Pak."
Ricko Mukhtar, seorang pria penyelamat Viola. Sebenarnya ia sudah curiga dengan kejadian sebelum kecelakaan. Saat itu ia juga berada di hotel yang sama, di mana Viola berada. Saat itu ia melihat dengan jelas, bagaimana beberapa orang mendekati mobil di parkiran tanpa ada yang curiga. Dan ternyata mereka mengambil nomor polisi kendaraan tersebut. Ia sempat berpikir kalau mereka adalah montir yang memperbaiki mobil karena cukup lama berada di sekitar mobil berada.
"Ternyata memang benar dugaanku. Kecelakaan wanita ini mungkin ada hubungannya dengan orang-orang itu. Mana tidak ada kartu identitas yang tersisa." Ricko mondar-mandir di depan pintu dan sesekali mendesah pelan.
Ricko mengambil ponselnya untuk menghubungi bawahannya. Walau pakaiannya dipenuhi bercak darah, ia tidak seperti masalah. Hanya saja masalahnya lebih banyak daripada masalah darah yang ada di pakainnya. Ia harus terlibat dalam beberapa kasus yang menjerat orang tuanya. Persaingan bisnis membuatnya tidak memiliki jalan lain untuk ditempuh.
"Bos, saya sudah mencari informasi. Tapi adik kandungmu memang sudah meninggal. Maafkan kami karena tidak bisa menyelamatkannya." Begitu suara dari seberang telepon.
"Aakhh! Kenapa bisa terjadi?" Ricko merasa sangat frustasi karena tidak berhasil menyelamatkan adik kandungnya. "Apa kamu sudah mendapatkan adikku? Aku tidak akan memaafkan siapapun yang membuat adikku mati! Akan ku balas seribu kali lipat!"
"Iya, Bos." Suara pria itu terdengar lirih karena merasa ragu. Namun ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengambil mayat adik bosnya.
Sudah terlambat, adik kandungnya telah tiada sekarang. Padahal itu satu-satunya cara agar bisa mendapatkan haknya kembali. Karena adiknya itulah yang menjadi jaminan agar mendapatkan semuanya kembali. Tanpa gadis itu, ia hanya akan menjadi gelandangan.
Dengan tubuh bergetar, Ricko bahkan menjatuhkan ponselnya. Seakan dunianya runtuh seketika, ketika harus menerima kenyataan pahit. Kehilangan satu-satunya harapan untuk bisa balas dendam pada musuh-musuh orang tuanya.
"Tidak! Tidak mungkin aku akan hidup dalam kesulitan. Harus memikirkan cara! Iya, berpikirlah Ricko. Kamu pasti bisa memikirkan cara untuk menyelamatkan semuanya. Akhhh!" Ricko meremas kepalanya dengan keras. Urat-urat di pelipisnya membesar dan membentuk garis-garis memanjang.
Di dalam ada wanita yang ia selamatkan. Dan ia juga sudah melihat wajah wanita itu sudah rusak. Terbesit dalam pikirannya, bisa melakukan sebuah rencana besar. Dengan begitu, ia berhasil merencanakan balas dendam keluarganya.
"Yeahh ... kurasa ini bukan ide yang buruk. Dengan mengajaknya bekerja sama, mungkin akan sangat menguntungkan. Kuharap wanita itu mau menjadi adik pura-puraku. Mengubah namanya menjadi Violete Renata. Hahh, hahaha!" tawa Ricko dengan disertai air mata.
Satu sisi ia merasa sedih atas kematian sang adik. Tapi ia juga merasa memiliki jalan lain untuk mencapai tujuannya. Dengan memanfaatkan keadaan yang ada. Ia pergi dari rumah sakit untuk menjemput adiknya. Setelah mengubur adiknya, ia akan kembali dan mengharapkan rencanya yang didapat berjalan dengan lancar.
Setelah mendapatkan kepastian golongan darah Viola, dokter dan perawat juga kebingungan karena stok darah yang dibutuhkan untuk Viola telah habis. Juga golongan darah Viola itu termasuk yang sangat langka. Hanya beberapa orang yang memiliki golongan darah langka dan tidak mungkin menggunakan darah yang berbeda jenis.
"Bagaimana ini, Dok? Kita sudah kehilangan stoknya di rumah sakit ini." Perawat yang terlihat bingung datang ke ruangan Viola dirawat.
Untuk sementara, keadaan wanita itu masih dalam kondisi kritis. Harus segera mendapatkan donor darah jika ingin tetap hidup lebih lama. Sementara tidak banyak waktu tersisa untuk mendapatkan donor darah secepatnya.
"Tidak bisa! Sebagai seorang dokter, saya harus menolong nyawanya, Suster. Apakah di rumah sakit ini tidak ada golongan darah yang sama? Kamu atau suster lainnya? Kalau tidak, ambil darahku saja."
"Tidak bisa, Dok. Anda tidak bisa menyumbangkan darah hari ini. Karena pasien anda masih menunggu. Bagaimana nanti bisa memeriksa pasien lain?" Tentu rasa khawatir sang perawat karena tindakan sang dokter yang melampau batas hanya demi menyelamatkan nyawa orang yang bahkan tidak dikenal.
Namun karena sudah bertekad, pada akhirnya Gerald tetap menyumbangkan darahnya pada Viola. Meski keadaannya tidak memungkinkan itu. Asal mendapatkan darah yang sama, maka sudah bisa menyelamatkan nyawa.
Mendengar wanita yang dibawanya ke rumah sakit telah sadarkan diri, membuat Ricko semakin bersemangat. Sudah lama ia menunggu hanya untuk menjalankan rencananya. Dengan percaya diri di tengah duka, ia terlihat tegar dan berpikiran positif.
"Ah, hari ini aku harus bertemu dengan wanita itu. Semoga dia mau mengubah wajahnya seperti adikku dan mau bekerja sama." Ricko berbicara pada diri sendiri dan melihat orang-orang bengong dengan tingkahnya. Ia sempat berpikir orang-orang yang dilewatinya sangat berbeda.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments