"Ricko, mama kamu sebenarnya ke mana? Kok tidak terlihat di luar?" tanya Violete pada Ricko, anak didik di TK Taman Kasih Bunda.
"Mama! Huhuhu, mama mana? Huhuhu, huwaa, mama!" jerit Ricko yang baru sadar tidak ada orang tuanya.
"Aduhh, maafkan ibu guru yang tanya-tanya, yah. Cup ... cup-cup, jangan nangis anak ganteng. Nanti ibu guru kasih coklat kalau berhenti nangis. Bagaimana? Kamu mau coklat?"
"Huwaaa ... mau coklat! Huwaa, mama di mana? Mama ... mama haaa!" jerit Ricko semakin kencang. Ia terus menangis karena tidak melihat mamanya di sekitarnya.
Mendengar tangisan anak lima tahun itu membuat Violete frustasi. Pasalnya dia sama sekali tidak pernah mengurus anak laki-laki. Tempramental anak laki-laki dan anak perempuan berbeda. Ia juga belum terlalu memahami. Juga karena itu bukan anaknya. Sehingga tidak tahu cara menenangkannya.
Mencoba memberi pelukan untuk membuat anak itu diam. Anak itu berhenti menangis untuk sementara. Violete keluar dari toilet dan ada beberapa wanita yang datang ke sana dengan amarah. Tidak tahu ada apa, Violete sedang menenangkan anak yang sedang menangis itu.
"Hei, kamu jadi guru, nggak bisa merawat anak-anak atau bagaimana? Lihat, mereka pada menangis karena kamu tinggal!" Seorang wanita datang pada Violete dengan marah. Diikuti oleh beberapa wanita yang menggendong anaknya yang menangis.
"Jadi guru tidak bertanggung jawab banget! Lihat, anakku dipukul dengan sapu oleh temannya. Kamu nggak bisa jagain anak-anak atau bagaimana?" Seorang wanita gemuk berusia empat puluhan tahun terlihat marah dan membawa anaknya yang sedang merenung.
"Maaf-maaf, aku hanya mengantar anak ini buang air kecil saja. Aku akan bertanggung jawab atas semua yang terjadi di sini. Sekali lagi aku minta maaf," ucap Violete pada para wanita yang protes.
"Hei, kalau tidak bisa menjadi guru untuk anak-anak kita, jangan jadi guru! Dasar tidak tahu diri. Kami membayar banyak untuk menyekolahkan anak kami di sini."
Violete membawa anak yang menangis di pelukannya. Sebagai wanita ia juga merasa kesal dengan sikap orang tua yang menyalahkan dirinya. Namun ia tidak bisa berbuat arogan di depan mereka. Karena tidak mudah baginya untuk menjadi guru di Taman Kanak Kanak itu.
Memang tidak seharusnya dirinya bekerja seorang diri karena alasan guru lain sedang tidak hadir. Apalagi itu adalah hari pertama ia mengajar di TK. Lebih sulit lagi ia tidak berpengalaman mengurus banyak anak sekaligus. Ia baru menyadari, menjadi seorang guru untuk anak-anak TK sangatlah sulit.
Namun tidak ada yang bisa menghentikan niat Violete untuk menjadi seorang guru di Taman Kasih Bunda. Banyak pelajaran yang bisa ia ambil dengan memperlakukan mereka seperti anak sendiri.
"Huh, hari ini adalah hari pertama bagiku mengajar di sini. Dan aku hanya seorang diri saja, tanpa tahu langsung seperti ini. Maafkan aku karena belum terbiasa. Namun aku masih ingin tetap mengajar di sini apapun caranya. Ibu-ibu, mohon maaf karena kelalaianku."
"Ya sudah, kamu masih muda juga. Mungkin belum terbiasa dengan anak-anak. Tapi kamu di sini bekerja dan tolong jangan seenaknya begini." Seorang wanita paruh baya yang memiliki anak yang berkelahi itu pun hanya bisa memaafkannya.
"Kita tahu mengurus anak-anak tidaklah mudah. Jangankan mengurus semuanya, anakku saja susah aku urus. Saya maklum karena kamu masih cukup muda dan mungkin belum menikah. Jadi belum berpengalaman. Tapi kamu sekarang jadi guru di Taman Kasih Bunda ini. Jadi kamu harus cepat mengerti anak-anak mau."
Banyak nasihat keluar dari mulut para ibu-ibu di sana. Setelah mendapat banyak kritikan dan masukan, akhirnya Violete mengajar lagi dengan cara yang ia dapatkan dari para wanita itu. Ada banyak cara yang dilakukan untuk mengajar anak-anak yang baru berusia lima tahun. Yaitu dengan cara mengajar sambil bermain. Terutama karena ini adalah awal mereka masuk ke dalam tanah pendidikan sebelum Sekolah Dasar
Mereka hanya dilatih bersosialisasi, bercengkrama dengan anak-anak lain. Hari pertama dilewati Violete dengan badan dan pikiran lelah. Namun ia dipanggil oleh kepala sekolah langsung. Ia diperingatkan untuk mengajar dengan baik. Ia tahu siapa Violete karena seorang yang bertanggung jawab di sekolah.
"Anak-anak, sekarang sudah saatnya pulang. Sebelum kita pulang, bagaimana jika kita menyanyikan sebuah lagu? Kalian ikuti ibu menyanyi, yah anak-anak sekalian."
Violete pun perlahan mengajari anak-anak didiknya untuk bernyanyi. Tentu saja lagu yang sering ia nyanyikan saat masih menjadi Viola bersama Rosyana. Rosyana yang mendengar Violete menyanyi, seperti mama kandungnya saja yang menyanyikan lagu.
"Maril pulang, marilah pulang bersama-sama ...." Mereka bersama menyanyikan lagu perpisahan dan diakhiri dengan tepuk tangan dari anak-anak.
Kecuali Rosyana yang terus menangis karena ia merasakan sesuatu dari lagu itu. Violete yang melihat itu pun mendekati Rosy dan memeluknya dari depan. Ia juga merasa senang karena ia dapat kesempatan itu. Namun ia tidak boleh membuat orang curiga. Ia harus berlaku adil pada semua anak.
"Kamu kenapa nangis? Ayo, cari mama kamu dan pulang, yah. Ini sudah saatnya kamu pulang sekolah, horee ... harusnya senang karena sudah boleh pulang," ucap Violete dengan ramah dan lemah lembut. Ia mengusap kepala gadis mungil itu dengan perlahan.
"Mama, huhuhu ... kamu mamaku, kan? Kamu mama Rosy ... huwwaaa ..." tangis Rosyana pecah ketika ia sangat merindukan Viola yang sudah tidak ada lagi. "Mama jangan pergi lagi, Ma. Mama, huwaa!"
Betapa hancurnya hati Violete mendengar tangisan Rosyana. Tanpa sadar air matanya turut membasahi seragam gadis itu. Ia menangis tanpa suara isakan mendengar Rosyana terus merongrong.
Orang tua murid lainnya hanya bisa menyaksikan Violete yang menenangkan Rosyana dengan baik. Setelah beberapa saat gadis itu diam dipelukan wanita itu. Setelah itu mereka berjalan bersama seperti ibu dan anak pada umumnya.
"Sebenarnya dia bukan tidak bisa mengurus anak. Memang sulit mengurus anak-anak yang jumlahnya banyak," gimana seorang wanita paruh baya. Ia melihat yang dilakukan oleh Violete dalam menenangkan Rosyana.
Tadinya wanita itu yang sudah mengkritik, Violete tidak bisa mendidik anak. Namun nyatanya bisa membuat anak-anak betah ketika dia ada. Berbagai permainan dilakukan namun yang paling utama adalah tentang bersosialisasi bersama anak-anak lainnya.
Setelah melepas Rosyana pergi, Violete pergi ke ruang guru untuk bertemu dengan kepala sekolah. Secara langsung bertanya tentang guru lain yang tidak bisa hadir. Sementara kepala sekolah itu juga tidak membantu sama sekali ketika anak-anak sedang menangis.
"Permisi, Bu kepala sekolah. Anda ada perlu dengan saya?" Sebenarnya Violete masih ragu untuk menemui kepala sekolah atau tidak. Rasanya tidak nyaman ketika ia gagal dalam mendidik anak-anak itu. Ia tidak berharap orang tua siswa melaporkannya kepada kepala sekolah itu.
"Oh, silahkan masuk. Silahkan duduk juga Bu Violete. Kita bisa bicara sebentar saja." Wanita paruh baya dan gemuk itu mempersilahkan Violete untuk duduk.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments